236767

Wajah Pendidikan Indonesia di Tengah Pandemi

Wajah Pendidikan Indonesia di Tengah Pandemi

Oleh

Badan Eksekutif Mahasiswa

Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Udayana

“Hanya Pendidikan yang bisa menyelamatkan masa depan. Tanpa pendidikan, Indonesia tak mungkin bertahan”

~Najwa Shihab

Pendidikan adalah salah satu aspek terpenting dalam pembangunan suatu bangsa sehingga setiap orang berhak mendapatkan hak dalam pendidikan. Saat ini, pemerintah menempatkan pendidikan sebagai salah satu prioritas utama dalam program pembangunan nasional. Hal ini tercermin dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 dalam Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa pemerintah wajib memenuhi hak warga negara untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Salah satu faktor utama keberhasilan pembangunan yakni tersedianya sumber daya manusia yang handal sehingga proses pembangunan dapat tercapai. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin tinggi pengetahuan yang dia miliki sehingga akan berpengaruh terhadap tingkat upah ataupun pendapatan yang ia dapatkan. Melalui pendidikan upaya kesejahteraan bangsa dapat terlaksana sehingga pendidikan merupakan salah satu faktor yang biasa ditempuh oleh pemerintah dalam rangka memutus rantai kemiskinan[1].

Merebaknya pandemi Covid-19 di seluruh dunia menyebabkan tatanan kehidupan menjadi berubah terutama dalam hal pendidikan. Pembelajaran yang sebelumnya dilakukan melalui tatap muka harus diubah menjadi sistem online untuk mencegah meluasnya penyebaran Covid-19 sehingga pemerintah melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) akhirnya menerapkan sistem E-learning from home atau kebijakan pembelajaran dari rumah[2]. Pembelajaran melalui pembelajaran dari rumah ini bukan tanpa hambatan. Menurut Saleh, baik guru maupun orang tua menghadapi kendala seperti keterbatasan pengetahuan dan teknologi, maupun keterbatasan dalam hal sarana dan prasarana yang digunakan dalam menunjang proses pembalajaran secara online. Selain itu, orang tua juga terkena dampak dari adanya pembelajaran secara online ini, yang mana orang tua harus beradaptasi serta melakukan pendampingan pembelajaran kepada anak-anak mereka sehingga berpengaruh terhadap aktivitas harian yang biasa dilakukan oleh para orang tua. Kendala lain yang dihadapi yakni mereka yang memiliki keterbatasan dalam hal kemampuan financial tentu akan kesulitan dalam mengakses pembelajaran secara daring. Tidak dapat dipungkiri bahwa salah satu ancaman terbesar selama pandemi berlangsung yakni ancaman tingginya tingkat angka putus sekolah di kalangan siswa mengingat angka kemiskinan yang meningkat cukup tajam di tengah pandemi berlangsung.

Hubungan Kemiskinan dan Angka Putus Sekolah di Indonesia
Angka putus sekolah selalu berhubungan dengan adanya kemiskinan maupun kesenjangan ekonomi. Hal ini didukung oleh teori Nurkse menyatakan bahwa lingkaran setan kemiskinan berputar pada tiga hal tanpa awal dan akhir yang menyangkut tingkat pendapatan, pendidikan dan kesehatan. Tingkat pendidikan yang rendah dan kurangnya modal menyebabkan rendahnya produktivitas yang mengakibatkan rendahnya pada tingkat pendapatan yang diterima. Rendahnya tingkat pendapatan akan berdampak terhadap rendahnya tabungan dan investasi. Rendahnya tingkat tabungan dan investasi akan berakibat pada tingkat pendidikan yang rendah begitu pula berputar seterusnya.[3]

1

Sumber : Badan Pusat Statistik

Adanya pandemi yang melanda Indonesia semenjak awal tahun 2020 menyebabkan tingkat kemiskinan di Indonesia menjadi meningkat. Badan Pusat Statistik menyatakan bahwa kemiskinan di Indonesia meningkat menjadi 26,42 juta orang. Dengan posisi ini, persentase penduduk miskin per Maret 2020 juga ikut naik menjadi 9,78 persen. Kenaikan jumlah dan persentase penduduk miskin pada periode tersebut dipicu oleh kenaikan harga barang kebutuhan pokok sebagai akibat dari kenaikan harga bahan bakar minyak dan adanya pandemi Covid-19 pada Maret 2020.[4] Presentase kemiskinan terbesar berada di Pulau Maluku dan Papua sebesar 20,34% dan presentase terendah berada di Pulau Kalimantan dengan presentase sebesar 5,81%. Faktor lain penyebab tingginya kemiskinan di Indonesia yakni konsumsi rumah tangga melambat, kunjungan wisatawan mancanegara menurun dan harga eceran di beberapa komoditas turun.

Meningkatnya kemiskinan membuat berbagai ancaman dan malapetaka terhadap kondisi ekonomi menengah kebawah. Menurut ILO (International Labour Organization) dalam situasi demikian keluarga yang berada di bawah tekanan besar sangat mungkin untuk mempekerjakan anak-anaknya untuk bertahan hidup. Ketika kemiskinan meningkat, sekolah mulai ditutup dan ketersediaan layanan sosial menurun sehingga lebih banyak anak didorong ke dalam angkatan kerja.[5]

Menurut Badan Pusat Statistik jumlah pekerja anak di Indonesia mengalami peningkatan dalam kurun waktu tiga tahun. Tercatat pada tahun 2017 terdapat 1,2 juta pekerja anak di Indonesia dan meningkat 0,4 juta atau menjadi sekitar 1,6 juta pada 2019. Serupa dengan orang dewasa menurut survey yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik menyatakan bahwa anak berusia 5-17 tahun bekerja pada sektor pertanian, kehutanan, perburuan dan perikanan, perdagangan dan industri pengolahan.[6] Hal yang ditakutkan adalah dengan adanya pandemi ini akan ada peningkatan drastis terhadap jumlah pekerja anak yang berada pada usia 5-17 tahun.

Laporan berjudul The Many Faces of Exclusion: End of Chillhood pada tahun 2018 yang dirilis oleh lembaga non-profit internasional, Save The Children yang menyatakan Indonesia berada di ranking 101 dari 175 negara di dunia dalam hal keramahan terhadap anak. Pengukuran ini didasarkan pada perkawinan usia anak, kehamilan usia anak, pekerja anak, tingkat kematian, angka putus sekolah dan kebutuhan gizi anak.[7] Apabila kita membandingkan dengan negara Singapura angka putus sekolah di Singapura jauh lebih rendah dibandingkan Indonesia. Singapura mampu mencapai indeks putus sekolah sebesar 0% sedangkan indeks putus sekolah Indonesia mencapai 12,6%. Selain itu angka perkawinan anak di Indonesia juga dirasa masih tinggi. Sebanyak 9,4% perempuan menikah di usia 15-19 tahun sedangkan angka ini berbeda jauh dengan di Singapura yang hanya 0,4% anak yang menikah di usia muda.

Ancaman Putus Sekolah di Indonesia

Masalah putus sekolah bukanlah masalah baru yang dihadapi oleh pemerintah. Tingginya angka putus sekolah akan menyebabkan terhambatnya tujuan dari pemerintah terutama dalam meningkatkan kualitas dari sumber daya manusia. Mengutip data dari UNESCO bahwa bencana krisis ekonomi ini bisa mendorong 90 hingga 117 juta anak ke dalam kemiskinan yang berdampak langsung terhadap penerimaan murid di sekolah sehingga dengan demikian pula akan berdampak terhadap banyaknya anak yang akan di tuntut untuk bekerja atau anak perempuan yang dipaksa menikah dini demi mengurangi beban keluarga mereka. Anggapannya apabila seorang anak perempuan dalam keluarga sudah menikah, maka tanggung jawab anak tersebut akan dialihkan kepada suaminya sehingga beban orang tua menjadi berkurang bahkan para orang tua berharap sang anak yang sudah dinikahkan dapat membantu perekonomian orangtuanya.[8]

Pada saat yang bersamaan pula akibat krisis dari pandemi ini bisa menyebabkan kekurangan anggaran pendidikan hingga sebesar $77 miliar di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah pada akhir 2021.[9] Di Indonesia tercatat bahwa 4,4 juta anak berusia 7-18 tahun tidak bersekolah yang mana mereka yang berasal dari keluarga miskin, penyandang disabilitas dan anak-anak yang tinggal di daerah terpencil rentan mengalami putus sekolah[10]. Angka putus sekolah dalam kurun waktu empat tahun terakhir mengalami fluktuasi terhitung sejak tahun 2016 hingga 2019 yang mana angka putus sekolah tertinggi terjadi di tahun 2018 dengan jumlah 285.404 siswa.

Berkaitan dengan fenomena angka putus sekolah, maka berikut akan disajikan mengenai bagaimana angka partisipasi sekolah di Indonesia mulai dari tahun 2016 hingga 2019 yang tersebar di seluruh Provinsi di Indonesia.

Grafik Jumlah Siswa Putus Sekolah Tahun 2016-2019 di Indonesia

2

Sumber : Statistik Data Kemendikbud (Data Diolah)[11]

Menurut survey yang dilakukan Badan Pusat Statistik ada beberapa hal yang menyebabkan tingginya putus sekolah di Indonesia seperti latar belakang pendidikan orang tua, lemahnya ekonomi keluarga, kurangnya minat anak terhadap pendidikan, masih banyaknya orangtua yang menganut sistem patriarki (perbedaan gender) serta kondisi lingkungan tempat tinggal anak.[12] Hasil survey juga menyebutkan bahwa angka putus sekolah di daerah pedesaan jauh lebih besar daripada di daerah perkotaan.

Tabel 1 Angka Putus Sekolah 2019

3

Sumber : Badan Pusat Statistik

Grafik Tingkat Pendidikan Tertinggi Yang Ditamatkan Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Daerah

4

Sumber : Badan Pusat Statistik[13]

Pada tabel di atas menyatakan bahwa kesenjangan pendidikan berdasarkan tipe daerah. Persentase penduduk di perdesaan yang tidak pernah sekolah dan tidak tamat Sekolah Dasar lebih tinggi jika dibandingkan dengan perkotaan. Penduduk di perdesaan sebagian besar hanya tamatan Sekolah Dasar dalam data diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar masyarakat yang tinggal di perkotaan sudah mampu menyelesaikan pendidikannya pada tamat SM/sederajat.

Kesenjangan juga bisa dilihat berdasarkan pada gender antara perempuan dan laki-laki. Hal ini dapat dilihat dari tingginya proporsi penduduk perempuan dibandingkan laki-laki yang tidak pernah sekolah dan tidak tamat SD Sementara itu, pada jenjang SMP dan SM terlihat bahwa proporsi penduduk laki-laki yang tamat SMP/sederajat dan SM/sederajat lebih tinggi dibandingkan penduduk perempuan dengan kesenjangan yang cukup nyata pada tamatan SM/sederajat.

Ada beberapa alasan yang menyebabkan terjadi kesenjangan pendidikan antara laki-laki dan perempuan di masyarakat. Masih melekatnya budaya patriarki yang menyatakan kesiasiaan menyekolahkan anak perempuan setinggi mungkin karena hanya akan berakhir di dapur. Selain itu, masih berkembangnya tradisi di masyarakat yang menyatakan bahwa tugas perempuan adalah untuk mengurus rumah tangga.[14]

Adanya ketidaksetaraan gender khususnya dibidang pendidikan akan berdampak buruk terhadap kesejahteraan keluarga serta berdampak pula terhadap kemampuan masyarakat tersebut dalam meningkatkan taraf kehidupan. Ketidaksetaraan gender bidang pendidikan ini juga berkaitan dengan kurangnya produktifitas manusia, sehingga mengurangi prospek mengentaskan kemiskinan dan jaminan kemajuan ekonomi. Yang terburuk adalah adanya ketidak setaraan gender ini mampu melemahkan pemerintahan suatu negara yang tentu akan berdampak pada gagalnya efektifitas kebijakan pembangunannya.

Pandangan Pemerintah

Grafifk Anggaran Pendidikan Tahun 2016-2020 di Indonesia

5

Sumber : Kementrian Keuangan (Data Diolah)[15]

Dalam rangka mengurangi angka putus sekolah yang disebabkan oleh berbagai faktor pemerintah telah meluncurkan berbagai program seperti penambahan anggaran dana bos serta pemberian kartu Indonesia Pintar bagi masyarakat kurang mampu. Tahun 2020 ini pemerintah menganggarkan 20% dana APBN untuk dana pendidikan atau sekitar 508,1 Triliun rupiah yang mana dana ini dialokasikan kepada beberapa program seperti Kartu Indonesia Pintar (KIP) sebesar 11,1 triliun, KIP Kuliah sebesar 6,7 triliun, Beasiswa LPDP sebesar 1,8 triliun, keperluan riset LPDP sebesar 284,1 triliun, anggaran bos sebesar 64 triliun serta pembangunan kepada sekolah maupun pembangunan kampus sebesar 4,4 triliun.

Khusus untuk kemendikbud tahun 2020 ini anggaran kemendikbud memang mengalami penurunan sebesar Rp 4,9 triliun sebagai dampak kebijakan pemerintah dalam realokasi dan refocussing Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2020 untuk mendukung penanganan bencana non-alam Covid-19. Pemotongan biaya ini meliputi biaya kunjungan dinas, rapat-rapat dan acara-acara yang tidak dapat dilakukan di wilayah kementrian. Pemerintah memprioritaskan saat ini anggaran pendidikan digunakan untuk membantu siswa dan sekolah yang terdampak Covid-19, Program KIP serta penyelenggaran pembelajaran jarak jauh.[16]

Tabel 3. Penerima Program Kartu Indonesia Pintar Tahun 2019

6

Sumber : Kemendikbud [17]
Selain itu akibat pandemi ini penerima KIP Kuliah juga meningkat yang mana pada tahun 2020 ini kemendikbud mengalokasikan Rp6,7 Triliun untuk anggaran KIP Kuliah, hal ini meningkat dibanding tahun lalu yang mana pemerintah mengalokasikan dana sejumlah Rp 6 Triliun rupiah. Anggaran dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah juga meningkat di awal tahun 2020 ini. Pemerintah menganggarkan bahwa tahun ini pemberian dana bos sebesar 64 Triliun rupiah. Peningkatan ini terdapat dalam BOS Afirmasi dan BOS Reguler. Bos Reguler diperuntukkan untuk pembelian alat multi media pembelajaran, pemeliharaan dan perawatan sarana sekolah, dan penerimaan peserta didik baru. BOS Kinerja diberikan kepada sekolah yang berkinerja baik meningkatkan rapor mutu pendidikan agar mencapai standar nasional pendidikan. Sedangkan BOS Afirmasi digunakan untuk mendukung operasional rutin sekolah di daerah tertinggal, terluar dan terdepan (3T).

Tabel 4 Peningkatan Pemberian Dana BOS Perorang

7
Pandangan Masyarakat 
Sumber : Kemenkeu[18]

Banyaknya program yang telah dilakukan oleh pemerintah seperti penngkatan BOS dan peningkatan pemberian beasiswa nyatanya tidak membuat masyarakat menjadi termudahkan. Kajian yang dilakukan oleh SMERU menyatakan bahwa dengan adanya pandemi ini membuat terjadinya ketimpangan pembelajaran. Bagi siswa yang memiliki orang tua yang berpenghasilan rendah mereka cenderung kesulitan dalam mengakses pembelajaran hal ini diakibatkan oleh ketimpangan dalam infrastruktur pendidikan, dan terbatasnya akses informasi. Bagi siswa yang memiliki orang tua dengan penghasilan rendah, orang tua mereka cenderung tidak peduli terhadap perkembangan anak terutama dalam hal penguasaan materi pembelajaran.[19] Kondisi yang seperti ini membuat ancaman putus sekolah semakin meningkat terutama di masa pandemi saat ini, salah satu contoh adalah adanya kasus seperti di Garut seorang ayah viral mencuri sebuah hp untuk digunakan anaknya sekolah online.[20] Selain itu di Bogor seorang siswa SMA rela menjual ayam satu-satunya untuk membeli sebuah hp demi bisa mengikuti pembelajaran secara daring.[21]

Permasalahan angka putus sekolah semakin kompleks karena nyatanya program yang dibuat oleh pemerintah mengalami beberapa kendala. Seperti penerima program KIP (Kartu Indonesia Pintar) yang tidak tepat sasaran yang disebabkan oleh beberapa faktor seperti peggunaan data survey yang digunakan oleh pemerintah adalah data lama sehingga banyak kasus siswa yang sudah tamat SMK tetap mendapat KIP, contoh lainnya adalah temuan kasus banyak menemukan bahwa identifikasi kelompok penerima KIP tidak tepat sasaran sehingga masyarakat yang miskin serta rentan miskin tidak mendapatkan bantuan KIP.[22] Selain itu, banyak masyarakat menganggap bahwa bantuan beasiswa yang di berikan oleh pemerintah belum mencukupi kebutuhan dari sang penerima yang mana pemberian beasiswa hanya mencukupi untuk keringanan biaya SPP sedangkan uang saku, uang transpot serta keperluan sekolah lain belum tercukupi.[23] Penyaluran bos yang sering kali terlambat juga membuat sekolah menjadi salah satu alasan yang menghambat operasional sekolah sehingga beberapa program sekolah menjadi terhambat.

Permasalahan menjadi semakin kompleks ketika masih banyak pandangan masyarakat Indonesia yang menganggap pendidikan bukan menjadi hal penting bagi mereka. Masih banyak masyarakat yang beranggapan bahwa setelah tamat SLTA lebih baik bekerja dan menghasilkan uang untuk keluarga.[24] Selain itu banyak masyarakat juga masih menganggap bahwa semakin tinggi pendidikan anaknya maka semakin banyak biaya yang dikeluarkan terutama kepada anak perempuan.[25]

Kesimpulan

Meningkatnya angka putus sekolah di Indonesia harus di tangani dengan serius oleh pemerintah terutama Kemendikbud, apalagi pendidikan merupakan faktor terpenting dalam pembangunan suatu negara. Dengan adanya peningkatan kualitas pendidikan maka rantai lingkaran setan kemiskinan dapat diputus, sehingga tujuan pemerintah dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia dapat tercapai. Maka dari itu kami Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana merekomendasikan saran dalam menanggapi kasus angka putus sekolah ini berupa pengambilan sikap :

  1. Pemerintah diharapkan untuk terus menggiatkan berbagai program penuntasan kasus putus sekolah serta menciptakan berbagai kebijakan strategis sehingga angka putus sekolah dapat menurun.
  2. Perguruan Tinggi diharapkan mampu menggerakkan mahasiswa untuk mengurangi angka putus sekolah terutama di daerah pelosok dengan cara pengembangan program Indonesia Mengajar.

Untuk mengunduh kajian diatas, bisa diakses melalui link dibawah ini :

Wajah Pendidikan Indonesia di Tengah Pandemi

Daftar Pustaka

  1. Suleman, S.A. and Resnawaty, R., 2017. Program Keluarga Harapan (PKH): Antara Perlindungan Sosial Dan Pengentasan Kemiskinan. Prosiding Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, 4(1), pp.88-92.
  2. Saleh, M., 2020, May. Merdeka Belajar di Tengah Pandemi Covid-19. In Prosiding Seminar Nasional Hardiknas (Vol. 1, pp. 51-56).
  3. Kadji, Y., 2012. Kemiskinan dan Konsep teoritisnya. Guru Besar Kebijakan Publik Fakultas Ekonmi Dan Bisnis UNG.
  4. Badan Pusat Statistik 2020 Profil Kemiskinan di Indonesia
  5. Jutaan Anak Beresiko Jadi Pekerja Bawah Umur Akibat Pandemi. (Terdapat pada : https://republika.co.id/berita/qbtctb459/jutaan-anak-berisiko-jadi-pekerja-bawah-umur-akibat-pandemi) Diakses : 20 November 2020
  6. BPS, Pekerja Anak di Indonesia
  7. Save The Children 2020. (Terdapat pada : https:// campaigns.savethechildren.net/global-childhood-report#rankings).
  8. 2014.Pengaruh Status Sosial Ekonomi Keluarga Terhadap Motif Menikah Dini di Pedesaan. IPB
  9. BBC Indonesia. Pendidikan anak : Hampir 10 juta anak “berisikputus sekolah permanen (Terdapat pada : https://www.bbc.com/indonesia/majalah-53385718) Diakses : 20 November 2020
  10. Unicef Indonesia. Pendidikan dan Remaja (Terdapat pada : https://www.unicef.org/indonesia/id/pendidikan-dan-remaja) Diakses 20 November 2020
  11. Statistik Data Kemendikbud. Jumlah Siswa Putus Sekolah di Indonesia (Terdapat pada : http://statistik.data.kemdikbud.go.id/) Diakses : 20 November 2020
  12. BPS 2019. Potret Pendidikan Indonesia Statistik Pendidikan 2019
  13. 2019. Statistik Pendidikan Indonesia 2019
  14. Natasha, Harum. 2013. Ketidaksetaraan Gender Dalam Pendidikan : Faktor Penyebab, Dampak, Solusi. Fakultas Keguruan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Riau
  15. go.id (Terdapat pada : https://www.kemenkeu.go.id/apbn2020).
  16. go.id. Komisi X DPR RI Sepakat Perubahan Anggaran Kemendikbud 4,9 Triliun (Terdapat pada : https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2020/05/komisi-x-dpr-ri-sepakat-perubahan-anggaran-kemendikbud-rp49-triliun).
  17. Kemendikbud Neraca Pendidikan Daerah
  18. go.id Dana BOS Tahun 2020 Naik dan Bisa Cair
  19. The SMERU Research Institute. Belajar Dari Rumah: Potret Ketimpangan Pembelajaran Pada Masa Pandemi COVID-19
  20. com. Jejak Ayah di Garut Curi Ponsel demi Anak Belajar Daring. (Terdapat pada : https://news.detik.com/berita-jawa-barat/d-5157704/jejak-berkah-ayah-di-garut-yang-curi-ponsel-demi-anak-belajar-daring).
  21. com. Siswa Miskin Jual Ayam Satu-satunya Demi Beli HP Baru Belajar Online. (Terdapa pada : https://www.suara.com/news/2020/08/10/130336/siswa-miskin-jual-ayam-satu-satunya-demi-beli-hp-untuk-belajar-online?page=all).
  22. Penyaluran Dana PIP Tidak Tepat Sasaran (Terdapat pada : https://www.victorynews.id/penyaluran-dana-pip-tidak-tepat-sasaran/).
  23. 2019. Kecenderungan Putus Sekolah Anak Di Desa Bandung Kecamatan Pecalungan Kabupaten Batang. Skripsi
  24. Nurjamilah, Lelah. Rendahnya Kesadaran Masyarakat Terhadap Pendidikan di Desa Tegallega. Institut Islam Agama Cipasung.
  25. 2013. Latar Belakang Rendahnya Kesadaran Orang Tua Terhadap Pendidikan Anak Perempuan. Jurusan Psikologi Universitas Semarang Indonesia.

[1] Suleman, S.A. and Resnawaty, R., 2017. Program Keluarga Harapan (PKH): Antara Perlindungan Sosial Dan Pengentasan Kemiskinan. Prosiding Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat4(1), pp.88-92.

[2] Saleh, M., 2020, May. Merdeka Belajar di Tengah Pandemi Covid-19. In Prosiding Seminar Nasional Hardiknas (Vol. 1, pp. 51-56).

[3] Kadji, Y., 2012. Kemiskinan dan Konsep teoritisnya. Guru Besar Kebijakan Publik Fakultas Ekonmi Dan Bisnis UNG.

[4] Badan Pusat Statistik 2020 Profil Kemiskinan di Indonesia

[5] Republika. Jutaan Anak Beresiko Jadi Pekerja Bawah Umur Akibat Pandemi. (Terdapat pada : https://republika.co.id/berita/qbtctb459/jutaan-anak-berisiko-jadi-pekerja-bawah-umur-akibat-pandemi) Diakses : 20 November 2020

[6] BPS, Pekerja Anak di Indonesia

[7] Save The Children 2020. (Terdapat pada : https:// campaigns.savethechildren.net/global-childhood-report#rankings).

[8] Wulandari. 2014.Pengaruh Status Sosial Ekonomi Keluarga Terhadap Motif Menikah Dini di Pedesaan. IPB

[9] BBC Indonesia. Pendidikan anak : Hampir 10 juta anak “berisikputus sekolah permanen (Terdapat pada : https://www.bbc.com/indonesia/majalah-53385718) Diakses : 20 November 2020

[10] Unicef Indonesia. Pendidikan dan Remaja (Terdapat pada : https://www.unicef.org/indonesia/id/pendidikan-dan-remaja) Diakses 20 November 2020

 

[11] Statistik Data Kemendikbud. Jumlah Siswa Putus Sekolah di Indonesia (Terdapat pada : http://statistik.data.kemdikbud.go.id/) Diakses : 20 November 2020

[12] BPS 2019. Potret Pendidikan Indonesia Statistik Pendidikan 2019

[13] BPS. 2019. Statistik Pendidikan Indonesia 2019

[14] Natasha, Harum. 2013. Ketidaksetaraan Gender Dalam Pendidikan : Faktor Penyebab, Dampak, Solusi. Fakultas Keguruan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Riau

[15] Kemenkeu.go.id (Terdapat pada : https://www.kemenkeu.go.id/apbn2020).

[16] Kemendikbud.go.id. Komisi X DPR RI Sepakat Perubahan Anggaran Kemendikbud 4,9 Triliun (Terdapat pada : https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2020/05/komisi-x-dpr-ri-sepakat-perubahan-anggaran-kemendikbud-rp49-triliun).

[17] Kemendikbud Neraca Pendidikan Daerah

[18] Kemenkeu.go.id Dana BOS Tahun 2020 Naik dan Bisa Cair

[19] The SMERU Research Institute. Belajar Dari Rumah: Potret Ketimpangan Pembelajaran Pada Masa Pandemi COVID-19

[20] Detik.com. Jejak Ayah di Garut Curi Ponsel demi Anak Belajar Daring. (Terdapat pada : https://news.detik.com/berita-jawa-barat/d-5157704/jejak-berkah-ayah-di-garut-yang-curi-ponsel-demi-anak-belajar-daring).

[21] Suara.com. Siswa Miskin Jual Ayam Satu-satunya Demi Beli HP Baru Belajar Online. (Terdapa pada : https://www.suara.com/news/2020/08/10/130336/siswa-miskin-jual-ayam-satu-satunya-demi-beli-hp-untuk-belajar-online?page=all).

[22] Victorynews. Penyaluran Dana PIP Tidak Tepat Sasaran (Terdapat pada : https://www.victorynews.id/penyaluran-dana-pip-tidak-tepat-sasaran/).

[23] Kamalia. 2019. Kecenderungan Putus Sekolah Anak Di Desa Bandung Kecamatan Pecalungan Kabupaten Batang. Skripsi

[24] Nurjamilah, Lelah. Rendahnya Kesadaran Masyarakat Terhadap Pendidikan di Desa Tegallega. Institut Islam Agama Cipasung.

[25] Muamaroh. 2013. Latar Belakang Rendahnya Kesadaran Orang Tua Terhadap Pendidikan Anak Perempuan. Jurusan Psikologi Universitas Semarang Indonesia.

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *