474278

Merosotnya Pariwisata sebagai Jantung Ekonomi Bali

Merosotnya Pariwisata sebagai Jantung Ekonomi Bali
Oleh: BEM FEB se-Bali

Semenjak diberlakukannya Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. 11 Tahun 2020 Tentang Pelarangan Sementara Orang Asing Masuk Wilayah Negara Republik Indonesia, terjadi penurunan kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia yang tentunya sangat berdampak terhadap Bali yang sebagian besar ekonominya berasal dari pariwisata. Hal ini terbukti karena kontraksi pertumbuhan ekonomi Bali merupakan yang terparah se-Indonesia. Berdasarkan data BPS, kontraksi pertumbuhan ekonomi Bali paling dalam berada pada triwulan III 2020 yang tercatat minus 12,32 persen yoy (Year on Year). Pada triwulan IV 2020 pertumbuhan ekonomi Bali tercatat minus 12,21 persen yoy, lebih rendah dari capaian pertumbuhan triwulanan Nasional. Terpuruknya perekonomian Bali ini pada dasarnya berakar pada ketergantungan Bali terhadap sektor pariwisata.

Untuk kajian selengkapnya dapat dibaca pada link berikut:

Merosotnya Pariwisata sebagai Jantung Ekonomi Bali

Cover Kastrat Release Mei

Menelisik Middle Income Trap yang Menghantui Perekonomian Indonesia

Menelisik Middle Income Trapang Menghantui

Perekonomian Indonesia

Oleh

Badan Eksekutif Mahasiswa

Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Udayana

Pendahuluan

Indonesia diprediksi menjadi salah satu penggerak pertumbuhan ekonomi dunia dalam beberapa dekade ke depan. Sekarang Indonesia berada pada level middle income dan masih dalam perjalanannya menjadi negara dengan high income.[1] Middle income trap mengacu pada suatu kondisi dimana negara-negara berpenghasilan menengah tidak mampu    mempertahankan tingkat pertumbuhan ekonomi    yang    cukup    stabil    untuk mencapai kelompok incomeyang baru sebagai negara-negara berpenghasilan tinggi.  Sehingga terjebak dalam kelompok middle income.[2] Kondisi ini banyak terjadi pada negara yang tak mampu berpindah dari pendapatan menengah ke pendapatan tinggi. Suatu negara idealnya bergerak dari tingkat pendapatan per kapita rendah ke tingkat menengah dan akhirnya ke tingkat pendapatan per kapita tinggi.[3]

Indonesia saat ini baru saja keluar dari level lower middle income menjadi upper middle income, yang artinya Indonesia masih membutuhkan banyak waktu, sumber daya, dan berbagai kebijakan untuk bisa meningkat menuju high income nation.2 Salah satu penghambat Indonesia sulit keluar dari Middle Income Trap yaitu maraknya kasus korupsi yang kian bertambah. Tingkat korupsi merupakan salah satu faktor penting karena tingkat korupsi yang rendah akan memberikan kepastian bahwa masyarakat telah menerima apa yang seharusnya diterimanya dari berbagai program yang dilaksanakan pemerintah.

Ketika terjadi korupsi, akan terdapat dua hal yang akan menjadi terhambat, optimalisasi investasi yang masuk melalui negara, baik dari FDI (foreign direct investment) maupun keuangan. Hal ini karena jika persepsi korupsi tinggi maka dana yang masuk akan terhambat

[1] Febtiyanto, Yugo. 2016. “Analisis Faktor-Faktor Penentu Pendapatan Per Kapita Sebagai Upaya Menghindari Middle Income Trap (Studi Kasus Indonesia)”.

[2] Lumbangaol, Hotmaria Elecktawati dan Ernawati Pasaribu. 2018. “Eksistensi dan Determinan Middle Income Trap di Indonesia”

[3] Nurfajar, Ariska. 2015. “Peluang Negara Berpendapatan Menengah Terjebak Middle Income Trap Tahun 2012”.

sehingga arus investasi menjadi sedikit dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang rendah dan rencana pembangunan infrastruktur untuk menunjang ekonomi sulit terjadi sehingga akan menghambat Indonesia keluar dari middle income trap. [4]

Perbandingan GNI Indonesia dengan Beberapa Negara ASEAN dan Negara Lain yang Juga Mengalami Kenaikan Level Income

Pada tahun 2019, World Bank mengeluarkan klasifikasi mengenai pendapatan per kapita pada suatu negara. World Bank mengklasifikasikan suatu negara menjadi empat (4) kategori, yaitu:

  1. Low income, yakni negara-negara dengan pendapatan per kapita nya sebesar < US$ 1,036;
  2. Lower-middle income, yakni negara-negara dengan pendapatan per kapita nya sebesar US$ 1,036 – US$ 4,045;
  3. Upper-middle income, yakni negara-ngara dengan pendapatan per kapita nya sebesar US$ 4,046 – US$ 12,535; dan
  4. High income, yang berarti negara-negara dengan pendapatan per kapita nya sebesar ˃ US$ 12,535.

Tujuan dibentuknya klasifikasi-klasifikasi tersebut adalah agar World Bank dapat dengan mudah mengelompokan negara-negara yang ada di dunia berdasarkan pendapatan per kapitanya dengan syarat-syarat yang ada.

Pada tanggal 01 Juli 2020, berdasarkan data dari World Bank, Indonesia telah masuk ke dalam klasifikasi upper-middle income yang dimana sebelumnya Indonesia berada pada klasifikasi lower-middle income. Hal ini berdasarkan GNI (Gross National Income) per kapita Indonesia yang dimana, pada tahun 2019 sebesar US$ 3,840 dan naik pada tahun 2020 menjadi sebesar US$ 4,050. Bukan hanya Indonesia yang mengalami kenaikan, terdapat enam (6) negara lainnya yang juga mengalami kenaikan GNI (Gross National Incomes).[5]

[4] Wibowo, Tri. 2016. “Ketimpangan Pendapatan dan Middle Income Trap”. Kajian Ekonomi Keuangan Vol. 20(2)

[5] World Bank. 2020. “New World Bank Country Classification by Income Level: 2020 – 2021”. (Terdapat pada: https://blogs.worldbank.org/opendata/new-world-bank-country-classifications-income-level-2020-2021 Diakses pada 16 Mei 2021)

WhatsApp Image 2021-05-26 at 10.09.29 PM

Sumber: World Bank

Berdasarkan data mengenai kenaikan GNI (Gross National Income) per kapita Indonesia, ternyata Indonesia berada di posisi yang sangat tipis dengan data minimum GNI (Gross National Income) per kapita yang telah dibuat oleh World Bank. Hal tersebut menyebabkan Indonesia menjadi salah satu negara yang berada di urutan terbawah dalam klasifikasi Upper-middle income, yakni sebesar US$ 4,050.

GNI (Gross National Income) per kapita yang didapat oleh Indonesia ternyata lebih tinggi dari negara ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) berikut, yakni Filipina dengan pendapatan sebesar US$ 3,850; Vietnam dengan pendapatan sebesar US$ 2,540; dan Myanmar dengan pendapatan sebesar US$ 1,390. Namun, untuk GNI (Gross National Income) per kapita Indonesia lebih rendah dengan negara-negara tetangga yang berdekatan dengan wilayah Indonesia, yakni Thailand dengan pendapatan sebesar US$ 7,620; Brunei Darussalam dengan pendapatan sebesar US$ 32,230; dan Singapura dengan pendapatan sebesar US$ 59,590.[6]

Indonesia Terjebak dalam Status Middle Income

Kenaikan status Indonesia dari Lower Middle Income menjadi Upper Middle Income merupakan kabar yang cukup menggembirakan. Kementrian Keuangan menyatakan bahwa hal ini akan meningkatkan kepercayaan dan persepsi investor maupun mitra dagang terhadap Indonesia, serta semakin dekat dengan target negara maju 2045.[7] Namun, jika dibandingkan negara tetangga, Indonesia tergolong lamban untuk keluar dari Lower Middle Income. Menurut peneliti dari Institute of Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira, dampak kenaikan status sebagai negara pendapatan menengah atas lebih negatif bagi kepentingan Indonesia. Pasalnya, Indonesia dianggap mampu membayar bunga dengan rate lebih mahal yang membuat biaya utang pemerintah lebih mahal. Sejumlah negara juga semakin memiliki alasan kuat untuk mencabut fasilitas perdagangan ke Indonesia karena status negara yang dianggap sudah lebih mampu. Misalnya AS yang menerapkan fasilitas GSP (Generalized System of Preferences) yakni pembebasan tarif bea masuk yang menguntungkan produk buatan Indonesia. Indonesia bisa saja dikeluarkan dari list negara penerima fasilitas tersebut sehingga berdampak buruk bagi neraca perdagangan. Dengan naiknya status Indonesia ini dikhawatirkan Indonesia akan semakin terjebak dalam perangkap negara pendapatan menengah.[8]

Dilihat dari perkembangannya, pendapatan per kapita Indonesia menunjukan peningkatan empat kali lipat periode tahun 1976-2015 (World Bank, 2016). Inilah yang

[6] Liputan 6. 2020. “Bank Dunia: Indonesia Urutan Terbawah di Daftar Negara Kelas Menengah Atas”. (Terdapat pada: https://www.liputan6.com/global/read/4296764/bank-dunia-indonesia-urutan-terbawah-di-daftar-negara-kelas-menengah-atas Diakses pada 16 Mei 2021)

[7] Kementrian Keuangan Republik Indonesia. 2020. “Di Tengah Pandemi, Indonesia Naik Peringkat menjadi Upper Middle Income Country” (Terdapat pada: Di Tengah Pandemi, Indonesia Naik Peringkat menjadi Upper Middle Income Country (kemenkeu.go.id) Diakses pada 16 Mei 2021)

[8] Tirto.Id. 2020. “Untung Rugi Indonesia Naik Kelas Jadi Negara Upper Middle Income” (Terdapat pada: Untung Rugi Indonesia Naik Kelas Jadi Negara Upper Middle Income – Tirto.ID Diakses pada 16 Mei 2021)

membuat Indonesia mampu menaikan statusnya yang negara berpendapatan rendah (Low Income Country) ke negara pendapatan menengah bawah (Lower Middle Income Country). Lantas, pada pertengahan 2020 silam Bank Dunia menaikkan status Indonesia menjadi negara pendapatan menengah atas (Upper Middle Income Country). Kenaikan status Indonesia tersebut merupakan bukti ketahanan ekonomi Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Namun, jika di ulas kembali berdasarkan klasifikasi Bank Dunia, Indonesia telah masuk dalam kelompok negara pendapatan menengah ke bawah selama 23 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan pendapatan di Indonesia tidak stabil sehingga berisiko menempatkan Indonesia pada perangkap pendapatan menengah (Middle Income Trap).

Pertumbuhan Indonesia sangat menjanjikan, namun ada beberapa faktor yang bisa membuat Indonesia terjebak dalam status middle income ini. Kondisi Pendapatan Nasional Bruto (PNB) per kapita Indonesia yang awalnya meningkat tajam dan pada tahun berikutnya menunjukan pertumbuhan yang konstan bahkan menurun mengindikasikan Indonesia mengalami perlambatan pertumbuhan, hal ini menjadi faktor pendukung Indonesia masuk dalam Middle Income Trap. Lalu, laju pertumbuhan pertanian, manufaktur, jasa dan pendidikan tenaga kerja juga berpengaruh signifikan. Suatu negara untuk bertransisi menuju negara maju harus melewati tahapan transformasi dari pertanian, manufaktur, dan jasa. Fakta di lapangan menunjukkan, Indonesia tidak melewati tahapan transisi di sektor manufaktur dengan baik, namun mendapatkan penguatan di sektor pertanian dan jasa. Kondisi ini kurang baik bagi perekonomian Indonesia karena sektor manufaktur lebih banyak menyerap jumlah tenaga kerja sehingga banyak penduduk Indonesia yang tidak termanfaatkan serta bonus demografi yang seharusnya menguntungkan akan bermasalah bagi pembangunan Indonesia. Hal inilah yang menjadi penyebab pertumbuhan ekonomi menjadi stagnan dan terjebak dalam pendapatan menengah. Kurangnya pembangunan sistem pendidikan yang merata juga menjadi faktor pendukung. Hal ini sangat penting karena peningkatan kapasitas dan kompetensi SDM melalui pembangunan sistem pendidikan menengah dan tersier akan mencetak SDM profesional sehingga tranformasi pembangunan akan berjalan baik.[9]

[9] Lumbangaol, Hotmaria Elecktawati dan Ernawati Pasaribu. 2018. “Eksistensi dan Determinan Middle Income Trap di Indonesia”

Garis Besar Rencana Indonesia yang Keluar dari Middle Income Trap di Tahun 2045

Dari tahun 2016 hingga 2045, Indonesia telah mencapai angka pertumbuhan tahunan sebesar 5,7% dengan terus melakukan reformasi struktural, memanfaatkan deviden demografis dan kemajuan teknologi, serta meningkatkan daya saing ekonomi. Indonesia diperkirakan akan menjadi negara berpenghasilan tinggi pada tahun 2036 dan menjadi negara dengan PDB terbesar kelima pada tahun 2045.

WhatsApp Image 2021-05-26 at 10.09.29 PM (1)

Sumber: Kementrian PPN / Bappenas.

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan inklusif akan meningkatkan jumlah kelompok berpenghasilan menengah menjadi sekitar 70% dari populasi Indonesia pada tahun 2045. Oleh karena itu, Indonesia harus menetapkan tujuan untuk menghilangkan middle income trap pada tahun 2036. Dengan demikian, pada tahun 2045 Indonesia dapat bertransformasi dari negara berkembang menjadi negara maju.

Namun, karena pandemi Covid-19 rencana tersebut diperkirakan akan terlewat. Krisis akibat wabah telah mempengaruhi banyak sektor terutama yang bergerak di bidang transportasi, logistik, pergudangan, manufaktur dan jasa sehingga pertumbuhan ekonomi pada tahun 2020 akan melambat.[10] Selain itu, menurut data tren penuntutan kasus korupsi tahun 2019, kasus korupsi mengalami peningkatan dari tahun ke tahun dan korupsi pada pengadaan telah menyebabkan negara rugi sebesar 957,3 miliar rupiah dan suap 91,5 miliar rupiah.

[10] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). 2019. Indonesia 2045: Berdaulat, Maju, Adil, dan Makmur. Jakarta.

Menurut peta distribusi departemen yang dilakukan oleh ICW (Indonesia Corruption Watch) pada 2018 dan 2019 korupsi di Indonesia dapat dikaitkan dengan anggaran desa, transportasi, pemerintahan, pendidikan, dan perdagangan. Bukti empiris menunjukkan bahwa korupsi akan meningkatkan inefisiensi pengeluaran pemerintah dan mengurangi potensi investasi suatu negara. Hal ini juga akan mengakibatkan penurunan pertumbuhan ekonomi dan ketidakstabilan politik, sehingga membuat situasi ini mempengaruhi kinerja pembangunan dan menggangu upaya untuk keluar dari middle income trap. [11]

[11] Komisi Pemberantasan Korupsi. 2020. “Dokumen Rencana Strategis”. (Terdapat pada: https://www.kpk.go.id/images/Renstra-2020-2024.pdf Diakses pada 17 Mei 2021)

WhatsApp Image 2021-05-26 at 10.09.30 PM

Sumber: Tren Penindakan Kasus Korupsi Tahun 2018 dan 2019 (ICW)

Dalam hal ini, upaya pencegahan korupsi menjadi penting dan pemerintah mendorong transformasi ekonomi agar dapat keluar dari middle income trap pada tahun 2035. Selain itu, praktik korupsi ternyata menghambat kecepatan investasi, pertumbuhan ekonomi, dan penciptaan lapangan kerja. Di sisi lain, adanya “UU Cipta Kerja” diharapkan dapat berperan dalam pencegahan korupsi dan percepatan upaya pemerintah dalam melakukan transformasi perekonomian nasional. Pasalnya, regulasi tersebut akan meningkatkan transparansi penataan ruang dan bidang pertanahan, mempermudah perizinan usaha, menjamin pelayanan investasi, mempermudah UMKM dalam menjalankan usaha, dan meningkatkan perlindungan hukum bagi pelaku usaha hingga penerapan dan sanksi. Oleh karena itu diharapkan Indonesia bisa lepas dari middle income trap.[12]

[12] Detik. 2021. “RI Mau Keluar dari Jebakan Ini, Please Jangan Korupsi”. (Terdapat pada: https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-5530621/ri-mau-keluar-dari-jebakan-ini-please-jangan-korupsi Diakses pada 17 Mei 2021)

Cara Agar Indonesia Lolos dari Middle Income Trap

Untuk keluar dari middle income trap pemerintah perlu meningkatkan ekspor dan foreign direct investment (FDI) serta melakukan strategi yang tepat dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, salah satunya yang menjadi target pemerintahan Jokowi saat ini adalah pertumbuhan ekonomi menjadi 7% yaitu dengan cara investasi, memfokuskan sektor industri dan produktivitas domestik yang akan didorong untuk peningkatan ekspor, serta pertumbuhan ekonomi seperti Gross Domestic Product (GDP), Human Development Index (HDI), Age Dependency Ratio (ADR), Inflasi, Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB), dan nilai tukar rupiah (Kurs) sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat suatu negara. [13]

Selain itu, pemerintah dapat mengambil berbagai alternatif solusi agar Indonesia bisa keluar dari middle income trap, yaitu dengan mengoptimalkan UMKM dengan cara memberi pendanaan rutin, peningkatan investasi, dan modifikasi produk yang sudah ada. Oleh karena itu, pelaku UMKM Indonesia dapat memodifikasi produknya untuk menarik banyak peminat dari pasar Internasional, sehingga bisa mendapatkan banyak keuntungan dan mendorong kegiatan ekspor serta memaksimalkan bonus demografi pemerintah untuk menciptakan tenaga kerja produktif yang kreatif dan inovatif. Dengan demikian, Indonesia diharapkan dapat keluar dari middle income trap sesuai target yang telah diprediksikan dan menjadi negara berpenghasilan tinggi.[14]

Kebijakan yang Diambil Pemerintah Sebagai Upaya Lepas dari Middle Income Trap

Pada saat ini kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah yakni fokus pada pembangunan SDM, infrastruktur, birokrasi, regulasi dan transformasi ekonomi untuk Indonesia menjadi negara yang produktif, kompetitif, dan memiliki institusi yang sangat efesien. [15] Adapun kebijakan lain yang diterapkan oleh pemerintah antara lain penguatan kawasan industri, yang dimana memberikan insentif berupa subsidi, fasilitas perpajakan dan kredit, serta kemudahan memperoleh valuta asing bagi perusahaan pionir. Pendekatan baru ini dipercaya lebih realistis, karena tidak ada negara yang bisa lepas dari status middle income tanpa diimbangi oleh kebijakan industri yang kuat. Artinya, pemerintah Indonesia perlu

[13] Kartika, Ritma. Dkk. 2021. Analisis Makro Ekonomi Sebagai Langkah Indonesia Keluar dari Middle Income. Inspire Journal Vol.1 No. 1 Mei 2021.

[14] Sepraldi, Petrus. Dkk. 2021. UMKM Kunci Indonesia Keluar dari Middle Income Trap. Inspire Journal Vol.1 No. 1 Mei 2021.

[15] Kompas. 2020. “Menurut Sri Mulyani, Ini Cara Agar RI Lolos dari Middle Income Trap”. (Terdapat pada: https://money.kompas.com/read/2020/06/18/213200326/menurut-sri-mulyani-ini-cara-agar-ri-lolos-dari-middle-income-trap Diakses pada 15 Mei 2021).

bertindak sebagai fasilitator dalam pasar yang efektif untuk mencapai inovasi teknologi dan peningkatan industri. Pasalnya, Indonesia juga harus mampu mempertahankan tingkat pertumbuhan tahunan sebesar 7% atau lebih tinggi selama 20 tahun dan menjadi negara berpenghasilan tinggi dengan dukungan kebijakan industri untuk meningkatkan diversifikasi industri negara. Dengan harapan disaat kita memperingati 100 tahun kemerdekaan pada tahun 2045Indonesia sudah lepas dari middle income trap.[16]

Kesimpulan

Dengan adanya peningkatan kasus korupsi dan pandemi Covid-19 yang menghambat pertumbuhan ekonomi RI, pemerintah tidak tinggal diam. Pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan sebagai upaya untuk lepas dari middle income trap, seperti fokus pada pembangunan sumber daya manusia (SDM), infrastruktur, birokrasi, regulasi dan transformasi ekonomi agar Indonesia menjadi negara yang produktif, kompetitif, dan memiliki highly efficient institution. Kebijakan tersebut dilakukan sebagai optimistis Indonesia berpeluang menjadi negara maju dengan ekonomi terkuat kelima di Dunia pada tahun 2045 dan sebagai salah satu dari negara yang diperkirakan akan menjadi motor penggerak pertumbuhan Asia hingga tahun 2050. Dengan melihat adanya berbagai kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah, besar harapannya agar pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat bangkit secara perlahan hingga dapat lepas dari middle income trap.

 

[16] Sony. 2020. ‘Stabilitas Ekonomi dan Politik Sangat Penting agar Kebijakan Industrialisasi di Indonesia dapat Berhasil”. (Terdapat pada: https://feb.ugm.ac.id/id/berita/3107-kebijakan-industri-dan-perannya-untuk-menghadapi-middle-income-trap Diakses pada 15 Mei 2021).

Untuk mengunduh kajian diatas, bisa diakses melalui link dibawah ini:

Menelisik Middle Income Trapang Menghantui

Perekonomian Indonesia

Daftar Pustaka

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). 2019. Indonesia 2045: Berdaulat, Maju, Adil, dan Makmur. Jakarta.

Detik. 2021. “RI Mau Keluar dari Jebakan Ini, Please Jangan Korupsi”. (Terdapat pada: https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-5530621/ri-mau-keluar-dari-jebakan-ini-please-jangan-korupsi Diakses pada 17 Mei 2021)

Febtiyanto, Yugo. 2016. “Analisis Faktor-Faktor Penentu Pendapatan Per Kapita Sebagai Upaya Menghindari Middle Income Trap (Studi Kasus Indonesia)”.

Kartika, Ritma. Dkk. 2021. Analisis Makro Ekonomi Sebagai Langkah Indonesia Keluar dari Middle Income. Inspire Journal Vol.1 No. 1 Mei 2021.

Kementrian Keuangan Republik Indonesia. 2020. “Di Tengah Pandemi, Indonesia Naik Peringkat menjadi Upper Middle Income Country” (Terdapat pada: Di Tengah Pandemi, Indonesia Naik Peringkat menjadi Upper Middle Income Country (kemenkeu.go.id) Diakses pada 16 Mei 2021)

Komisi Pemberantasan Korupsi. 2020. “Dokumen Rencana Strategis”. (Terdapat pada: https://www.kpk.go.id/images/Renstra-2020-2024.pdf Diakses pada 17 Mei 2021)

Kompas. 2020. “Menurut Sri Mulyani, Ini Cara Agar RI Lolos dari Middle Income Trap”. (Terdapat pada: https://money.kompas.com/read/2020/06/18/213200326/menurut-sri-mulyani-ini-cara-agar-ri-lolos-dari-middle-income-trap Diakses pada 15 Mei 2021).

Liputan 6. 2020. “Bank Dunia: Indonesia Urutan Terbawah di Daftar Negara Kelas Menengah Atas”. (Terdapat pada: https://www.liputan6.com/global/read/4296764/bank-dunia-indonesia-urutan-terbawah-di-daftar-negara-kelas-menengah-atas Diakses pada 16 Mei 2021)

Lumbangaol, Hotmaria Elecktawati dan Ernawati Pasaribu. 2018. “Eksistensi dan Determinan Middle Income Trap di Indonesia”

Nurfajar, Ariska. 2015. “Peluang Negara Berpendapatan Menengah Terjebak Middle Income Trap Tahun 2012”.

Sepraldi, Petrus. Dkk. 2021. UMKM Kunci Indonesia Keluar dari Middle Income Trap. Inspire Journal Vol.1 No. 1 Mei 2021.

Sony. 2020. ‘Stabilitas Ekonomi dan Politik Sangat Penting agar Kebijakan Industrialisasi di Indonesia dapat Berhasil”. (Terdapat pada: https://feb.ugm.ac.id/id/berita/3107-kebijakan-industri-dan-perannya-untuk-menghadapi-middle-income-trap Diakses pada 15 Mei 2021).

Tirto.Id. 2020. “Untung Rugi Indonesia Naik Kelas Jadi Negara Upper Middle Income” (Terdapat pada: Untung Rugi Indonesia Naik Kelas Jadi Negara Upper Middle Income – Tirto.ID Diakses pada 16 Mei 2021)

Wibowo, Tri. 2016. “Ketimpangan Pendapatan dan Middle Income Trap”. Kajian Ekonomi Keuangan Vol. 20 (2)

World Bank. 2020. “New World Bank Country Classification by Income Level: 2020 – 2021”. (Terdapat pada: https://blogs.worldbank.org/opendata/new-world-bank-country-classifications-income-level-2020-2021 Diakses pada 16 Mei 2021)

 

S__214687752

Mengulik Tingkat Konsumsi Masyarakat Saat Ini, Kian Merosot atau Justru Meroket?

Mengulik Tingkat Konsumsi Masyarakat Saat Ini,

Kian Merosot atau Justru Meroket?

Oleh

Badan Eksekutif Mahasiswa

Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Udayana

 

Pendahuluan

Pandemi Covid-19 telah memberikan dampak yang besar pada ekonomi dan seluruh sektor kehidupan masyarakat. Virus yang tengah mewabah di masyarakat ini tidak hanya menyebabkan ribuan orang kehilangan nyawa, namun juga menyebabkan turunnya pertumbuhan ekonomi. Menurunnya pertumbuhan ekonomi pada masa pandemi secara khusus disebabkan oleh daya beli masyarakat yang melemah karena pendapatannya menurun. Adanya pemutusan hubungan kerja (PHK) maupun pengurangan gaji tentunya membuat masyarakat lebih berhati-hati dalam mengelola pendapatannya.

Perekonomian di suatu negara dikatakan stabil apabila terdapat keseimbangan antara permintaan dan penawaran. Tentunya hal tersebut harus didukung dengan para pelaku usaha yaitu produsen dan juga masyarakat sebagai konsumennya. Sebagai konsumen, penurunan daya beli masyarakat yang terjadi pada saat pandemi Covid-19 akan memberikan dampak yang besar bagi perekonomian di suatu daerah.

Adanya kebijakan pembatasan sosial seperti PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) selama pandemi secara langsung maupun tidak langsung berdampak pada turunnya tingkat pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan I 2020 yang hanya berada di angka 2,84%, jika dibandingkan dengan angka pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada tahun 2019 yang mencapai 4,96% (year on year). Pemberlakuan PSBB ini mendorong masyarakat menjadi lebih berhati-hati dalam mengatur keuangan, salah satunya dengan mengubah pola konsumsi ke arah barang-barang kebutuhan pokok yang meliputi makanan & minuman, serta produk kesehatan.[1]

Produk Domestik Bruto dari Sisi Pengeluaran

Berikut ini merupakan data Produk Domestik Bruto (Pengeluaran) atas dasar harga berlaku di Indonesia.

WhatsApp Image 2021-04-24 at 9.35.36 PM

Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)

Dilihat pada tabel diatas, Produk Domestik Bruto (Pengeluaran) untuk tahun 2020 mengalami penurunan jika dibandingkan dengan tahun 2019. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi penurunan pada pengeluaran konsumsi rumah tangga, dan konsumsi LNPRT (Lembaga Non-Profit yang Melayani Rumah Tangga). Di sisi lain, terjadi pertambahan pengeluaran pada konsumsi pemerintah, mengingat pada kondisi pandemi ini pemerintah menggelontorkan berbagai insentif guna mengatasi dampak pandemi Covid-19.[1]

Perubahan Pola Perilaku Konsumen Sebelum dan Sesudah Pandemi

Sebelum pandemi Covid-19 aktivitas konsumen dalam pencarian informasi terkait tempat, barang maupun jasa yang dibutuhkan banyak dilakukan secara langsung dengan mendatangi tempat/lokasi yang dituju. Sedangkan disaat pandemi, terjadi perubahan aktivitas konsumen dalam hal pencarian informasi terkait tempat, barang maupun jasa yaitu menjadi pencarian informasi secara tidak langsung atau secara online melalui berbagai marketplace yang tersedia[2]. Menurut data BPS sebanyak 27,20% responden mengalami peningkatan aktivitas belanja online akibat pandemi Covid-19 yang tentu berpengaruh terhadap PDB negara. Aktivitas belanja online mengalami peningkatan tajam selama masa pandemi Covid-19, yang disebabkan oleh terbatasnya ruang gerak selama pandemi yang membuat banyak masyarakat yang menghabiskan waktunya di dalam rumah, dan cenderung melakukan work form home[1]. Perilaku belanja masyarakat pada masa pandemi lebih memanfaatkan platform e-commerce, yang menyebabkan transaksi akan semakin mudah karena dilakukan secara online.

E-commerce di Indonesia mengalami peningkatan 5-10 kali selama pandemi Covid-19, transaksi online harian meningkat dari 3,1 juta menjadi 4,8 juta transaksi selama pandemi, terdapat penambahan pelanggan baru e-commercesebanyak 37%. Namun kondisi pembatasan sektor transportasi menjadi hambatan dalam proses pengiriman akibat pembatasan penerbangan dan penutupan bandara.

WhatsApp Image 2021-04-24 at 9.35.56 PM

Grafik pertumbuhan e-commerce

Berdasarkan data e-Conomy SEA 2020, tahun 2020 e-commerce menyumbangkan kenaikan pendapatan bagi negara. Sektor e-commerce mengalami kenaikan pendapatan hingga 54% atau menjadi USD 32 miliar pada 2020, dari USD 21 miliar pada 2019. Kenaikan pendapatan e-commerce di Indonesia disebabkan oleh peningkatan 5 kali lipat jumlah supplier lokal yang mencoba berjualan secara online selama pandemi Covid-19. Hal itu disebabkan karena masifnya program digitalisasi UMKM yang diluncurkan pemerintahan Jokowi di masa kedaruratan kesehatan. Pertumbuhan pesat pendapatan e-commerce ditunjang oleh 

peningkatkan konsumen digital pada tahun 2020. Sebanyak 37% konsumen baru digital mulai memanfaatkan layanan e-commerce karena pandemi Covid-19. Hal ini tentunya juga akan berpengaruh bagi kenaikan pendapatan negara.[1]

Konsumen Indonesia memiliki kontribusi besar terhadap produk domestik bruto (PDB) secara khusus dalam pembelanjaan barang maupun jasa konsumsi rumah tangga. Sedangkan bagi pelaku usaha, sistem belanja daring berpeluang memperoleh keuntungan yang lebih besar karena produk yang dijual dapat menjangkau wilayah yang lebih luas hingga ke daerah yang sebelumnya belum tersentuh bagian pemasaran.[2]

Kondisi Konsumsi Indonesia

Sebagai indikator kesejahteraan, tingkat konsumsi akan menentukan kualitas pembangunan manusia yang terekam dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Konsumsi penduduk Indonesia sebagian besar merupakan konsumsi rumah tangga yang menjadi prasyarat penting bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia, mengingat kondisi wilayah yang tersebar dengan beragam potensi sumber daya alam dan beragam kesenjangan yang terjadi antar wilayah maupun antar sektor. Peningkatkan aktivitas konsumsi dalam negeri dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi bangsa. Peningkatan konsumsi nasional secara tidak langsung akan membuat industri ekonomi dalam negeri akan tumbuh dengan baik.[3]

Untuk mengetahui dampak pandemi Covid-19 terhadap ekonomi rumah tangga, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melalui Pusat Penelitian Ekonomi telah melakukan survei yang menunjukkan bahwa ketidakstabilan kondisi perekonomian akibat pandemi Covid-19 semakin dirasakan dalam kehidupan masyarakat Indonesia, khususnya rumah tangga. Konsumsi rumah tangga, sebagai penopang utama perekonomian melambat secara signifikan, dimana pada akhirnya dapat mempengaruhi kinerja industri dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.

Rumah tangga Indonesia terdampak dari dua sisi secara bersamaan yaitu kontraksi pendapatan dan keterbatasan ruang konsumsi. Kontraksi pendapatan terjadi karena adanya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), pengurangan gaji, dan penurunan laba 

usaha. Sementara keterbatasan ruang konsumsi diantaranya karena adanya pembatasan mobilitas masyarakat. Hal ini juga sangat mempengaruhi kondisi konsumsi di Indonesia karena banyak masyarakat yang menahan laju pengeluaran rumah tangganya akibat pendapatan keluarga menurun atau bahkan karena kehilangan pekerjaan karena efek pandemi Covid-19. BPS mencatat ada 2,56 juta penduduk usia kerja menjadi pengangguran serta 1,77 juta penduduk bekerja namun untuk sementara tidak bekerja akibat Covid-19. Tertahannya laju pengeluaran rumah tangga menyebabkan laju pertumbuhan ekonomi pada komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga (PK-RT) tahun 2020 terkontraksi sebesar 2,63% dibandingkan 2019 (c-to-c). Padahal komponen PK-RT merupakan penyumbang terbesar PDB menurut pengeluaran atas dasar harga berlaku tahun 2020 sebesar 57,66%.[1]

Jika kondisi pertumbuhan ekonomi Indonesia dari sisi konsumsi saat pandemi Covid-19 tahun 2020 ini dibandingkan dengan saat terjadinya krisis moneter 1998, yaitu pada krisis 1998 nilai rupiah mengalami depresiasi sehingga harga barang impor menjadi relatif murah dan produk dalam negeri relatif mahal, akibatnya masyarakat memilih barang impor yang kualitasnya lebih baik. Selain itu, harga-harga barang kebutuhan pokok antara lain beras, kedelai, gandum, sayuram, buah-buahan dan jasa transportasi maupun produk-produk industri meningkat drastis sehingga mengakibatkan merosotnya daya beli masyarakat dan jumlah konsumsi masyarakat.[2] Kondisi ini menunjukkan bahwa terdapat persamaan pada saat pandemi Covid-19 dan krisis moneter 1998 yaitu daya beli masyarakat yang mengalami kemerosotan.

Namun jika dibandingkan dengan Krisis Subprime Mortgage AS (Krisis finansial global) pada tahun 2007-2009, maka terdapat perbedaan yakni kondisi pertumbuhan ekonomi Indonesia saat pandemi Covid-19 mengalami kontraksi dan daya beli masyarakat menurun, berbanding terbalik dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia saat krisis tahun 2009 yang masih tumbuh positif (4,6%). Hal ini dikarenakan kontribusi perekonomian Indonesia saat itu masih didominasi oleh konsumsi yang menyumbang lebih dari 50% PDB. Pertumbuhan ekonomi Indonesia ini didukung oleh konsumsi yang porsinya mencapai sekitar 57%, konsumsi pemerintah sekitar 8%, investasi sekitar 24%, dan net ekspor sekitar 10%. Dengan demikian, krisis keuangan 2007-2009 ini dampaknya terhadap perekonomian Indonesia relatif kecil.

Berbagai kebijakan yang dikeluarkan pemerintah untuk mendorong kegiatan ekonomi saat krisis tahun 2007-2009 adalah penurunan tarif pajak pendapatan, kenaikan batas pendapatan tidak kena pajak, subsidi pajak, pemberian subsidi pangan dan non pangan, perluasan bantuan modal untuk UKM, Program Raskin, dan Bantuan Langsung Tunai (BLT).[1]Kebijakan saat krisis tahun 2007-2009 ini tidak jauh berbeda dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah saat pandemi Covid-19.

Kebijakan sebagai Langkah Pemulihan Konsumsi Indonesia di Tengah Pandemi

Pemerintah dengan segala usahanya terus mencoba untuk memulihkan laju konsumsi di Indonesia. Dalam rangka pemulihan ekonomi nasional (PEN), salah satu kebijakan yang diambil pemerintah adalah mendorong konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah. Konsumsi rumah tangga dilakukan oleh pemerintah dengan mengalokasikan dana sebesar Rp 203,9 triliun untuk Perlindungan Sosial. Tujuan Perlindungan Sosial tersebut adalah untuk meningkatkan daya beli masyarakat berpenghasilan rendah sekaligus mendorong konsumsi masyarakat. Perlindungan Sosial tersebut diberikan antara lain melalui Bantuan Sosial (Bansos), Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa, subsidi listrik, Program Keluarga Harapan, serta memberikan BLT BPJS Ketenagakerjaan sebesar Rp 600.000 untuk karyawan swasta yang mempunyai gaji Rp 5 juta/bulan ke bawah.[2]

Pemerintah juga telah mengambil pilihan kebijakan alternatif untuk mempengaruhi konsumsi rumah tangga dengan cara pemberian insentif pajak, pembebasan tarif, dan penyesuaian aturan kepada produsen dengan harapan harga-harga barang dan jasa masih dapat dijangkau daya beli masyarakat. Sehingga pelambatan pertumbuhan konsumsi rumah tangga dapat ditekan dan dipertahankan di level risiko terendah dalam pemulihan pasca pandemi Covid-19.[3] Berbagai upaya ini diharapkan bisa memberikan jalan untuk meningkatkan konsumsi masyarakat yang sangat berperan bagi pemulihan ekonomi nasional pasca pandemi.

Walaupun tidak terlalu signifikan hasilnya namun perlahan demi perlahan membuat konsumsi masyarakat kian pulih.

Memasuki 2021, kinerja pertumbuhan ekonomi nasional mampu kembali tumbuh positif di kisaran 4,5% tetapi masih tergolong rendah. Program pemulihan ekonomi pun tetap berjalan namun membutuhkan waktu yang relatif lebih panjang. Kinerja konsumsi masyarakat relatif lambat akibat daya beli masyarakat rendah walaupun didukung oleh program bantuan sosial penanganan Covid-19 yang masih berjalan. Langkah-langkah reformasi untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas serta iklim usaha yang kondusif diekspektasi akan memberikan dukungan terhadap percepatan pertumbuhan ekonomi pada akhir 2021 dan tahun berikutnya.[1]

Indeks Keyakinan Konsumen

            Indeks Keyakinan Konsumen atau Consumen Confidence Index (CCI) merupakan salah satu alat ukur untuk mengukur perekonomian, khususnya terkait tingkat konsumsi dan perekonomian jangka pendek. Tren kepercayaan konsumen yang meningkat mengindikasikan perbaikan pola pembelian konsumen. Semakin seorang konsumen merasa yakin tentang kondisi ekonomi, semakin ia berniat untuk melakukan pembelian. Secara umum, kepercayaan konsumen yang lebih tinggi menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang mencerminkan konsumsi yang lebih tinggi. Sementara kepercayaan konsumen yang lebih rendah menunjukkan perlambatan pertumbuhan ekonomi dimana pengeluaran konsumen cenderung menurun.[2]

Perbaikan keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi tertahan pada Januari 2021. Hal tersebut tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Januari 2021 sebesar 84,9%, lebih rendah dibandingkan dengan capaian pada Desember 2020 sebesar 96,5%. Perbaikan keyakinan konsumen yang tertahan pada Januari 2021 disebabkan oleh menurunnya ekspektasi konsumen terhadap kondisi ekonomi pada 6 bulan yang akan datang. Perkembangan tersebut disebabkan oleh perkiraan terhadap ekspansi kegiatan usaha, ketersediaan lapangan kerja, dan penghasilan ke depan yang tidak sekuat pada bulan sebelumnya. Meskipun demikian, ekspektasi konsumen terhadap kondisi ekonomi ke depan tetap terjaga dan berada pada level optimis, indeks keyakinan konsumen lebih besar dari 100 (Indeks di atas 100 berarti berada pada area optimis dan di bawah 100 berarti berada pada area pesimis). Ekspektasi konsumen yang masih optimis ini diharapkan akan membaik kedepannya sehingga mendukung perbaikan keyakinan konsumen. Perbaikan keyakinan konsumen yang tertahan pada Januari 2021 terjadi pada seluruh kategori tingkat pengeluaran dan mayoritas kelompok usia.[1]

Pada Februari 2021, Bank Indonesia mengindikasikan keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi membaik. Hal tersebut tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Februari 2021 sebesar 85,8%, sedikit meningkat dari 84,9% pada Januari 2021. Keyakinan konsumen terpantau menguat pada responden dengan tingkat pengeluaran Rp 1-3 juta per bulan. Keyakinan konsumen yang membaik pada Februari 2021 didorong oleh persepsi terhadap kondisi ekonomi saat ini, baik dari aspek ketersediaan lapangan kerja, penghasilan, maupun ketepatan waktu pembelian barang tahan lama.[2]

Pada Maret 2021, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) sebesar 93,4% meningkat dibandingkan bulan Februari dan Januari 2021. Perkembangan program vaksinasi nasional yang berjalan lancar mendorong perbaikan keyakinan terhadap kondisi ekonomi saat ini maupun ekspektasi ke depan. Perbaikan keyakinan konsumen tercatat pada seluruh kategori tingkat pengeluaran, serta pada seluruh kelompok pendidikan.[3] Meski di tahun 2020 daya beli masyarakat mengalami penurunan, namun pada awal tahun 2021 kepercayaan masyarakat terhadap ekonomi mengalami peningkatan yang salah satunya akibat dari adanya program vaksinasi, hal ini pun ditunjukkan oleh indeks keyakinan konsumen yang meningkat dari Januari-Maret 2021. Meningkatnya kepercayaan masyarakat melalui indeks keyakinan konsumen pada awal tahun 2021 ini diharapkan mampu mendorong daya beli masyarakat sehingga ekonomi dapat pulih secara perlahan.

Kesimpulan

Pada masa pandemi ini, Produk Domestik Bruto dari sisi pengeluaran untuk tahun 2020 mengalami penurunan jika dibandingkan dengan tahun 2019. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi penurunan pada pengeluaran khususnya konsumsi rumah tangga, dan konsumsi LNPRT

(Lembaga Non-Profit yang Melayani Rumah Tangga). Peningkatan pengeluaran terjadi pada konsumsi pemerintah, mengingat pada kondisi pandemi ini pemerintah menggelontorkan berbagai insentif guna mengatasi dampak pandemi Covid-19.

Daya konsumsi masyarakat di tengah pandemi ini mengalami penurunan yang drastis. Mereka sebisa mungkin untuk mengurangi pengeluaran yang ada. Biasanya sebelum pandemi mereka membeli banyak barang yang mungkin saja tidak diperlukan, sedangkan pada saat ini mereka harus pintar-pintar berhemat. Hal ini diakibatkan oleh banyaknya masyarakat yang menganggur yang diakibatkan oleh Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Meski di tahun 2020 daya beli masyarakat mengalami penurunan, namun pada awal tahun 2021 kepercayaan masyarakat terhadap ekonomi meningkat akibat program vaksinasi yang ditunjukkan oleh peningkatan indeks keyakinan konsumen, oleh karena itu besar harapannya agar perekonomian yang ada di Indonesia lekas pulih sehingga daya konsumsi masyarakat akan terus meningkat dan dapat mengurangi pengangguran yang ada.

Untuk mengunduh kajian diatas, bisa diakses melalui link dibawah ini:

Mengulik Tingkat Konsumsi Masyarakat Saat Ini,

Kian Merosot atau Justru Meroket?

Daftar Pustaka

Badan Pusat Statistik. 2020. “Belanja Online Menjadi Pilihan”. (Terdapat pada: Belanja-Online—Survei-Dampak-Covid-2020-ind.png (519×733) (bps.go.id) Diakses pada 19 April 2021).

Badan Pusat Statistik. 2021. “PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Pengeluaran (Juta Rupiah)”. (Terdapat pada: https://www.bps.go.id/site/resultTab Diakses pada 14 April 2021).

Bank Indonesia. 2021. “Survei Konsumen Januari 2021: Perbaikan Keyakinan Konsumen Tertahan”. (Terdapat pada: https://www.bi.go.id/id/publikasi/laporan/Documents/SK-Januari-2021.pdf. Diakses pada 5 April 2021)

Bank Indonesia. 2021. “Survei Konsumen Februari 2021: Keyakinan Konsumen Membaik”. (Terdapat pada: https://www.bi.go.id/id/publikasi/ruang-media/news. Diakses pada 5 April 2021)

Bank Indonesia. 2021. “Survei Konsumen Maret 2021: Perbaikan Keyakinan Konsumen Berlanjut”. (terdapat pada: https://www.bi.go.id/id/publikasi/ruang-media/news-release/Pages/sp_239121.aspx Diakses 19 April 2021).

Barsamian, David. 2009. “Menembus Batas (Beyond Boundaries)”. Semarang: PT Aneka Ilmu, hlm. 215.

Cholilawati dan Dewi Suliyanthini. 2021. “Perubahan Perilaku Konsumen Selama Pandemi Covid-19”.  Jurnal Pendidikan.

E-Conomy Sea 2020. “5th edition of e-Conomy SEA by Google, Temasek, Bain Southeast Asia’s Internet economy research program”. Terdapat pada: eConomy_SEA_2020_Report.pdf (storage.googleapis.com) Diakses pada 19 April 2021).

Hanantijo, GM Djoko. 2014. “Konsumsi Nasional Sebagai Penggerak Laju Pertumbuhan Ekonomi Nasional”. Vol 6 (14).

Kementerian Keuangan Republik Indonesia. 2012. “Kajian Pola Krisis Ekonomi”. (Terdapat pada:https://fiskal.kemenkeu.go.id/data/document/2013/kajian/pkem/Pola%20Krisis%20Ekonomi.pdf Diakses pada 19 April 2021).

Kementerian Keuangan Republik Indonesia. 2020. “Mendorong Konsumsi Dalam Negeri untuk Pertumbuhan Ekonomi Nasional: Belanjar Lancar, Ekonomi Berputar”. (Terdapat pada: https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/13393/Mendorong-

-19 terhadap Ekonomi Rumah Tangga Indonesia”. (Terdapat pada: Konsumsi-Dalam-Negeri-untuk-Purtumbuhan-Ekonomi-Nasional-Belanja-Lancar-Ekonomi-Berputar.html Diakses pada 5 April 2021)

Kementrian Komunikasi dan Informasi. 2020. “Solusi Belanja Kebutuhan Pangan dengan Manfaatkan Belanja Daring” (Terdapat pada: https://kominfo.go.id/content/detail/26085/solusi-belanja-kebutuhan-pangan-dengan-manfaatkan-belanja-daring/0/berita Diakses pada 16 April 2021)

Kementerian Keuangan Republik Indonesia. 2021. “Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2021”. (Terdapat pada: https://fiskal.kemenkeu.go.id/data/document/kem/2021/files/kem_ppkf_2021.pdf Diakses pada 19 April 2021)

Laming, Syamsidarti. 2020. “Tren E-Commerce Pada Era Pandemi Covid-19”. Jurnal Penelitian Humano. Vol 11 (2).

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 2020. “Survei Dampak Pandemi Covidhttp://lipi.go.id/siaranpress/survei-dampak-pandemi-Covid-19-terhadap-ekonomi-rumah-tangga-indonesia/22123 Diakses pada 5 April 2021)

Shayaa, Shahid., dkk. 2017. “Consumer Confidence Index Predict Behavioral Intention to Purchase”.  The European Proceedings of Social & Behavioural Sciences.

Sekretaris Kabinet Republik Indonesia. 2020. “Membaca Kembali Perekonomian Indonesia Semester I – 2020 & Pilihan Kebijakan Pemerintah dalam Peningkatan PDB Nasional”. (Terdapat pada: https://setkab.go.id/membaca-kembali-perekonomian-indonesia-semester-i-2020-pilihan-kebijakan-pemerintah-dalam-peningkatan-pdb-nasional/ Diakses pada 19 April 2021).

kastrat times vol 1

The Winners Of Kastrat Times Vol.1

PARADOKS EKONOMI: TENDENSI KEBIJAKAN KAYA NAMA MISKIN MAKNA DI TENGAH PANDEMI

Oleh: Ni Komang Tri Anjani (EP’19)

 

Sudah setahun lebih pandemi Covid-19 menghantui masyarakat Indonesia. Namum, umur lama wabah ini tidak mesti dirayakan. Banyak hal yang terjejal akibat pandemi. Pemerintah ketar ketir, gonta ganti, hingga modifikasi kebijakan guna pengurangan korban dan antisipasi dampak Covid-19. Namun, nyatanya kebijakan tersebut kadang membingungkan dan menjadi polemik di masyarakat. Hal ini membuat pelaksanaannya dipandang kurang efektif. Banyak hal yang tidak dapat pemerintah kendalikan, baik dari segi regulasi dan kedisiplinan masyarakat Indonesia sendiri.

Langkah awal yang telah dilakukan sebagai bentuk antisipasi adalah pembatasan sosial yang mengundang pro dan kontra dari masyarakat. Masyarakat yang pro berpendapat kebijakan ini perlu dilakukan lantaran pasien Covid-19 semakin hari tidak menunjukkan penurunan yang signifikan. Dilain sisi, masyarakat tidak setuju karena mereka berfikir kebijakan ini berdampak pada ekonomi mereka. Kebijakan pemerintah yang kompleks dan cukup membingungkan bertendensi pada perekonomian yang berparadoks. Naik turunnya ekonomi dan situasi yang kontradiktif dengan regulasi pemerintah, menjadi perhatian dan pertanyaan tersendiri bagi masyarakat. Apakah harus mengikuti aturan pemerintah, atau tetap memprioritaskan tuntutan menyambung hidup karena desakan ekonomi di tengah pandemi.

Pembatasan Sosial Hanya Pada Padat Penduduk

Pembatasan sosial yang telah dilakukan dari bulan maret 2020 hingga maret tahun 2021 dipandang tidak efektif dalam pengentasan pasien virus corona ini. Walaupun istilahnya berubah-ubah seperti Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), PSBB Transisi, dan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), intinya tetap sama yaitu membatasi pergerakan masyarakat. Pembatasan sosial yang menggenjot beberapa wilayah padat penduduk, tidak dapat menjamin dapat mengurangi klaster korban Covid-19. Pada masa PSBB, mungkin dapat mengurangi persebaran virus di tempat kebijakan itu berjalan. Namun, ketika pemerintah ingin melonggarkan kebijakan itu untuk memulihkan ekonomi. Lalu, penduduk yang berada diluar daerah kebijakan memasuki daerah tersebut, hal ini akan membuat pelaksanaan kebijakan tersebut kurang optimal atau sia – sia.

Permasalahan selanjutnya yakni banyak masyarakat yang kurang mematuhi aturan pembatasan sosial, karena mereka harus tetap bekerja di luar untuk memenuhi kebutuhannya dan keluarganya. Kedua permasalahan tersebut mempunyai argumen yang saling membunuh. Pemerintah yang begitu padat membatasi beberapa wilayah dengan aturannya, dilain sisi dihadapkan dengan masyarakat yang kurang disiplin atau mau tidak mau harus melanggar aturan. Sejatinya PSBB memang harus dilakukan secara menyeluruh, dan memang memiliki tendensi yang buruk pada ekonomi dalam jangka pendek. Kendatipun pemerintah melonggarkan PSBB, akan memiliki dampak yang kecil bagi perubahan daya beli masyarakat. Hal ini karena mereka masih merasa khawatir dan takut untuk berbelanja keluar rumah akibat virus yang sudah menyebar di masyarakat.

Program Kartu Prakerja Kurang Efektif

Regulasi pembatasan sosial berimplikasi pada rendahnya daya beli masyarakat akibat tertahannya konsumen. Akibatnya banyak sektor usaha yang tutup sehingga berdampak pada pemberhentian tenaga kerja, pengurangan gaji pekerja yang berimplikasi pada peningkatan pengangguran dan menurunnya pendapatan. Seperti yang kita ketahui, salah satu antisipasi yang telah dilakukan pemerintah saat ini adalah membuka program Kartu Prakerja.

Namun, teknis program tersebut dinilai kurang tepat dan bukan prioritas dari antisipasi wabah Covid-19. Dilansir dari detiknews.com, Wakil Ketua Komisi V DPRD, Jabar Abdul Hadi Wijaya menilai pelatihan tersebut harus dimodifikasi atau bila perlu dicoret sementara. Menurutnya, saat ini pengangguran atau tunakarya, baik yang terdampak Covid-19 atau tidak, berada dalam kondisi kekurangan. Ia khawatir para penerima kartu tersebut tidak dapat menerima manfaat secara maksimal. Program mengharuskan pihak yang disasarkan untuk mengikuti pelatihan kerja secara online, akan memberikan manfaat yang kurang maksimal pada pekerja terdampak yang berada dalam kondisi kekurangan. Hal ini karena mereka juga harus menunjang pelatihan yang diikuti dengan berbagai fasilitas, seperti kuota termasuk device yang harus memadai. Namun, tidak menutup kemungkinan, desakan ekonomi membuat pilihan untuk menyambung hidup menjadi prioritas, daripada membeli kuota internet untuk mengakses pelatihan. Oleh sebab itu, akan lebih tepat jika anggaran pelatihan online Rp 1 juta per orang dalam program kartu prakerja dialihkan sebagai bantuan langsung.

Selain itu, pengalokasian dana pelatihan kepada pekerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) juga dinilai tidak tepat. Dilansir dari detiknews.com, Ketua Asosiasi Bussiness Development Services Indonesia (ABDSI) Korwil Jabar, Siti Nur Maftuhah, berpendapat bahwa korban PHK sudah memiliki skill dan knowledge. Jika ditelisik lebih dalam, korban PHK secara formal sudah memiliki pengalaman bekerja di Industri. Itu artinya pelatihan skill yang terlalu mendasar akan sia-sia. Pun kalau mereka ingin bekerja di industri lain, mereka harus punya dokumen yang menunjukkan bahwa pekerja tersebut berkompeten. Oleh karena itu, jika akan memberikan program pelatihan kerja, sebaiknya program dibedakan untuk pekerja yang terkena PHK dengan angkatan kerja lainnya.

Subsidi untuk Pekerja dengan Gaji Dibawah 5 Juta Kurang Tepat Sasaran

Bantuan subsidi gaji BPJS Ketenagakerjaan untuk karyawan swasta dengan gaji dibawah Rp 5 juta telah diberikan dari bulan Agustus hingga bulan September 2020. Anggaran yang disiapkan pemerintah sekitar Rp 37,7 triliun untuk pemberian bantuan langsung tunai ini dinilai kurang tepat sasaran dan kurang efektif. Dilansir dari salah satu website elektronik cnnindonesia.com, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menyebut terdapat penerima Bansos Langsung Tunai (BLT) yang memiliki gaji diatas Rp 5 juta dalam pencairan BLT tahap pertama. Selain itu, dilansir dari idntimes.com peneliti INDEF, Abra Talattov berpendapat bahwa seharusnya kategori penerima bantuan adalah pekerja yang bergaji dibawah Upah Minimum Regional (UMR). Selain itu, bantuan tersebut juga akan lebih bermanfaat untuk mendongkrak konsumsi jika pekerja termasuk pekerja informal yang gajinya dibawah UMR dilaporkan dan didata secara komprehensif.

Peningkatan Dana Pihak Ketiga (DPK) Perbankan di Tengah Pandemi

Selain tidak tepat sasaran, nyatanya bantuan langsung ini memiliki dampak yang kecil dalam memulihkan ekonomi. Insentif yang diberikan dengan harapan dapat meningkatkan daya beli masyarakat akibat menurunnya pendapatan di masyarakat, nyatanya hanya tersimpan di Bank. Masyarakat yang menerima insentif merasa ragu untuk membelanjakan uangnya, dan lebih memilih untuk menyimpannya sendiri maupun di bank untuk keperluan berjaga-jaga. Tidak mengherankan jika Dana Pihak Ketiga (DPK) di perbankan meningkat. Tercatat, DPK tumbuh 12 % secara tahunan hingga akhir September 2020. Akan bagus jika dana di bank yang tinggi disalurkan ke kredit, namun nyatanya hanya berputar dari rekening pemerintah ke rekening pekerja di bank. Bukti lainnya tercermin dari pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang masih minus 4,04 pada kuartal III 2020.

Berbagai kebijakan yang diberikan pemerintah sebagai bentuk antisipasi dampak Covid-19 memang seperti pisau bermata dua, ada negatif dan positifnya. Baik dari kebijakan pembatasan sosial, kesehatan, hingga ekonomi. Tentunya perlu sinkronisasi data masyarakat yang terdampak, sehingga kebijakan yang diluncurkan tidak terkesan terburu-buru dan tepat sasaran. Hal ini tentu akan mengurangi problema program yang dicanangkan. Jangan sampai pemerintah berkilah bahwa kebijakan misalnya bansos memang mau tidak mau harus cepat dilakukan, meski ada kekurangan. Kasarnya, yang penting beri dana dulu ke masyarakat agar beban berkurang dan pemerintah tetap menjalankan tugasnya. Tentunya sebagai pembuat kebijakan harus memperhatikan secara holistik, memberikan klarifikasi yang jelas serta pemahaman secara komprehensif kepada masyarakat. Sehingga kebijakan yang dibuat tidak menjadi kebijakan yang kaya nama, namun miskin makna.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Agustina, Auriga. 2020. BLT bagi Karyawan Bergaji di Bawah Rp5 Juta Dinilai Salah Sasaran. URL :https://www.idntimes.com/business/economy/auriga-agustina-3/blt-bagi -karyawan-bergaji-di-bawah-rp5-juta-dinilai-salah-sasaran. Diakses tanggal 08 Maret 2021

Fauzie, Yuli Yanna. 2020. BLT Subsidi Gaji Salah Sasaran, Roda Ekonomi Bisa Macet. URL: https://m.cnnindonesia.com/ekonomi/20201110075229-532-567885/blt-subsidi-gaji-salah-sasaran-roda-ekonomi-bisa-macet. Diakses tanggal 08 Maret 2021

Maulana, Yudha. 2020. Program Kartu Prakerja untuk Korban PHK COVID-19 Dinilai Tak Efektif. URL: https://news.detik.com/berita-jawa-barat/d-4984433/program-kartu-prakerja-untuk-korban-phk-covid-19-dinilai-tak-efektif. Diakses tanggal 08 Maret 2021

Kastrat Release Slide 1

Ekonomi RI 2020 Merosot Tajam Akibat Pandemi, Apa Kabar Ekonomi RI 2021?

Ekonomi RI 2020 Merosot Tajam Akibat Pandemi,

Apa Kabar Ekonomi RI 2021?

Oleh
Badan Eksekutif Mahasiswa

Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Udayana

 

Pendahuluan

Pandemi Covid-19 memberikan dampak yang besar pada perekonomi Indonesia. Permasalahan ekonomi yang diakibatkan oleh pandemi Covid-19 dapat dilihat dari dua sudut pandang ekonomi yang berbeda, yaitu permintaan dan penawaran. Sisi permintaan, kondisi pandemi Covid-19 jelas akan mengurangi sektor konsumsi, kegiatan perjalanan dan transportasi, serta perdagangan. Sisi penawaran, kemungkinan besar yang terjadi adalah terkontraksinya produktivitas pekerja atau buruh, penurunan investasi dan kegiatan pendanaan, serta terganggunya rantai pasokan global (global value chain).[1] Kondisi ekonomi secara global di tahun 2020 jatuh seperti depresi 1930, bukan lagi seperti krisis tahun 2008 atau 1998.

Sebelumnya, ekonomi Indonesia juga sempat beberapa kali mengalami keterpurukan yaitu pada Agustus 1997 yang mana ditandai dengan terjadinya krisis nilai tukar. Nilai rupiah mengalami penurunan sangat drastis yang menyebabkan kondisi ekonomi Indonesia melemah. Nilai tukar rupiah secara simultan mendapat tekanan yang cukup berat karena besarnya capital out flow akibat hilangnya kepercayaan investor asing terhadap prospek perekonomian Indonesia. Hingga akhirnya krisis finansial di tahun 1997 tersebut membawa Indonesia ke dalam krisis moneter 1988.[2] Tekanan pada pasar modal di seluruh dunia juga pernah terjadi pada tahun 2008 yang mengakibatkan terjadinya perlambatan ekonomi secara global. Krisis keuangan global yang terjadi pada tahun 2008-2009 merupakan krisis finansial terburuk dalam 80 tahun terakhir, bahkan para ekonom dunia menyebutnya sebagai the mother of all crises. Kondisi ini ternyata semakin memburuk, meluas, dan berkepanjangan hingga dirasakan oleh berbagai negara termasuk Indonesia.[3]

Kondisi Ekonomi RI Sebelum dan Sesudah Pandemi Covid-19 (2019-2020)

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) perekonomian Indonesia tahun 2019 yang diukur berdasarkan Produk Domestik Bruto atas dasar harga berlaku mencapai Rp 15 833,9 triliun dan PDB per kapita mencapai Rp 59,1 Juta atau US$4 174,9. Hal ini menunjukkan bahwa ekonomi Indonesia tahun 2019 tumbuh 5,02%, lebih rendah dari capaian tahun 2018 sebesar 5,17%. Menurut Menko Perekonomian Airlangga Hartanto menyatakan capaian pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kisaran 5% terbilang cukup stabil di tengah ketidakpastian global. Pada sisi produksi pertumbuhan tertinggi dicapai Lapangan Usaha Jasa Lainnya sebesar 10,55%. Pada sisi pengeluaran pertumbuhan tertinggi dicapai oleh komponen pengeluaran konsumsi lembaga nonprofit yang melayani rumah tangga (PK-LNPRT) sebesar 10,62%. Struktur ekonomi Indonesia secara spasial tahun 2019 didominasi oleh kelompok provinsi di Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Pulau Jawa memberikan kontribusi terbesar terhadap Produk Domestik Bruto, yakni sebesar 59,00%, diikuti oleh Pulau Sumatera sebesar 21,32%, dan Pulau Kalimantan 8,05%. [4]

Tahun 2020 perekonomian Indonesia mengalami ketidakpastian dan mengarah pada resesi ekonomi akibat pandemi Covid-19. Perekonomian Indonesia 2020 yang diukur berdasarkan PDB atas dasar harga berlaku mencapai Rp 15.434,2 triliun dan PDB per kapita mencapai Rp56,9 atau US$3.911,7. Badan Pusat Statistik telah mencatat laju pertumbuhan ekonomi pada Kuartal I (Januari-Maret) 2020 hanya tumbuh 2,97%. Angka ini melambat dari 4,97% pada Kuartal IV 2019. Bahkan, pertumbuhan jauh di bawah pencapaian Kuartal I 2019 yang mencapai 5,07%. Pada Kuartal II Tahun 2020 laju pertumbuhan ekonomi Indonesia minus 5,32%. Angka itu berbanding terbalik dengan Kuartal II Tahun 2019 sebesar 5,05%. Perekonomian Indonesia berdasarkan PDB (Produk Domestik Bruto) pada Triwulan II 2020 atas dasar harga berlaku adalah Rp 3.687,7 triliun. Tetapi atas dasar harga konstan dengan tahun dasar 2010 sebesar Rp 2.589,6 triliun. Bila dibandingkan dengan atas dasar harga konstan, maka pertumbuhan ekonomi pada Triwulan II 2020 mengalami kontraksi -5,32%. Jika dibandingkan dengan Triwulan I 2020, maka kontraksi -4,19%. Kumulatifnya terhadap Kuartal I 2019, pertumbuhan mengalami kontraksi -1,26%, kontraksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada Triwulan II cukup dalam. Sedangkan ekonomi Indonesia triwulan IV-2020 dibanding triwulan III-2020 (q-to-q) mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar -0,42%.[5]

foto 1
Sumber: Badan Pusat Statistik (2021)

Berdasarkan data tersebut, pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami pertumbuhan negatif. Pada kuartal IV Tahun 2020, BPS melaporkan ekonomi Indonesia triwulan IV-2020 mengalami kontraksi sebesar -2,19% dibandingkan triwulan IV-2019. Kontraksi ini membuat ekonomi Indonesia mengalami pertumbuhan negatif dalam tiga kuartal beruntun. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia masih terjebak dalam resesi ekonomi.[6]

Perbandingan PDB RI dengan Negara Lain Sebelum dan Sesudah Pandemi

Tahun 2020 nampaknya bukan tahun yang bersahabat sebab adanya pandemi Covid-19 yang melanda seluruh dunia tentunya memberikan dampak bagi perekonomian negara secara globa. Penyebaran virus yang cepat membuat banyak negara memberlakukan kebijakan isolasi diri hingga penguncian (lockdown) yang tentunya membuat banyak aktivitas ekonomi terhenti. Hal ini tentunya sangat mempengaruhi indikator-indikator ekonomi seperti Produk Domestik Bruto yang biasanya untuk mengukur seberapa pesat pertumbuhan ekonomi di suatu negara.

Pada kuartal I-2019, ekonomi Indonesia tumbuh 5,06% yang mana berada pada peringkat ketiga di Asia Tenggara. Vietnam menjadi negara ASEAN dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi yakni tumbuh sebesar 6,76%. Filipina menjadi negara dengan pertumbuhan ekonomi terbaik kedua dengan catatan 5,5%. Kemudian Malaysia menduduki peringkat keempat negara dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi yaitu 4,7%. Ekonomi Thailand tumbuh 2,6% dan terakhir Singapura, yang berada di posisi juru kunci dengan laju pertumbuhan 0,6% pada kuartal I-2019.[7]

Setelah virus Covid-19 menyerang pada kuartal II Tahun 2020, ekonomi Indonesia terkontraksi 5,3% pada kuartal kedua bahkan pada kuartal pertama perekonomian Indonesia hanya tumbuh 2,97%. Negara-negara lain pun terkena dampaknya juga seperti perekonomian Malaysia tercatat terkontraksi sampai 17,1% secara tahunan pada kuartal II Tahun 2020. Selanjutnya Filipina yang terkontraksi 16,5% dan Thailand yang terkontraksi 12,2%. Perekonomian Singapura juga mengalami kontraksi yang dalam yakni 13,2% pada kuartal kedua. Adapun PDB Vietnam pada kuartal II-2020 masih mampu tumbuh sebesar 0,36%. Hal ini menunjukkan bahwa pandemi sangat mempengaruhi perekonomian banyak negara.[8]

Kondisi Indeks Harga Saham Gabungan (2020-2021)

Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tahun 2020 merosot tajam hingga mencapai level terendah dalam sejarah akibat Covid-19. Sejak awal tahun, indeks saham mulai mengalami penurunan sebesar 23,6%. Walaupun, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat pada penutupan perdagangan sebesar 4,07% ke posisi 4.811. Berikut ini merupakan data yang dimiliki oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK):

foto 2

Sumber: Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

Dapat dilihat dari data yang dimiliki oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada tahun 2021 mulai mengalami peningkatan dari level terendah. Alasan yang membuat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menyentuh level terendah, yakni dikarenakan sejak awal tahun investor asing yang mengambil kembali modal mereka dari pasar saham sebesar Rp 11,3 triliun. Dana asing yang keluar berasal dari Surat Berharga Negara (SBN) lebih besar yakni Rp 129,2 triliun. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai regulator telah melakukan berbagai upaya agar Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tidak jatuh maupun aliran modal keluar.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga telah meminta kepada Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk membekukan sementara perdagangan (traiding halt) saham, jika Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penurunan yang tajam dalam satu hari. Bursa Efek Indonesia (BEI) akan melakukan traiding halt selama 30 menit apabila IHSG mengalami penurunan lebih dari 5%. BEI akan melakukan suspense (penghentian sementara) perdagangan apabila IHSG mengalami penurunan lanjutan hinggan lebih dari 15%.[9]

Screen Shot 2021-03-08 at 22.02.28

Sumber: Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

Nilai Tukar Rupiah Mengalami Fluktuasi di Tahun 2020
Fluktuasi nilai tukar dianggap sebagi salah satu penyebab terjadinya krisis ekonomi di Indonesia. Ketidakstabilan nilai tukar dapat mempengaruhi arus modal atau investasi dan perdagangan internasional. Pergerakan nilai tukar yang fluktuatif ini mempengaruhi perilaku masyarakat dalam memegang uang, selain faktor-faktor yang lain seperti tingkat suku bunga dan inflasi. Kondisi ini didukung oleh laju inflasi yang meningkat tajam dan menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap perbankan nasional.[10]

Adanya pandemi Covid-19 yang terjadi di seluruh dunia, termasuk Indonesia menjadi alasan yang paling kuat mengapa rupiah mengalami fluktasi. Tidak hanya di Indonesia saja nilai tukar mata uang mengalami penurunan, di negara Colombia Peso turun 17,6%, Rusia Ruble turun 18,5%, Mexican Peso turun 25%, dan masih banyak lagi. Kurs rupiah dipredisikan akan terus berada diposisi rentan selama penyebaran virus Covid-19.[11]

foto 3

Sumber: Bank Indonesia, 2020

Kepanikan di pasar turut meningkatkan arus fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar. Di awal tahun nilai tukar sempat menguat di level Rp13.600/USD namun setelahnya mengalami depresiasi hingga menyentuh level Rp16.600/USD per 23 Maret 2020. Memasuki pertengahan April 2020, rupiah kembali bergerak menguat. Hingga memasuki Mei, nilai tukar rupiah sempat menguat ke level Rp14.900/USD, yang menunjukkan memulihnya kepercayaan investor terhadap pasar domestik. Fluktuasi pergerakan nilai tukar dalam jangka pendek (harian) tersebut dipengaruhi oleh faktor teknikal (sentimen) positif maupun negatif. Adapun sentimen positif yang mempengaruhinya tak terlepas dari langkah pemerintah dalam penanganan Covid-19 melalui stimulus fiskal dan moneter.

Beberapa sentimen negatif yang dapat memengaruhi pergerakan nilai tukar, yaitu ketegangan hubungan antara AS dan Tiongkok. Dilihat dari faktor fundamentalnya, nilai tukar rupiah menguat di akhir tahun 2020 yang dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya: inflasi yang rendah dan terkendali, defisit transaksi berjalan yang terjaga rendah serta tingkat imbal hasil investasi yang menarik dimana yield tenor 10 tahun hingga bulan Mei 2020 sebesar 8,02 persen. Oleh karena itu, seiring dengan membaiknya kondisi global dan berbagai upaya yang dilakukan otoritas moneter dalam menjaga fundamental nilai tukar ditengah ketidakpastian global maka diprediksikan pergerakan kurs akan lebih baik dan stabil pada tahun 2021.[12]

Proyeksi Ekonomi di Awal 2021

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economic and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad memproyeksi pertumbuhan ekonomi pada 2021 hanya mampu mencapai 3% saja. INDEF skeptis dengan target pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2021, yang ditetapkan bisa mencapai 4,5% hingga 5,5%.

foto 4

Sumber : Data Badan Pusat Statistik (2020)

Tingkat konsumsi masyarakat masih belum normal akibat dari Covid-19. Diketahui, pertumbuhan konsumsi Indonesia pada Kuartal III-2020 mencapai -4%, lebih baik jika dibandingkan dengan pertumbuhan konsumsi pada Kuartal II-2020 yang mencapai -6%. Membaiknya sektor konsumsi tersebut, masih belum tercermin dari laju kredit perbankan. Laju kredit perbankan diprediksi hanya tumbuh 5% hingga 6% saja. Pada normalnya, kredit perbankan tumbuh 9% hingga 11%, sehingga wajar bila BI menurunkan suku bunganya menjadi 3,75% untuk mengantisipasi penurunan laju perbankan.

foto 5

Sumber: Badan Pusat Statistik 2020, Estimasi INDEF 2020

Direktur Eksekutif INDEF Tauhid Ahmad, memproyeksikan di tahun 2021 inflasi akan berada di kisaran 2,5% dengan perkiraan di tahun 2020 sebesar 2,1%. Proyeksi tahun 2021 memang lebih tinggi atau meningkat dari tahun ini namun angka tersebut masih tetap rendah. Faktor pendorong proyeksi inflasi yang tetap rendah tahun 2021 disebabkan oleh berlangsungnya proses pemulihan ekonomi. Pemulihan ini akan berdampak pada daya beli masyarakat yang masih tertahan.

Tingkat kemiskinan Indonesia pada 2021 diperkirakan naik seiring dengan wabah pandemi Covid-19 yang masih berlangsung saat ini. Menurut perhitungan INDEF, tingkat kemiskinan akan bertambah 10,5% di 2021. Masyarakat miskin diproyeksi bertambah sekitar 1 juta jiwa, sehingga total masyarakat miskin diperkirakan mencapai 28,37 juta jiwa.

foto 6

Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) tidak cukup kuat menahan laju penurunan konsumsi masyarakat miskin dan rentan miskin. Tingkat pengangguran juga akan semakin meningkat. INDEF memprediksi, jumlah pengangguran akan bertambah 3,6 juta jiwa, menjadi 10,4 juta jiwa pada 2021 dengan persentase 7,8% dari 4,99%. Rinciannya berasal dari 2,5 juta angkatan kerja baru yang tidak terserap optimal dan 1,1 juta angkatan kerja yang masih belum terserap akibat dampak Covid-19. Adanya penambahan penganguran ini membuat angka kemiskinan naik di atas 2 digit.[13]

Harapan Perekonomian Indonesia Setelah Adanya Vaksin Covid-19

            Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, menyatakan langkah vaksinasi Covid-19diharapkan mampu membuat ekonomi pulih dan kembali sehat. Tak hanya bagi ekonomi Indonesia, ekonomi global pun akan mengalami dampak yang sama. Kedatangan vaksin Covid-19 di Indonesia pada penghujung 2020 menjadi harapan memulai tahun 2021 untuk segera mengakhiri pandemi di Tanah Air. Vaksin ini menjadi asa baru bagi masyarakat untuk bisaembali bergerak normal seperti sebelum Covid-19. Pemerintah sudah mengantongi anggaran vaksinasi Covid-19gratis sebesar Rp 54,44 triliun, yang berasal dari cadangan Rp 18 triliun dan anggaran kesehatan dalam Pemulihan Ekonomi Nasional 2020 yang diperkirakan tidak dieksekusi senilai Rp 36,44 triliun. Vaksin dinilai menjadi salah satu instrumen memperbaiki perekonomian pada masa mendatang. Masuknya vaksin ke Indonesia membawa dampak psikologis yang positif awal 2021 ini.[14]

Penambahan konsumsi dari masyarakat bisa mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dikarenakan, semakin banyak konsumsi maka ekonomi akan bergerak. Konsumsi sangat terkait dengan daya beli masyarakat. Oleh sebab itu, Pemerintah telah mengalokasi anggaran sebesar Rp 172,1 triliun untuk mendorong konsumsi/kemampuan daya beli masyarakat. Dana tersebut disalurkan melalui Bantuan Langsung Tunai, Kartu Pra Kerja, pembebasan listrik dan lain-lain. Pemerintah juga mendorong konsumsi kementerian/Lembaga/pemerintah daerah melalui percepatan realisasi APBN/APBD. Konsumsi juga diarahkan untuk produk dalam negeri sehingga memberikan multiplier effects yang signifikan.[15]

Kesimpulan

Melihat perkembangan perekonomian Indonesia yang sempat merosot tajam, bahkan mengalami resesi hingga IHSG menyentuh level terendah sepanjang sejarah, pemerintah tidak tinggal diam. Pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan sebagai langkah pemulihan ekonomi, seperti menggelontorkan penyertaan modal negara (PMN) kepada BUMN, menyiapkan dana hibah sebesar Rp 3,3 triliun untuk sektor pariwisata seperti hotel dan restoran, dan sebagainya. Langkah tersebut perlahan-lahan menunjukan hasil, seperti IHSG yang naik 4,66% pada sepekan pertama 2021, naik 3,5% pada penutupan perdagangan awal Februari 2021 dan rupiah yang menguat ke Rp 13.875 per dolar AS pada tanggal 16 Februari 2021. Melihat kemajuan terhadap perekonomian Indonesia di awal tahun 2021 ini, besar harapannya bahwa perekonomian Indonesia dapat bangkit secara perlahan khususnya setelah adanya vaksinasi Covid-19.

Untuk mengunduh kajian diatas, bisa diakses melalui link dibawah ini:

Ekonomi RI 2020 Merosot Tajam Akibat Pandemi,  Apa Kabar Ekonomi RI 2021?

 

 DAFTAR PUSTAKA

Antaranews. 2021. “Harapan Pemulihan Ekonomi Setelah Ada Vaksin”. (Terdapat pada: https://www.antaranews.com/berita/1923940/harapan-pemulihan-ekonomi-setelah-ada-vaksin Diakses pada 18 Februari 2021).

Badan Keahlian DPR RI. 2021. “Outlook Perekonomian Indonesia Tahun 2021: Optimisme Penguatan Fundamental Ekonomi di Tengah Ketidakpastian”.

Badan Pusat Statistik. 2020. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan IV-2019 No.17/02/Th. XXIV, 5 Februari 2020.

Badan Pusat Statistik. 2021. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan IV-2020 No. 13/02/Th. XXIV, 5 Februari 2021.

CNBC Indonesia. 2019. “Ekonomi Vietnam Terbaik di ASEAN 6, RI Nomor Berapa?”.
(Terdapat pada: https://www.cnbcindonesia.com/news/20190819144937-4-93010/ekonomi-vietnam-terbaik-di-asean-6-ri-nomor-berapa Diakses pada 27 Februari 2021).

CNBC Indonesia. 2020. “Dihantam Corona, Ekonomi Negara Mana di ASEAN Paling Tangguh?” (Terdapat pada: https://www.cnbcindonesia.com/market/20200821141920-17-181140/dihantam-corona-ekonomi-negara-mana-di-asean-paling-tangguh Diakses pada 27 Februari 2021).

DJKN Kemenkeu. 2020. “Strategi Kebijakan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN)”. (Terdapat pada: https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/13287/Strategi-Kebijakan-Pemulihan-Ekonomi-Nasional.htmlDiakses pada 27 Februari 2021).

Haryanto. 2020. “Dampak Covid-19 terhadap Pergerakan Nilai Tukar Rupiah dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)”. The Indonesian Journal of Development Planning Vol. IV (2).

Institute For Development of Economics and Finance-INDEF. 2021. “Proyeksi Ekonomi Indonesia dan Arah Kebijakan Fiskal Tahun 2021”.

Kurnia, Anggyatika Mahda dan Didit Purnomo. 2009. “Fluktuasi Kurs Rupiah Terhadap Dollar Amerika Serikat Pada Periode Tahun 1997.I – 2004.IV”. Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 10 (2).

Otoritas Jasa Keuangan. 2021. “Statistik Mingguan Pasar Modal 2021”.

Sugema, Iman. 2012. “Krisis Keuangan Global 2008-2009 dan Implikasinya pada Perekonomian Indonesia”. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia (JIPI), Vol. 17 (3): 145-152

Wuryandani, Dewi. 2020. “Dampak Pandemi Covid-19 Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2020 dan Solusinya”. Vol. XII, No.15/I/Puslit/Agustus/2020.

 

[1] Wuryandani, Dewi. 2020. “Dampak Pandemi Covid-19 Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2020 dan Solusinya”. Vol. XII, No.15/I/Puslit/Agustus/2020.

[2] Kurnia, Anggyatika Mahda dan Didit Purnomo. 2009. “Fluktuasi Kurs Rupiah Terhadap Dollar Amerika

Serikat Pada Periode Tahun 1997.I – 2004.IV”. Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 10 (2).

[3] Sugema, Iman. 2012. “Krisis Keuangan Global 2008-2009 dan Implikasinya pada Perekonomian Indonesia”. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia (JIPI), Vol. 17 (3): 145-152

[4] Badan Pusat Statistik. 2020. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan IV-2019 No.17/02/Th. XXIV, 5 Februari 2020.

[5] Wuryandani, Dewi. 2020. “Dampak Pandemi Covid-19 Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2020 dan Solusinya”. Vol. XII, No.15/I/Puslit/Agustus/2020.

[6] Badan Pusat Statistik. 2021. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan IV-2020 No. 13/02/Th. XXIV, 5 Februari 2021.

[7] CNBC Indonesia. 2019. “Ekonomi Vietnam Terbaik di ASEAN 6, RI Nomor Berapa?” (Terdapat pada:

https://www.cnbcindonesia.com/news/20190819144937-4-93010/ekonomi-vietnam-terbaik-di-asean-6-ri-nomor-berapa Diakses pada 27 Februari 2021).

[8] CNBC Indonesia. 2020. “Dihantam Corona, Ekonomi Negara Mana di ASEAN Paling Tangguh?”. (Terdapat Pada: https://www.cnbcindonesia.com/market/20200821141920-17-181140/dihantam-corona-ekonomi-negara-mana-di-asean-paling-tangguh Diakses pada 27 Februari 2021)

[9] Otoritas Jasa Keuangan. 2021. “Statistik Mingguan Pasar Modal 2021”.

[10] Kurnia, Anggyatika Mahda dan Didit Purnomo. 2009. “Fluktuasi Kurs Rupiah Terhadap Dollar Amerika

Serikat Pada Periode Tahun 1997.I – 2004.IV”. Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 10 (2).

[11] Haryanto. 2020. “Dampak Covid-19 terhadap Pergerakan Nilai Tukar Rupiah dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)”. The Indonesian Journal of Development Planning Vol. IV (2).

[12] Badan Keahlian DPR RI. 2021. “Outlook Perekonomian Indonesia Tahun 2021: Optimisme Penguatan Fundamental Ekonomi di Tengah Ketidakpastian”.

[13] Institute For Development of Economics and Finance-INDEF. 2021. “Proyeksi Ekonomi Indonesia dan Arah Kebijakan Fiskal Tahun 2021”.

[14] Antaranews. 2021. “Harapan Pemulihan Ekonomi Setelah Ada Vaksin”. (Terdapat pada: https://www.antaranews.com/berita/1923940/harapan-pemulihan-ekonomi-setelah-ada-vaksin Diakses pada 18 Februari 2021).

[15] DJKN Kemenkeu. 2020. “Strategi Kebijakan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN)” (Terdapat pada: https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/13287/Strategi-Kebijakan-Pemulihan-Ekonomi-Nasional.html Diakses pada 27 Februari 2021).

236767

Wajah Pendidikan Indonesia di Tengah Pandemi

Wajah Pendidikan Indonesia di Tengah Pandemi

Oleh

Badan Eksekutif Mahasiswa

Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Udayana

“Hanya Pendidikan yang bisa menyelamatkan masa depan. Tanpa pendidikan, Indonesia tak mungkin bertahan”

~Najwa Shihab

Pendidikan adalah salah satu aspek terpenting dalam pembangunan suatu bangsa sehingga setiap orang berhak mendapatkan hak dalam pendidikan. Saat ini, pemerintah menempatkan pendidikan sebagai salah satu prioritas utama dalam program pembangunan nasional. Hal ini tercermin dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 dalam Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa pemerintah wajib memenuhi hak warga negara untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Salah satu faktor utama keberhasilan pembangunan yakni tersedianya sumber daya manusia yang handal sehingga proses pembangunan dapat tercapai. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin tinggi pengetahuan yang dia miliki sehingga akan berpengaruh terhadap tingkat upah ataupun pendapatan yang ia dapatkan. Melalui pendidikan upaya kesejahteraan bangsa dapat terlaksana sehingga pendidikan merupakan salah satu faktor yang biasa ditempuh oleh pemerintah dalam rangka memutus rantai kemiskinan[1].

Merebaknya pandemi Covid-19 di seluruh dunia menyebabkan tatanan kehidupan menjadi berubah terutama dalam hal pendidikan. Pembelajaran yang sebelumnya dilakukan melalui tatap muka harus diubah menjadi sistem online untuk mencegah meluasnya penyebaran Covid-19 sehingga pemerintah melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) akhirnya menerapkan sistem E-learning from home atau kebijakan pembelajaran dari rumah[2]. Pembelajaran melalui pembelajaran dari rumah ini bukan tanpa hambatan. Menurut Saleh, baik guru maupun orang tua menghadapi kendala seperti keterbatasan pengetahuan dan teknologi, maupun keterbatasan dalam hal sarana dan prasarana yang digunakan dalam menunjang proses pembalajaran secara online. Selain itu, orang tua juga terkena dampak dari adanya pembelajaran secara online ini, yang mana orang tua harus beradaptasi serta melakukan pendampingan pembelajaran kepada anak-anak mereka sehingga berpengaruh terhadap aktivitas harian yang biasa dilakukan oleh para orang tua. Kendala lain yang dihadapi yakni mereka yang memiliki keterbatasan dalam hal kemampuan financial tentu akan kesulitan dalam mengakses pembelajaran secara daring. Tidak dapat dipungkiri bahwa salah satu ancaman terbesar selama pandemi berlangsung yakni ancaman tingginya tingkat angka putus sekolah di kalangan siswa mengingat angka kemiskinan yang meningkat cukup tajam di tengah pandemi berlangsung.

Hubungan Kemiskinan dan Angka Putus Sekolah di Indonesia
Angka putus sekolah selalu berhubungan dengan adanya kemiskinan maupun kesenjangan ekonomi. Hal ini didukung oleh teori Nurkse menyatakan bahwa lingkaran setan kemiskinan berputar pada tiga hal tanpa awal dan akhir yang menyangkut tingkat pendapatan, pendidikan dan kesehatan. Tingkat pendidikan yang rendah dan kurangnya modal menyebabkan rendahnya produktivitas yang mengakibatkan rendahnya pada tingkat pendapatan yang diterima. Rendahnya tingkat pendapatan akan berdampak terhadap rendahnya tabungan dan investasi. Rendahnya tingkat tabungan dan investasi akan berakibat pada tingkat pendidikan yang rendah begitu pula berputar seterusnya.[3]

1

Sumber : Badan Pusat Statistik

Adanya pandemi yang melanda Indonesia semenjak awal tahun 2020 menyebabkan tingkat kemiskinan di Indonesia menjadi meningkat. Badan Pusat Statistik menyatakan bahwa kemiskinan di Indonesia meningkat menjadi 26,42 juta orang. Dengan posisi ini, persentase penduduk miskin per Maret 2020 juga ikut naik menjadi 9,78 persen. Kenaikan jumlah dan persentase penduduk miskin pada periode tersebut dipicu oleh kenaikan harga barang kebutuhan pokok sebagai akibat dari kenaikan harga bahan bakar minyak dan adanya pandemi Covid-19 pada Maret 2020.[4] Presentase kemiskinan terbesar berada di Pulau Maluku dan Papua sebesar 20,34% dan presentase terendah berada di Pulau Kalimantan dengan presentase sebesar 5,81%. Faktor lain penyebab tingginya kemiskinan di Indonesia yakni konsumsi rumah tangga melambat, kunjungan wisatawan mancanegara menurun dan harga eceran di beberapa komoditas turun.

Meningkatnya kemiskinan membuat berbagai ancaman dan malapetaka terhadap kondisi ekonomi menengah kebawah. Menurut ILO (International Labour Organization) dalam situasi demikian keluarga yang berada di bawah tekanan besar sangat mungkin untuk mempekerjakan anak-anaknya untuk bertahan hidup. Ketika kemiskinan meningkat, sekolah mulai ditutup dan ketersediaan layanan sosial menurun sehingga lebih banyak anak didorong ke dalam angkatan kerja.[5]

Menurut Badan Pusat Statistik jumlah pekerja anak di Indonesia mengalami peningkatan dalam kurun waktu tiga tahun. Tercatat pada tahun 2017 terdapat 1,2 juta pekerja anak di Indonesia dan meningkat 0,4 juta atau menjadi sekitar 1,6 juta pada 2019. Serupa dengan orang dewasa menurut survey yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik menyatakan bahwa anak berusia 5-17 tahun bekerja pada sektor pertanian, kehutanan, perburuan dan perikanan, perdagangan dan industri pengolahan.[6] Hal yang ditakutkan adalah dengan adanya pandemi ini akan ada peningkatan drastis terhadap jumlah pekerja anak yang berada pada usia 5-17 tahun.

Laporan berjudul The Many Faces of Exclusion: End of Chillhood pada tahun 2018 yang dirilis oleh lembaga non-profit internasional, Save The Children yang menyatakan Indonesia berada di ranking 101 dari 175 negara di dunia dalam hal keramahan terhadap anak. Pengukuran ini didasarkan pada perkawinan usia anak, kehamilan usia anak, pekerja anak, tingkat kematian, angka putus sekolah dan kebutuhan gizi anak.[7] Apabila kita membandingkan dengan negara Singapura angka putus sekolah di Singapura jauh lebih rendah dibandingkan Indonesia. Singapura mampu mencapai indeks putus sekolah sebesar 0% sedangkan indeks putus sekolah Indonesia mencapai 12,6%. Selain itu angka perkawinan anak di Indonesia juga dirasa masih tinggi. Sebanyak 9,4% perempuan menikah di usia 15-19 tahun sedangkan angka ini berbeda jauh dengan di Singapura yang hanya 0,4% anak yang menikah di usia muda.

Ancaman Putus Sekolah di Indonesia

Masalah putus sekolah bukanlah masalah baru yang dihadapi oleh pemerintah. Tingginya angka putus sekolah akan menyebabkan terhambatnya tujuan dari pemerintah terutama dalam meningkatkan kualitas dari sumber daya manusia. Mengutip data dari UNESCO bahwa bencana krisis ekonomi ini bisa mendorong 90 hingga 117 juta anak ke dalam kemiskinan yang berdampak langsung terhadap penerimaan murid di sekolah sehingga dengan demikian pula akan berdampak terhadap banyaknya anak yang akan di tuntut untuk bekerja atau anak perempuan yang dipaksa menikah dini demi mengurangi beban keluarga mereka. Anggapannya apabila seorang anak perempuan dalam keluarga sudah menikah, maka tanggung jawab anak tersebut akan dialihkan kepada suaminya sehingga beban orang tua menjadi berkurang bahkan para orang tua berharap sang anak yang sudah dinikahkan dapat membantu perekonomian orangtuanya.[8]

Pada saat yang bersamaan pula akibat krisis dari pandemi ini bisa menyebabkan kekurangan anggaran pendidikan hingga sebesar $77 miliar di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah pada akhir 2021.[9] Di Indonesia tercatat bahwa 4,4 juta anak berusia 7-18 tahun tidak bersekolah yang mana mereka yang berasal dari keluarga miskin, penyandang disabilitas dan anak-anak yang tinggal di daerah terpencil rentan mengalami putus sekolah[10]. Angka putus sekolah dalam kurun waktu empat tahun terakhir mengalami fluktuasi terhitung sejak tahun 2016 hingga 2019 yang mana angka putus sekolah tertinggi terjadi di tahun 2018 dengan jumlah 285.404 siswa.

Berkaitan dengan fenomena angka putus sekolah, maka berikut akan disajikan mengenai bagaimana angka partisipasi sekolah di Indonesia mulai dari tahun 2016 hingga 2019 yang tersebar di seluruh Provinsi di Indonesia.

Grafik Jumlah Siswa Putus Sekolah Tahun 2016-2019 di Indonesia

2

Sumber : Statistik Data Kemendikbud (Data Diolah)[11]

Menurut survey yang dilakukan Badan Pusat Statistik ada beberapa hal yang menyebabkan tingginya putus sekolah di Indonesia seperti latar belakang pendidikan orang tua, lemahnya ekonomi keluarga, kurangnya minat anak terhadap pendidikan, masih banyaknya orangtua yang menganut sistem patriarki (perbedaan gender) serta kondisi lingkungan tempat tinggal anak.[12] Hasil survey juga menyebutkan bahwa angka putus sekolah di daerah pedesaan jauh lebih besar daripada di daerah perkotaan.

Tabel 1 Angka Putus Sekolah 2019

3

Sumber : Badan Pusat Statistik

Grafik Tingkat Pendidikan Tertinggi Yang Ditamatkan Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Daerah

4

Sumber : Badan Pusat Statistik[13]

Pada tabel di atas menyatakan bahwa kesenjangan pendidikan berdasarkan tipe daerah. Persentase penduduk di perdesaan yang tidak pernah sekolah dan tidak tamat Sekolah Dasar lebih tinggi jika dibandingkan dengan perkotaan. Penduduk di perdesaan sebagian besar hanya tamatan Sekolah Dasar dalam data diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar masyarakat yang tinggal di perkotaan sudah mampu menyelesaikan pendidikannya pada tamat SM/sederajat.

Kesenjangan juga bisa dilihat berdasarkan pada gender antara perempuan dan laki-laki. Hal ini dapat dilihat dari tingginya proporsi penduduk perempuan dibandingkan laki-laki yang tidak pernah sekolah dan tidak tamat SD Sementara itu, pada jenjang SMP dan SM terlihat bahwa proporsi penduduk laki-laki yang tamat SMP/sederajat dan SM/sederajat lebih tinggi dibandingkan penduduk perempuan dengan kesenjangan yang cukup nyata pada tamatan SM/sederajat.

Ada beberapa alasan yang menyebabkan terjadi kesenjangan pendidikan antara laki-laki dan perempuan di masyarakat. Masih melekatnya budaya patriarki yang menyatakan kesiasiaan menyekolahkan anak perempuan setinggi mungkin karena hanya akan berakhir di dapur. Selain itu, masih berkembangnya tradisi di masyarakat yang menyatakan bahwa tugas perempuan adalah untuk mengurus rumah tangga.[14]

Adanya ketidaksetaraan gender khususnya dibidang pendidikan akan berdampak buruk terhadap kesejahteraan keluarga serta berdampak pula terhadap kemampuan masyarakat tersebut dalam meningkatkan taraf kehidupan. Ketidaksetaraan gender bidang pendidikan ini juga berkaitan dengan kurangnya produktifitas manusia, sehingga mengurangi prospek mengentaskan kemiskinan dan jaminan kemajuan ekonomi. Yang terburuk adalah adanya ketidak setaraan gender ini mampu melemahkan pemerintahan suatu negara yang tentu akan berdampak pada gagalnya efektifitas kebijakan pembangunannya.

Pandangan Pemerintah

Grafifk Anggaran Pendidikan Tahun 2016-2020 di Indonesia

5

Sumber : Kementrian Keuangan (Data Diolah)[15]

Dalam rangka mengurangi angka putus sekolah yang disebabkan oleh berbagai faktor pemerintah telah meluncurkan berbagai program seperti penambahan anggaran dana bos serta pemberian kartu Indonesia Pintar bagi masyarakat kurang mampu. Tahun 2020 ini pemerintah menganggarkan 20% dana APBN untuk dana pendidikan atau sekitar 508,1 Triliun rupiah yang mana dana ini dialokasikan kepada beberapa program seperti Kartu Indonesia Pintar (KIP) sebesar 11,1 triliun, KIP Kuliah sebesar 6,7 triliun, Beasiswa LPDP sebesar 1,8 triliun, keperluan riset LPDP sebesar 284,1 triliun, anggaran bos sebesar 64 triliun serta pembangunan kepada sekolah maupun pembangunan kampus sebesar 4,4 triliun.

Khusus untuk kemendikbud tahun 2020 ini anggaran kemendikbud memang mengalami penurunan sebesar Rp 4,9 triliun sebagai dampak kebijakan pemerintah dalam realokasi dan refocussing Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2020 untuk mendukung penanganan bencana non-alam Covid-19. Pemotongan biaya ini meliputi biaya kunjungan dinas, rapat-rapat dan acara-acara yang tidak dapat dilakukan di wilayah kementrian. Pemerintah memprioritaskan saat ini anggaran pendidikan digunakan untuk membantu siswa dan sekolah yang terdampak Covid-19, Program KIP serta penyelenggaran pembelajaran jarak jauh.[16]

Tabel 3. Penerima Program Kartu Indonesia Pintar Tahun 2019

6

Sumber : Kemendikbud [17]
Selain itu akibat pandemi ini penerima KIP Kuliah juga meningkat yang mana pada tahun 2020 ini kemendikbud mengalokasikan Rp6,7 Triliun untuk anggaran KIP Kuliah, hal ini meningkat dibanding tahun lalu yang mana pemerintah mengalokasikan dana sejumlah Rp 6 Triliun rupiah. Anggaran dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah juga meningkat di awal tahun 2020 ini. Pemerintah menganggarkan bahwa tahun ini pemberian dana bos sebesar 64 Triliun rupiah. Peningkatan ini terdapat dalam BOS Afirmasi dan BOS Reguler. Bos Reguler diperuntukkan untuk pembelian alat multi media pembelajaran, pemeliharaan dan perawatan sarana sekolah, dan penerimaan peserta didik baru. BOS Kinerja diberikan kepada sekolah yang berkinerja baik meningkatkan rapor mutu pendidikan agar mencapai standar nasional pendidikan. Sedangkan BOS Afirmasi digunakan untuk mendukung operasional rutin sekolah di daerah tertinggal, terluar dan terdepan (3T).

Tabel 4 Peningkatan Pemberian Dana BOS Perorang

7
Pandangan Masyarakat 
Sumber : Kemenkeu[18]

Banyaknya program yang telah dilakukan oleh pemerintah seperti penngkatan BOS dan peningkatan pemberian beasiswa nyatanya tidak membuat masyarakat menjadi termudahkan. Kajian yang dilakukan oleh SMERU menyatakan bahwa dengan adanya pandemi ini membuat terjadinya ketimpangan pembelajaran. Bagi siswa yang memiliki orang tua yang berpenghasilan rendah mereka cenderung kesulitan dalam mengakses pembelajaran hal ini diakibatkan oleh ketimpangan dalam infrastruktur pendidikan, dan terbatasnya akses informasi. Bagi siswa yang memiliki orang tua dengan penghasilan rendah, orang tua mereka cenderung tidak peduli terhadap perkembangan anak terutama dalam hal penguasaan materi pembelajaran.[19] Kondisi yang seperti ini membuat ancaman putus sekolah semakin meningkat terutama di masa pandemi saat ini, salah satu contoh adalah adanya kasus seperti di Garut seorang ayah viral mencuri sebuah hp untuk digunakan anaknya sekolah online.[20] Selain itu di Bogor seorang siswa SMA rela menjual ayam satu-satunya untuk membeli sebuah hp demi bisa mengikuti pembelajaran secara daring.[21]

Permasalahan angka putus sekolah semakin kompleks karena nyatanya program yang dibuat oleh pemerintah mengalami beberapa kendala. Seperti penerima program KIP (Kartu Indonesia Pintar) yang tidak tepat sasaran yang disebabkan oleh beberapa faktor seperti peggunaan data survey yang digunakan oleh pemerintah adalah data lama sehingga banyak kasus siswa yang sudah tamat SMK tetap mendapat KIP, contoh lainnya adalah temuan kasus banyak menemukan bahwa identifikasi kelompok penerima KIP tidak tepat sasaran sehingga masyarakat yang miskin serta rentan miskin tidak mendapatkan bantuan KIP.[22] Selain itu, banyak masyarakat menganggap bahwa bantuan beasiswa yang di berikan oleh pemerintah belum mencukupi kebutuhan dari sang penerima yang mana pemberian beasiswa hanya mencukupi untuk keringanan biaya SPP sedangkan uang saku, uang transpot serta keperluan sekolah lain belum tercukupi.[23] Penyaluran bos yang sering kali terlambat juga membuat sekolah menjadi salah satu alasan yang menghambat operasional sekolah sehingga beberapa program sekolah menjadi terhambat.

Permasalahan menjadi semakin kompleks ketika masih banyak pandangan masyarakat Indonesia yang menganggap pendidikan bukan menjadi hal penting bagi mereka. Masih banyak masyarakat yang beranggapan bahwa setelah tamat SLTA lebih baik bekerja dan menghasilkan uang untuk keluarga.[24] Selain itu banyak masyarakat juga masih menganggap bahwa semakin tinggi pendidikan anaknya maka semakin banyak biaya yang dikeluarkan terutama kepada anak perempuan.[25]

Kesimpulan

Meningkatnya angka putus sekolah di Indonesia harus di tangani dengan serius oleh pemerintah terutama Kemendikbud, apalagi pendidikan merupakan faktor terpenting dalam pembangunan suatu negara. Dengan adanya peningkatan kualitas pendidikan maka rantai lingkaran setan kemiskinan dapat diputus, sehingga tujuan pemerintah dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia dapat tercapai. Maka dari itu kami Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana merekomendasikan saran dalam menanggapi kasus angka putus sekolah ini berupa pengambilan sikap :

  1. Pemerintah diharapkan untuk terus menggiatkan berbagai program penuntasan kasus putus sekolah serta menciptakan berbagai kebijakan strategis sehingga angka putus sekolah dapat menurun.
  2. Perguruan Tinggi diharapkan mampu menggerakkan mahasiswa untuk mengurangi angka putus sekolah terutama di daerah pelosok dengan cara pengembangan program Indonesia Mengajar.

Untuk mengunduh kajian diatas, bisa diakses melalui link dibawah ini :

Wajah Pendidikan Indonesia di Tengah Pandemi

Daftar Pustaka

  1. Suleman, S.A. and Resnawaty, R., 2017. Program Keluarga Harapan (PKH): Antara Perlindungan Sosial Dan Pengentasan Kemiskinan. Prosiding Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, 4(1), pp.88-92.
  2. Saleh, M., 2020, May. Merdeka Belajar di Tengah Pandemi Covid-19. In Prosiding Seminar Nasional Hardiknas (Vol. 1, pp. 51-56).
  3. Kadji, Y., 2012. Kemiskinan dan Konsep teoritisnya. Guru Besar Kebijakan Publik Fakultas Ekonmi Dan Bisnis UNG.
  4. Badan Pusat Statistik 2020 Profil Kemiskinan di Indonesia
  5. Jutaan Anak Beresiko Jadi Pekerja Bawah Umur Akibat Pandemi. (Terdapat pada : https://republika.co.id/berita/qbtctb459/jutaan-anak-berisiko-jadi-pekerja-bawah-umur-akibat-pandemi) Diakses : 20 November 2020
  6. BPS, Pekerja Anak di Indonesia
  7. Save The Children 2020. (Terdapat pada : https:// campaigns.savethechildren.net/global-childhood-report#rankings).
  8. 2014.Pengaruh Status Sosial Ekonomi Keluarga Terhadap Motif Menikah Dini di Pedesaan. IPB
  9. BBC Indonesia. Pendidikan anak : Hampir 10 juta anak “berisikputus sekolah permanen (Terdapat pada : https://www.bbc.com/indonesia/majalah-53385718) Diakses : 20 November 2020
  10. Unicef Indonesia. Pendidikan dan Remaja (Terdapat pada : https://www.unicef.org/indonesia/id/pendidikan-dan-remaja) Diakses 20 November 2020
  11. Statistik Data Kemendikbud. Jumlah Siswa Putus Sekolah di Indonesia (Terdapat pada : http://statistik.data.kemdikbud.go.id/) Diakses : 20 November 2020
  12. BPS 2019. Potret Pendidikan Indonesia Statistik Pendidikan 2019
  13. 2019. Statistik Pendidikan Indonesia 2019
  14. Natasha, Harum. 2013. Ketidaksetaraan Gender Dalam Pendidikan : Faktor Penyebab, Dampak, Solusi. Fakultas Keguruan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Riau
  15. go.id (Terdapat pada : https://www.kemenkeu.go.id/apbn2020).
  16. go.id. Komisi X DPR RI Sepakat Perubahan Anggaran Kemendikbud 4,9 Triliun (Terdapat pada : https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2020/05/komisi-x-dpr-ri-sepakat-perubahan-anggaran-kemendikbud-rp49-triliun).
  17. Kemendikbud Neraca Pendidikan Daerah
  18. go.id Dana BOS Tahun 2020 Naik dan Bisa Cair
  19. The SMERU Research Institute. Belajar Dari Rumah: Potret Ketimpangan Pembelajaran Pada Masa Pandemi COVID-19
  20. com. Jejak Ayah di Garut Curi Ponsel demi Anak Belajar Daring. (Terdapat pada : https://news.detik.com/berita-jawa-barat/d-5157704/jejak-berkah-ayah-di-garut-yang-curi-ponsel-demi-anak-belajar-daring).
  21. com. Siswa Miskin Jual Ayam Satu-satunya Demi Beli HP Baru Belajar Online. (Terdapa pada : https://www.suara.com/news/2020/08/10/130336/siswa-miskin-jual-ayam-satu-satunya-demi-beli-hp-untuk-belajar-online?page=all).
  22. Penyaluran Dana PIP Tidak Tepat Sasaran (Terdapat pada : https://www.victorynews.id/penyaluran-dana-pip-tidak-tepat-sasaran/).
  23. 2019. Kecenderungan Putus Sekolah Anak Di Desa Bandung Kecamatan Pecalungan Kabupaten Batang. Skripsi
  24. Nurjamilah, Lelah. Rendahnya Kesadaran Masyarakat Terhadap Pendidikan di Desa Tegallega. Institut Islam Agama Cipasung.
  25. 2013. Latar Belakang Rendahnya Kesadaran Orang Tua Terhadap Pendidikan Anak Perempuan. Jurusan Psikologi Universitas Semarang Indonesia.

[1] Suleman, S.A. and Resnawaty, R., 2017. Program Keluarga Harapan (PKH): Antara Perlindungan Sosial Dan Pengentasan Kemiskinan. Prosiding Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat4(1), pp.88-92.

[2] Saleh, M., 2020, May. Merdeka Belajar di Tengah Pandemi Covid-19. In Prosiding Seminar Nasional Hardiknas (Vol. 1, pp. 51-56).

[3] Kadji, Y., 2012. Kemiskinan dan Konsep teoritisnya. Guru Besar Kebijakan Publik Fakultas Ekonmi Dan Bisnis UNG.

[4] Badan Pusat Statistik 2020 Profil Kemiskinan di Indonesia

[5] Republika. Jutaan Anak Beresiko Jadi Pekerja Bawah Umur Akibat Pandemi. (Terdapat pada : https://republika.co.id/berita/qbtctb459/jutaan-anak-berisiko-jadi-pekerja-bawah-umur-akibat-pandemi) Diakses : 20 November 2020

[6] BPS, Pekerja Anak di Indonesia

[7] Save The Children 2020. (Terdapat pada : https:// campaigns.savethechildren.net/global-childhood-report#rankings).

[8] Wulandari. 2014.Pengaruh Status Sosial Ekonomi Keluarga Terhadap Motif Menikah Dini di Pedesaan. IPB

[9] BBC Indonesia. Pendidikan anak : Hampir 10 juta anak “berisikputus sekolah permanen (Terdapat pada : https://www.bbc.com/indonesia/majalah-53385718) Diakses : 20 November 2020

[10] Unicef Indonesia. Pendidikan dan Remaja (Terdapat pada : https://www.unicef.org/indonesia/id/pendidikan-dan-remaja) Diakses 20 November 2020

 

[11] Statistik Data Kemendikbud. Jumlah Siswa Putus Sekolah di Indonesia (Terdapat pada : http://statistik.data.kemdikbud.go.id/) Diakses : 20 November 2020

[12] BPS 2019. Potret Pendidikan Indonesia Statistik Pendidikan 2019

[13] BPS. 2019. Statistik Pendidikan Indonesia 2019

[14] Natasha, Harum. 2013. Ketidaksetaraan Gender Dalam Pendidikan : Faktor Penyebab, Dampak, Solusi. Fakultas Keguruan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Riau

[15] Kemenkeu.go.id (Terdapat pada : https://www.kemenkeu.go.id/apbn2020).

[16] Kemendikbud.go.id. Komisi X DPR RI Sepakat Perubahan Anggaran Kemendikbud 4,9 Triliun (Terdapat pada : https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2020/05/komisi-x-dpr-ri-sepakat-perubahan-anggaran-kemendikbud-rp49-triliun).

[17] Kemendikbud Neraca Pendidikan Daerah

[18] Kemenkeu.go.id Dana BOS Tahun 2020 Naik dan Bisa Cair

[19] The SMERU Research Institute. Belajar Dari Rumah: Potret Ketimpangan Pembelajaran Pada Masa Pandemi COVID-19

[20] Detik.com. Jejak Ayah di Garut Curi Ponsel demi Anak Belajar Daring. (Terdapat pada : https://news.detik.com/berita-jawa-barat/d-5157704/jejak-berkah-ayah-di-garut-yang-curi-ponsel-demi-anak-belajar-daring).

[21] Suara.com. Siswa Miskin Jual Ayam Satu-satunya Demi Beli HP Baru Belajar Online. (Terdapa pada : https://www.suara.com/news/2020/08/10/130336/siswa-miskin-jual-ayam-satu-satunya-demi-beli-hp-untuk-belajar-online?page=all).

[22] Victorynews. Penyaluran Dana PIP Tidak Tepat Sasaran (Terdapat pada : https://www.victorynews.id/penyaluran-dana-pip-tidak-tepat-sasaran/).

[23] Kamalia. 2019. Kecenderungan Putus Sekolah Anak Di Desa Bandung Kecamatan Pecalungan Kabupaten Batang. Skripsi

[24] Nurjamilah, Lelah. Rendahnya Kesadaran Masyarakat Terhadap Pendidikan di Desa Tegallega. Institut Islam Agama Cipasung.

[25] Muamaroh. 2013. Latar Belakang Rendahnya Kesadaran Orang Tua Terhadap Pendidikan Anak Perempuan. Jurusan Psikologi Universitas Semarang Indonesia.

Undang – Undang Sapu Jagad, Inilah Omnibus Law yang Menuai Polemik

Oleh

Badan Eksekutif Mahasiswa

Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Udayana

Kini rakyat dibuat resah kembali,

Pemerintah mencetuskan suatu kebijakan baru.

Dengan dalih memangkas birokrasi,

Namun justru menuai banyak kontroversi.

Undang- undang dibuat secara tergesa-gesa,

Disusun secara tersembunyi,

Tanpa melibatkan suara rakyat.

Ini negeri katanya menjunjung Demokrasi Pancasila,

Namun mengapa suara kami tak didengar?

Kami ingin diajak berdiskusi,

Mengawal bersama-sama kebijakan ini,

Untuk Indonesia yang lebih baik.

 

Pendahuluan

Istilah omnibus law di Indonesia pertama kali akrab di telinga setelah pidato pelantikan Presiden Joko Widodo pada Oktober 2019 lalu. Sebagaimana bahasa hukum lainnya, omnibus berasal dari bahasa latin yakni omnis yang berarti banyak. Omnibus law bukan merupakan barang baru, di Amerika Serikat omnibus law sudah kerap kali dipakai sebagai Undang – Undang lintas sektor. Artinya, omnibus law bersifat lintas sektor yang sering ditafsirkan sebagai Undang – Undang sapu jagad.[1] Hal ini membuat pengesahan omnibus law oleh DPR bisa langsung mengamandemen beberapa Undang – Undang sekaligus. Menurut segi hukum, kata omnibus lazimnya disandingkan menggunakan istilah law atau bill yang berarti suatu peraturan yang dibentuk menurut output kompilasi beberapa anggaran dengan substansi dan tingkatannya yang berbeda. Menurut Kamus Hukum Merriam-Webster, istilah omnibus law berasal dari omnibus bill yakni undang-undang yang mencakup berbagai isu atau topik. Jadi, bisa dikatakan omnibus law merupakan metode atau konsep pembuatan peraturan yang menggabungkan beberapa aturan dengan substansi pengaturan yang berbeda, menjadi suatu peraturan besar yang berfungsi menjadi payung hukum. [2]

Omnibus Law terdiri atas tiga undang-undang yakni Undang – Undang Cipta Lapangan Kerja, Undang – Undang Perpajakan dan Undang-Undang Usaha Mikro Kecil dan Menengah menuai banyak polemik, Undang – Undang Cipta Lapangan Kerja ini kerap disingkat menjadi “UU Cilaka” oleh masyarakat yang tidak setuju dengan sejumlah perubahan peraturan yang terdapat dalam Undang – Undang Cipta Lapangan Kerja tersebut. Menanggapi hal tersebut, Presiden Joko Widodo mengubah nama Undang – Undang Cipta Lapangan Kerja tersebut menjadi Undang – Undang Cipta Kerja.

Dalam pembahasan omnibus law terdapat beberapa Rancangan Undang – Undang atau yang dikenal dengan istilah “klaster” dalam Undang – Undang Cipta Kerja dan Undang – Undang Perpajakan. Omnibus law cipta kerja terdiri dari 11 klaster dengan pembahasan beberapa poin di dalamnya yaitu penyederhanaan perizinan berusaha, persyaratan investasi, ketenagakerjaan, kemudahan dan perlindungan UMKM, kemudahan berusaha, dukungan riset dan inovasi, administrasi pemerintahan, pengenaan sanksi, pengadaan lahan, investasi dan proyek pemerintahan, kawasan ekonomi. Sedangkan omnibus law perpajakan terdiri dari 6 klaster dengan pembahasan beberapa poin di dalamnya yaitu pendanaan investasi, sistem teritori, subjek pajak orang pribadi, kepatuhan wajib pajak, keadilan iklim berusaha, fasilitas.

Undang – Undang Ketenagakerjaan

Upaya melahirkan omnibus law bertujuan untuk memecahkan kebuntuan berbagai persoalan yang selama ini dinilai menghambat investasi, namun di sisi lain kebutuhan penciptaan lapangan kerja menjadi kebutuhan di tengah pengangguran yang masih tinggi. Saat ini, pemerintah berusaha menjaga keseimbangan antara kebutuhan perluasan lapangan kerja memerlukan investasi, dan upaya perlindungan pekerja (existing) sehingga diperlukan reformasi regulasi secara menyeluruh, termasuk sektor ketenagakerjaan. Pemerintah telah melakukan berbagai upaya peningkatan kesejahteraan tenaga kerja antara lain melalui berbagai program kartu prakerja, peningkatan manfaat jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian, dan penyediaan perumahan pekerja. Omnibus law cipta lapangan kerja mencoba menjawab dalam hal kebutuhan perluasan lapangan kerja dan perlindungan pekerja. Omnibus law ini mencakup 1.244 pasal dari 79 undang-undang yang dicoba disederhanakan sehingga jadi payung hukum yang bisa fleksibel menjawab perubahan di sektor tenaga kerja dan investasi. [3]

Rancangan Undang – Undang Cipta Kerja ini berisi 1028 halaman yang membahas berbagai hal, dari peningkatan ekosistem investasi, ketenagakerjaan, hingga jaminan sosial. Masalah ketenagakerjaan dibahas secara khusus pada Bab IV. Diantaranya berisi beberapa ketentuan yang merupakan perubahan dari Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 4279). Beberapa pasal dalam draf Rancangan Undang – Undang ini potensial menimbulkan kontroversi. Berikut poin-poinnya :

  1. Masuk enam hari kerja, pada pasal 89 poin 22 berisi perubahan dari pasal 79 Undang – Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Isinya, pengusaha wajib memberi waktu istirahat dan cuti bagi pekerja. Waktu istirahat wajib diberikan paling sedikit selama 30 menit setelah bekerja selama 4 jam, dan “Istirahat mingguan 1 hari untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu.” demikian dikutip. Sedangkan, waktu kerja paling lama 8 jam perhari, dan 40 jam dalam satu minggu.
  2. Ketentuan lembur, pada pasal 89 poin 20 tercantum, pengusaha dapat memberlakukan waktu kerja yang melebihi ketentuan untuk jenis pekerjaan atau sektor usaha tertentu. Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis pekerjaan atau sektor usaha tertentu serta skema periode kerja diatur dengan Peraturan Pemerintah.
  3. Upah minimum ditetapkan gubernur, upah minimum tidak diatur secara nasional. Pada pasal 89 poin 24 disebutkan, Gubernur menetapkan upah minimum sebagai jaring pengaman. Upah minimum tersebut dihitung dengan mempertimbangkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Hanya, ketentuan tersebut tidak berlaku untuk industri kecil. Demikian pula untuk industri karya akan dibuat ketentuan tersendiri. Selain itu, pada pasal 89 poin 30 disebutkan bahwa pengusaha melakukan peninjauan upah secara berkala dengan memperhatikan kemampuan perusahaan dan produktivitas.
  4. Ketentuan pesangon, saat terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha wajib memberikan pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi buruh. Pada pasal 89 poin 45 disebutkan bahwa uang pesangon itu dihitung menurut masa kerja.

Bagaimanapun, pengusaha dapat memberikan uang penggantian hak yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Ketentuan lebih lanjut mengenai besaran uang pesangon serta uang penghargaan masa kerja juga akan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

  1. Bonus tahunan, Pada pasal 92 disebutkan bahwa pemberi kerja berdasarkan Undang-Undang ini memberikan penghargaan lainnya kepada pekerja/buruh. Pemberian penghargaan diberikan satu kali dalam jangka waktu paling lama satu tahun sejak Undang – Undang ini mulai berlaku. [4]

Apabila pemerintah menerapkan kebijakan omnibus law untuk meningkatkan investasi maka studi ekonomi biasanya menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi berkaitan erat dengan pengaruh investasi dan tenaga kerja.[5] Investasi merupakan sarana bagi proses kumulatif, mengarah ke atas di daerah yang bernasib baik dan mengarah ke bawah di daerah yang tidak baik sehingga ketepatan investasi ke daerah-daerah yang membutuhkan sehingga menciptakan kesempatan kerja dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.[6] Dalam paparan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, terdapat berbagai persoalan antara lain 7 Juta orang masih menganggur di Indonesia. Di sisi lain, setiap tahun angkatan kerja baru justru terus bertambah sebanyak 2 Juta orang. Badan Pusat Statistik mencatat jumlah pekerja informal mendominasi, yaitu sebesar 74,1 juta pekerja (57,26%) di tahun 2019, pekerja formal sebesar 55,3 Juta (42,74%).[7] Seseorang dikatakan bekerja dalam sektor informal apabila mereka tidak tunduk pada undang-undang tenaga kerja, tidak dikenakan pajak pendapatan, minimnya perlindungan sosial atau hak tertentu untuk jaminan kerja.[8] Dominasi pekerja informal disebabkan perkembangan ekonomi digital yang memacu wiraswasta secara online dan mandiri, serta karakteristik kaum milenial yang cenderung memilih jam kerja fleksibel. Untuk itu, pemerintah memacu pertumbuhan ekonomi 6% atau lebih per tahun, untuk membuka lapangan kerja baru guna menampung 2 juta pekerja baru dan 7 juta pengangguran yang ada. Sedangkan di sisi lain pertumbuhan ekonomi memerlukan investasi baru sebesar Rp 4.800 Triliun (setiap 1% pertumbuhan ekonomi, memerlukan Rp 800 Triliun). [9]

Berikut merupakan data pertumbuhan ekonomi, dan tingkat pengangguran di Indonesia.

kajian

Sumber : Badan Pusat Statistik

kajian 2

Sumber : Badan Pusat Statistik

Apabila melihat tren data yang ditunjukkan BKPM pertumbuhan sektor industri tidak sejalan dengan peningkatan sektor tenaga kerja. Sektor industri di tahun 2016 hanya mampu menyerap sebesar 15,8 Juta tenaga kerja, tahun 2017 mengalami peningkatan sebesar 10% yaitu di angka 17,4 juta tenaga kerja. Tetapi di tahun 2018 peningkatan jumlah penyerapan tenaga kerja tidak mengalami jumlah yang signifikan yaitu sebesar 18,1 juta tenaga kerja atau hanya mengalami peningkatan sebesar 4% dari tahun sebelumnya. Sedangkan nilai investasi tahun 2018 mencapai Rp 361,6 triliun, artinya pertumbuhan investasi di sektor industri tak selamanya berbarengan dengan penyerapan jumlah tenaga kerja di sektor industri tersebut.[10]

Berikut merupakan data terkait perkembangan penyerapan tenaga kerja dan perkembangan realisasi investasi.

kajian 3
Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal

kajian 4
Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal

Apabila dibandingkan dengan negara tetangga, nilai investasi di Indonesia lebih tinggi daripada negara tetangga Malaysia, Afrika Selatan, dan juga Brazil. Selain itu, di ASEAN Indonesia merupakan negara yang menerima investasi tertinggi dan juga di Asia, Indonesia menjadi negara yang paling diminati investor setelah China dan India. Namun, apabila diteliti lebih lanjut nilai investasi asing (PMA) di Indonesia lebih rendah dibandingkan dengan investasi dalam negeri (PMDN). Rendahnya investasi asing di Indonesia di pengaruhi oleh beberapa faktor seperti nilai tukar dollar, pertumbuhan ekonomi, tersedianya tenaga kerja terdidik, sumbangan sektor industri dalam PDB, dan kebijakan insentif pajak.[11] Apabila pemerintah mendorong investasi untuk pertumbuhan ekonomi sebesar 6% nyatanya pertumbuhan ekonomi yang terjadi bukan didukung oleh investasi melainkan di dominasi oleh pengeluaran konsumsi sektor rumah tangga. Secara nasional, rata-rata penggunaan PDB yang paling besar adalah untuk pengeluaran konsumsi swasta, yaitu sebesar 55,46 persen, sementara penggunaan untuk penanaman modal (investasi) hanya sebesar 22 persen saja.[12] Jika pemerintah berencana menggunakan omnibus law untuk mendorong peningkatan investasi, pemerintah harus memastikan bahwa investasi tersebut berupa padat karya bukan padat modal sehingga berpengaruh terhadap pasar tenaga kerja di Indonesia. [13]

 

Undang – Undang Perpajakan

Demi mendorong pertumbuhan ekonomi sebesar 6%, pemerintah juga menerapkan omnibus law dalam UU perpajakan.[14] Berbagai insentif, terutama di bidang perpajakan disiapkan untuk mengejar target tersebut. Saat ini, pemerintah telah membuat Rancangan Undang-Undang tentang Ketentuan dan Fasilitas Perpajakaan dan Penguatan Perekonomian atau yang lebih dikenal dengan omnibus law perpajakan. Rancangan Undang – Undang ini diharapakan mampu menjadi solusi peningkatan jumlah investasi di Indonesia.

Terdapat beberapa poin penting yang menjadi fokus dalam Rancangan Undang – Undang ini. Pertama, tarif PPh Badan akan diturunkan dari 25% menjadi 20%. Penurunan akan dilakukan secara bertahap dimana akan diturunkan 3% menjadi 22% untuk tahun 2021 – 2022, kemudian diturunkan lagi menjadi 20% pada 2023. Selain itu, insentif diberikan bagi perusahaan yang baru go public, di mana tarif PPh Badan akan diturunkan lagi 3% dari tarif normal. Sehingga, perusahaan yang baru go public akan dikenakan tarif 19% pada 2021 – 2022. Sedangkan untuk perusahaan yang go public pada 2023 dan selanjutnya, akan dikenakan tarif PPh Badan sebesar 17%. Penurunan tarif ini berlaku selama 5 tahun setelah perusahaan tersebut go public. Penurunan tarif PPh Badan menjadi insentif bagi investor karena tentunya penghasilan yang didapat oleh perusahaan akan meningkat, yang mana menyebabkan lebih banyak lagi dana yang dimiliki perusahaan untuk dapat diinvestasi kembali, ataupun untuk dibagikan kepada investor dalam bentuk dividen. Peningkatan dividen ini diiringi oleh kebijakan untuk membebaskan pengenaan pajak atas dividen, selama dividen tersebut direpatriasi kembali ke Indonesia. Sehingga, uang yang kembali masuk dan berputar di Indonesia diharapkan akan membantu pergerakan roda perekonomian Indonesia.

Kedua, pemerintah akan menghapus PPh atas dividen baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Wajib Pajak Badan dalam negeri dengan kepemilikan di atas 25% tidak akan dikenakan PPh, sedangkan yang kepemilikan lebih kecil dari 25% bisa juga bebas PPh asal menginvestasikan kembali dividennya di Indonesia dalam waktu tertentu. Begitu juga dengan Wajib pajak orang pribadi yang normalnya terkena tarif PPh dividen 10%, maupun Wajib Pajak Badan dan orang pribadi asal luar negeri bisa dibebaskan dari PPh asal menginvestasikan kembali dividen di dalam negeri.

Ketiga, Omnibus Law Perpajakan juga akan mempertegas aturan pengenaan PPh bagi subjek pajak dalam negeri (SPDN). Melalui aturan baru, nantinya penentuan WNI dan WNA sebagai SPDN berdasarkan masa tinggal di Indonesia yang mana di atas 183 hari termasuk SPDN, sementara masa tinggal kurang dari atau sama dengan 183 hari masih termasuk subjek pajak luar negeri (SPLN). Oleh karena itu, prinsip pengenaan pajak yang tadinya bersifat world wide kini menjadi prinsip teritorial yang berdasarkan lama masa tinggal di Indonesia.

Keempat, pemerintah juga mengatur ulang sanksi administratif perpajakan untuk mendorong kepatuhan sukarela. Salah satunya, sanksi bunga atas kurang bayar karena pembetulan SPT Tahunan dan SPT masa sebelumnya ditetapkan 2% per bulan dari pajak kurang bayar. Nantinya, sanksi per bulan menggunakan formulasi suku bunga acuan berlaku ditambah 5% lalu dibagi 12 bulan (setahun). Dengan begitu besaran sanksi menjadi lebih ringan. Pemerintah juga meringankan sanksi denda bagi pengusaha kena pajak (PKP) yang tidak membuat atau tidak tepat waktu membuat faktur pajak dari sebelumnya 2% dari dasar pengenaan pajak, menjadi hanya 1% sehingga nantinya para wajib pajak untuk dapat meningkatkan compliance-nya dan mereka bisa menghitung sanksi adminsitrasinya secara lebih rasional dan oleh karena itu bisa menciptakan kultur compliance yang lebih baik.

Kelima, pemerintah merelaksasi Pajak Masukan yang dapat dikreditkan. Misalnya, Pajak Masukan perolehan barang atau jasa kena pajak sebelum dikukuhkan sebagai PKP tidak dapat dikreditkan. Nantinya, Pajak Masukan dapat dikreditkan sesuai dengan bukti faktur pajak yang dimiliki.

Keenam, terkait penyamaan level playing field antara perdagangan konvensional dan online, pemerintah akan memberlakukan tarif pajak. Melalui omnibus law, pemerintah akan mengatur perusahaan digital seperti Netflix atau Amazon agar dapat memungut, menyetor, dan melaporkan PPN. Untuk memungkinkan itu, maka pemerintah akan mengubah definisi Badan Usaha Tetap (BUT) dari yang awalnya berdasarkan kehadiran kantor fisik perusahaan di Indonesia (physical presence) menjadi berdasarkan kegiatan ekonomi di Indonesia (economic presence). Selajutnya, yaitu seluruh insentif pajak seperti tax holiday dan juga tax allowance akan digabungkan menjadi satu bagian.

Terakhir, upaya pemerintah merasionalisasi pajak dan retribusi daerah melalui omnibus law perpajakan tersebut. Nantinya, pemerintah pusat akan mempertegas kewenangannya dalam menetapkan tarif pajak daerah secara nasional. Aturan lebih rinci terkait hal itu akan diterbitkan dalam bentuk Perpres. Tujuannya, agar selain mengoptimalkan pendapatan asli daerah (PAD), pemda juga bisa lebih selaras dengan pemerintah pusat dalam menciptakan iklim usaha dan investasi yang baik melalui kebijakan dan peraturan-peraturan tingkat daerah. Beberapa poin di atas merupakan strategi pemerintah untuk menciptakan iklim yang kondusif bagi investor dan calon investor, dengan memberikan beberapa kemudahan dan menawarkan tarif pajak yang bersaing dengan negara lain. Sehingga diharapkan pertumbuhan ekonomi Indonesia meningkat dan diikuti dengan pertumbuhan compliance wajib pajak, serta peningkatan penerimaan pajak dari Indonesia. [15]

Pandangan Pemerintah

Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR Adang Daradjatun menyoroti aspek legislasi. Menurutnya, terdapat kelebihan yakni pembahasan bersifat multisektor serta menggabungkan banyak Undang – Undang, sehingga waktu pembahasan yang diperlukan lebih cepat dibandingkan dengan mengubah Undang- Undang tersebut satu per satu. Bila ditelaah kembali omnibus law lebih tepat diterapkan di negara yang regulasinya tumpang tindih, hiper regulasi dan disharmoni. Tujuan omnibus law setidaknya menjawab soal efisiensi dan harmonisasi hukum. Selain itu, menurut pemerintah ada tiga manfaat penerapan omnibus law. Pertama, menghilangkan tumpang tindih antar peraturan perundang – undangan. Kedua, efisiensi proses perubahan atau pencabutan peraturan perundang – undangan. Ketiga, menghilangkan ego sektoral yang terkandung dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Omnibus law tersebut diharapkan dapat memperkuat perekonomian nasional dengan memperbaiki ekosistem investasi dan daya saing Indonesia dalam menghadapi ketidakpastian dan perlambatan ekonomi global.

Karena menggabungkan banyak Undang – Undang untuk dibahas dalam satu Rancangan Undang – Undang, maka ada efisiensi anggaran negara dalam proses penyusunan Undang – Undang. Omnibus law Rancangan Undang – Undang Cipta Kerja harus menciptakan instrumen kemudahan berusaha tak hanya menguntungkan investor asing dan dalam negeri, tetapi juga wirausaha yang baru tumbuh sesuai arus perkembangan generasi baru yang lebih memilih menjadi wiraswasta mandiri. Investasi itu perlu ditingkatkan sejalan dengan kenaikan daya saing Indonesia di mata internasional.

Mengenai perpajakan, Menteri Keuangan Sri Mulyani membujuk pengusaha untuk mendorong Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui Rancangan Undang – Undang Omnibus Law Perpajakan. Sri Mulyani mengatakan omnibus law perpajakan itu merupakan salah satu bentuk insentif yang diberikan pemerintah untuk pengusaha.

Pandangan Masyarakat

Gagasan pembentukan omnibus law ini lazim diterapkan di negara – negara yang menganut sistem common law. Jika omnibus law diterapkan di Indonesia, justru malah menimbulkan persoalan baru dalam sistem penyusunan peraturan perundang – undangan. Dan dikhawatirkan akan terjadi ketidakpastian hukum dan menyulitkan masyarakat.

Sejumlah kalangan mengkritik pembentukan omnibus law ini dengan beragam alasan dan argumentasi. Tak sedikit kalangan mendukung pembentukan omnibus law ini sebagai salah satu strategi merombak regulasi untuk mengatasi kondisi hiper regulasi, khususnya di sektor kemudahan berusaha. Masyarakat, organisasi buruh, hingga pakar hukum sudah memberi pandangannya terkait omnibus law sebagai salah satu hal yang baru sekaligus menggantikan/menghapus beberapa pasal dalam satu regulasi atau lebih yang berlaku. Masyarakat menilai Rancangan Undang – Undang omnibus law mengabaikan aspek lingkungan dan dinilai tidak memperhatikan nasib rakyat kecil. Terlebih lagi dalam penyusunan Rancangan Undang – Undang dinilai cacat prosedur karena dilakukan tanpa partisipasi masyarakat dan merombak pasar inkonstitusional. Penyusunan naskah omnibus law bersifat elitis dan tidak mengakomodasi masyarakat yang terdampak pada keberadaan Rancangan Undang – Undang ini, dikarenakan omnibus law digawangi oleh 138 orang yang mayoritas diisi adalah pihak pemerintah dan pengusaha.

Terdapat sentralisasi kewenangan apabila Rancangan Undang – Undang omnibus law sampai disahkan, karena kebijakan akan terpusat pada pemerintah pusat dan ini disebut akan mencederai semangat reformasi. Apabila omnibus law sampai disahkan maka akan terbuka celah korupsi yang semakin melebar diakibatkan mekanisme pengawasan yang dipersempit dan rakyat akan kehilangan hak nya untuk menggugat. Akan terjadi perampasan ruang hidup rakyat. Lebih parahnya lagi, dengan adanya omnibus law akan meningkatkan krisis lingkungan hidup akibat investasi yang meningkatkan pencemaran lingkungan, dan bencana ekologis, hal ini dibuktikan dengan dihapusnya izin lingkungan, sanksi pidana menjadi pelanggaran administrasi, dan dibatasinya pelibatan masyarakat.

Omnibus law membuat orientasi pendidikan untuk menciptakan tenaga kerja yang murah, karena menerapkan upah di bawah standar minimum, upah per jam dan terlebih lagi terdapat perluasan kerja kontrak outsourcing. Bila dilihat di dalam aturan omnibus law secara eksklusif memang dibuat untuk lebih mengutamakan posisi investor atau korporasi ketimbang perlindungan terhadap hak demokrasi dan konstitusional rakyatnya.

Kesimpulan

Melihat banyaknya undang – undang yang tumpang tindih, Presiden Joko Widodo berencana mempercepat pengesahan Omnibus Law Rancangan Undang – Undang Cipta Kerja dan Perpajakan demi melancarkan arus investasi di Indonesia. Bahkan Rancangan Undang-Undang Omnibus Law ini masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas tahun 2020. Namun, undang – undang yang menggabungkan banyak peraturan jadi satu tersebut menuai banyak kritik dari berbagai kalangan, terutama buruh, aktivis dan akademisi. Kurangnya informasi dan sosialisasi terkait omnibus law ini menjadikan masyarakat terutama para buruh merasa tidak adanya keterlibatan dalam pembuatan Rancangan Undang – Undang Omnibus Law, hal ini lah yang menimbulkan keresahan masyarakat khususnya para pekerja terkait dengan hak – hak pekerja.

Maka dari itu kami Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana merekomendasikan saran dalam menanggapi isu Omnibus Law ini berupa pengambilan sikap :

  1. Pemerintah hendaknya mendorong peningkatan investasi yang proporsional dan lebih memihak kepada kepentingan publik sehingga mampu memberikan efek positif terhadap pertumbuhan ekonomi dan pengentasan kemiskinan melalui kebijakan omnibus law ini. Selain itu, pemerintah juga hendaknya melibatkan masyarakat terutama para pekerja dalam penyusunan Rancangan Undang-Undang sehingga kebijakan ini tidak akan merugikan para pekerja.
  2. Mengajak seluruh mahasiswa dan masyarakat untuk lebih kritis dan tanggap akan kinerja pemerintah sehingga tidak menyimpanng dari ideologi Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Untuk mengunduh kajian diatas, bisa diakses melalui link dibawah ini :

Kajian Omnibus Law

REFERENSI :

[1] Kompas.com. “Masih Bingung Apa Itu Omnibus Law”. (Terdapat pada : https://www.google.com/amp/s/amp.kompas.com/money/read/2020/02/18/160300026/masih-bingung-apa-itu-omnibus-law Diakses pada : 10-03-2020)

[2] Suara.com. “Apa itu Omnibus Law”. (Terdapat pada : https://www.google.com/amp/s/amp.suara.com/yoursay/2020/02/22/153703/apa-itu-omnibus-law   Diakses pada : 10-03-2020)

[3] CNBC Indonesia. “Omnibus Law Lapangan Kerja meluncur ini dampak buat ekonomi”, (Terdapat pada : https://www.cnbcindonesia.com/news/20200117203541-4-130934/omnibus-law-lapangan-kerja-meluncur-ini-dampak-buat-ekonomi. Diakses pada : 11-03-2020).

[4] Aria, Pingit.”Lima Aturan Kontroversial dalam Omnibus Law RUU Cipta Lapangan Kerja” ,(Terdapat pada : https://katadata.co.id/berita/2020/02/13/lima-aturan-kontroversial-dalam-omnibus-law-ruu-cipta-lapangan-kerja. Diakses pada : 11-03-2020)

  • Nizar, Chairul.dkk., 2013.” Pengaruh Investasi dan Tenaga Kerja Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Serta Hubungan Terhadap Tingkat Kemiskinan di Indonesia”. Jurnal Ilmu Ekonomi Universitas Syiah Kuala

[6] Ratih, Ambara.,dkk. 2017.”Pengaruh Investasi, Pengeluaran Pemerintah, Tenaga Kerja Terhadap Produk Domestik Regional Bruto dan Tingkat Kemiskinan Pada Wilayah Sarbagita di Provinsi Bali”. E-Jurnal Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.

[7] Katadata. “Sektor Informal Mendominasi Pekerjaan di Indonesia 2015-2019”, (Terdapat pada : https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/10/21/sektor-informal-mendominasi-pekerjaan-di-indonesia-2015-2019. Diakses 24 Maret 2020)

[8] Badan Pusat Statistik. 2019. Keadaan Pekerja di Indonesia.

[9] CNBC Indonesia. “Apa sih Omnibus Law ‘Cilaka’ yang Bikin Buruh Marah?” (Terdapat pada : https://www.cnbcindonesia.com/news/20200121090837-4-131452/apa-sih-omnibus-law-cilaka-yang-bikin-buruh-marah Diakses pada 19-03-2020)

  • Detik News. “Omnibus Law dan Kekeliruan Menafsir Investasi”. (Terdapat pada : https://news.detik.com/kolom/d-4902156/omnibus-law-dan-kekeliruan-menafsir-investasi). Diakses pada 10 Maret 2020
  • Soelistyo, Basuki. 1997. Kajian Mengenai Pengaruh Penanaman Modal Asing Langsung Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Tabungan Domestik Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Vol 12 No 2 Tahun 1997.
  • Sulistiawati, Rini. 2012. Pengaruh Investasi terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Penyerapan Tenaga Kerja Serta Kesejahteraan Masyarakat di Provinsi di Indonesia. Jurnal Ekonomi Bisnis dan Kewirausahaan 2012, Vol. 3, No.1, 29-50
  • Arka, Sudarsana. Dkk. Pengaruh Inflasi, Investasi dan Tingkat Upah Terhadap Tingkat Pengangguran di Bali. Jurnal Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana
  • Detik finance “Luhut Pede Omnibus Law Bakal Kerek Ekonomi RI ke 6%”. (Terdapat pada : https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4877336/luhut-pede-omnibus-law-bakal-kerek-ekonomi-ri-ke-6. Dakses pada 19 Maret 2020.

[15] Nasional Kontan.Co.Id. “Ini Poin Penting Omnibus Law Perpajakan Salah Satunya Penurunan Pph Perusahaan”. (Terdapat pada : https://nasional.kontan.co.id/news/ini-poin-penting-omnibus-law-perpajakan-salah-satunya-penurunan-pph-perusahaan-ipo?page=2 Diakses pada : 11-03-2020)

 

[1] Kompas.com. “Masih Bingung Apa Itu Omnibus Law”. (Terdapat pada : https://www.google.com/amp/s/amp.kompas.com/money/read/2020/02/18/160300026/masih-bingung-apa-itu-omnibus-law Diakses pada : 10-03-2020)

[2] Suara.com. “Apa itu Omnibus Law”. (Terdapat pada : https://www.google.com/amp/s/amp.suara.com/yoursay/2020/02/22/153703/apa-itu-omnibus-law   Diakses pada : 10-03-2020)

[3] CNBC Indonesia. “Omnibus Law Lapangan Kerja meluncur ini dampak buat ekonomi”, (Terdapat pada : https://www.cnbcindonesia.com/news/20200117203541-4-130934/omnibus-law-lapangan-kerja-meluncur-ini-dampak-buat-ekonomi . Diakses pada : 11-03-2020).

[4] Aria, Pingit.”Lima Aturan Kontroversial dalam Omnibus Law RUU Cipta Lapangan Kerja” ,(Terdapat pada : https://katadata.co.id/berita/2020/02/13/lima-aturan-kontroversial-dalam-omnibus-law-ruu-cipta-lapangan-kerja. Diakses pada : 11-03-2020)

[5] Nizar, Chairul.dkk., 2013.” Pengaruh Investasi dan Tenaga Kerja Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Serta Hubungan Terhadap Tingkat Kemiskinan di Indonesia”. Jurnal Ilmu Ekonomi Universitas Syiah Kuala

[6] Ratih, Ambara.,dkk. 2017.”Pengaruh Investasi, Pengeluaran Pemerintah, Tenaga Kerja Terhadap Produk Domestik Regional Bruto dan Tingkat Kemiskinan Pada Wilayah Sarbagita di Provinsi Bali”. E-Jurnal Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.

[7] Katadata. “Sektor Informal Mendominasi Pekerjaan di Indonesia 2015-2019”, (Terdapat pada : https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/10/21/sektor-informal-mendominasi-pekerjaan-di-indonesia-2015-2019. Diakses 24 Maret 2020)

[8] Badan Pusat Statistik. 2019. Keadaan Pekerja di Indonesia.

[9] CNBC Indonesia. “Apa sih Omnibus Law ‘Cilaka’ yang Bikin Buruh Marah?” (Terdapat pada : https://www.cnbcindonesia.com/news/20200121090837-4-131452/apa-sih-omnibus-law-cilaka-yang-bikin-buruh-marah Diakses pada 19-03-2020)

 

[10] Detik News. “Omnibus Law dan Kekeliruan Menafsir Investasi”. (Terdapat pada : https://news.detik.com/kolom/d-4902156/omnibus-law-dan-kekeliruan-menafsir-investasi). Diakses pada 10 Maret 2020

[11] Soelistyo, Basuki. 1997. Kajian Mengenai Pengaruh Penanaman Modal Asing Langsung Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Tabungan Domestik Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Vol 12 No 2 Tahun 1997.

[12] Sulistiawati, Rini. 2012. Pengaruh Investasi terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Penyerapan Tenaga Kerja Serta Kesejahteraan Masyarakat di Provinsi di Indonesia. Jurnal Ekonomi Bisnis dan Kewirausahaan 2012, Vol. 3, No.1, 29-50

[13] Arka, Sudarsana. Dkk. Pengaruh Inflasi, Investasi dan Tingkat Upah Terhadap Tingkat Pengangguran di Bali. Jurnal Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana

[14] Detik finance “Luhut Pede Omnibus Law Bakal Kerek Ekonomi RI ke 6%”. (Terdapat pada : https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4877336/luhut-pede-omnibus-law-bakal-kerek-ekonomi-ri-ke-6. Dakses pada 19 Maret 2020.

[15] Nasional Kontan.Co.Id. “Ini Poin Penting Omnibus Law Perpajakan Salah Satunya Penurunan Pph Perusahaan”. (Terdapat pada : https://nasional.kontan.co.id/news/ini-poin-penting-omnibus-law-perpajakan-salah-satunya-penurunan-pph-perusahaan-ipo?page=2 Diakses pada : 11-03-2020)

124867

Asuransi dalam Negeri Kian Bobrok, Dituntut atau Ditutup?

Oleh :

Badan Eksekutif Mahasiswa

Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Udayana

 

Pejabat negara kini menjadi tersangka

Nasib rakyat Indonesia kian sengsara

Menaruh harapan kepada perusahaan negara

Justru dana nasabah lari entah kemana

Perusahaan menjanjikan untung

Kini nasabah dibuat buntung

Kita mengharapkan pemerintah terus berbenah

Tetapi korupsi dilakukan perusahaan pelat merah

Lalu, kemana nasabah akan percaya

Kalau perusahaan milik negara tercoreng namanya

Pemerintah jangan hanya memberi janji

Nasabah menginginkan hal pasti

Kembalikan kerugian materi milik kami

Karena seharusnya pemerintah ada untuk kami

 

Pendahuluan

Semenjak terpilihnya Erick Thohir sebagai menteri BUMN gebrakan bersih – bersih BUMN gencar dilakukan. Salah satu pernyataan dari Erick Thohir yaitu ”Kelihatan Untung Tapi Tidak Ada Cash-nya” ini merupakan sindiran bagi pejabat perusahaan pelat merah yang melakukan tindakan kriminal seperti pemolesan laporan keuangan. Sebelumnya Erick Thohir sempat melakukan gebrakan akibat kasus penyeludupan barang mewah yang dilakukan oleh Dirut dari PT Garuda Indonesia (Persero). Setelah kasus Garuda mencuat kehadapan publik, kini muncul kasus dari Jiwasraya yang menjadi perhatian publik. Kasus mengenai Asuransi PT Jiwasraya (Persero) mencuat ke publik dan menjadi perbincangan diawali dari ketidak mampuan perusahaan membayar polis (gagal bayar) mencapai Rp12,4 triliun. Tak hanya itu, Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK menemukan penyimpangan pengelolaan investasi Asuransi PT Jiwasraya (Persero) pada 2010-2019. Potensi kerugian negara diduga Rp13,7 trilliun.

Belum tuntas pengusutan kasus PT Jiwasraya (Persero), kini muncul kabar dugaan korupsi di PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Persero) atau PT Asabari (Persero). PT Asabari (Persero) merupakan perusahaan asuransi jiwa yang bersifat sosial yang diselenggarakan secara wajib berdasarkan Undang-Undang dan memberikan proteksi (perlindungan) finansial untuk kepentingan Prajurit TNI, Anggota Polri dan PNS Kemhan/Polri. Sebelumnya asuransi Jiwasraya yang dikenal masyarakat memiliki reputasi yang baik seperti modal pertumbuhan yang baik, dan luasnya jangkauan kantor pelayanan yang tersebar diberbagai wilayah Indonesia. Adanya kemunculan kasus Jiwasraya maupun Asabri menyebabkan banyak keresahan terutama di kalangan masyarakat. Selain itu, timbul rasa krisis kepercayaan oleh masyarakat kepada perusahaan asuransi dan juga kepada negara yang dianggap gagal dalam mengelola perusahaan pelat merah tersebut.

Laporan Keuangan

            Dibalik mencuatnya kasus PT Jiwasraya (Persero) dan PT Asabari (Persero) yang kini tengah ramai diperbincangkan, salah satu penyebabnya yakni laporan keuangan yang dirasa janggal. Laporan keuangan milik PT Jiwasraya (Persero) memiliki berbagai masalah yang telah dimulai sejak tahun 2004, berikut rincian permasalahan laporan keuangan yang telah dialami oleh PT Jiwasraya (Persero) :

Tahun Keterangan Laporan Keuangan PT Jiwasraya (Persero)
2004 Cadangan yang lebih kecil daripada seharusnya, insolvency mencapai Rp 2,769 triliun.
2006 Nilai ekuitas PT Jiwasraya (Persero) negatif Rp 3,29 triliun karena aset yang dimiliki jauh lebih kecil dibandingkan dengan kewajiban.
2008 Defisit Rp5,7 triliun
2009 Defisit Rp6,3 triliun
2010 – 2012 Surplus sebesar Rp1,3 triliun pada akhir tahun 2011, dan pada tahun 2012 dengan skema financial re-asuransi mencatat surplus sebesar Rp1,6 triliun. Namun tanpa skema finansial re-asuransi maka PT Jiwasraya (Persero) mengalami defisit Rp3,2 triliun.
2013 – 2016 Rasio solvabilitas kurang dari 120%
2017 Pendapatan premi  Jiwasraya Saving Plan mencapai Rp21 triliun, laba Rp2,4 triliun atau naik 37,64% dari tahun 2016. Ekuitas perseroan surplus Rp5,6 triliun tetapi kekurangan cadangan premi Rp7,7 triliun karena belum memperhitungkan impairment asset atau penurunan aset.
Mei 2018 Hasil audit Kantor Akuntan Publik (KAP) atas laporan keuangan PT Jiwasraya (Persero) 2017 antara lain mengoreksi laporan keuangan interim yang semula mencatatkan laba Rp2,4 triliun menjadi Rp428 miliar.
Oktober 2018 Tidak dapat membayar klaim polis Jiwasraya Saving Plan yang jatuh tempo sebesar Rp802 miliar.
2019 PT Jiwasraya (Persero) terlambat menyampaikan laporan keuangan tahun 2018.

Sumber Data : CNBCIndonesia.com

Dengan adanya permasalahan – permasalahan pada laporan keuangan PT Jiwasraya (Persero), Direktur Utama PT Jiwasraya (Persero) menyatakan membutuhkan suntikan modal sebesar Rp32,89 triliun untuk memenuhi rasio kecukupan modal berbasis risiko (RBC). Aset perusahaan tercatat hanya sebesar Rp23,26 triliun, sedangkan kewajiban sebesar Rp50,5 triliun. Terjadi ekuitas negatif Rp27,24 triliun, dan Liabilitas Jiwasraya Saving Plan yang bermasalah sebesar Rp15,75 triliun.

Di sisi lain, selain laporan keuangan PT Jiwasraya (Persero) yang mengalami permasalahan hingga menimbulkan kerugian, perusahaan asuransi BUMN lainnya yaitu PT Asabari (Persero) juga memiliki masalah pada laporan keuangannya. Laporan keuangan PT Asabari (Persero) ternyata mengalami penyajian kembali dan reklasifikasi (restatement) hampir setiap 2 tahun sekali sejak 2010 hingga 2017 yang jarang ditemui di laporan keuangan perusahaan.

Restatement merupakan kesalahan pencatatan yang diminta oleh pemangku kepentingan perusahaan (stakeholder) yang dapat berupa komisaris, pemegang saham, maupun otoritas. Dalam hal PT Asabari (Persero), otoritas yang membawahi asuransi bagi anggota angkatan dan Polri tersebut adalah Kementerian Pertahanan, Kementerian Keuangan, dan Badan Pemeriksa Keuangan. Namun, dengan seringnya terjadi restatement pada laporan keuangannya, tentu dapat menjadi pertanyaan bagi stakeholder mereka.

Berdasarkan web resmi PT Asabari (Persero), laporan keuangan tahunan yang terakhir diunggah adalah laporan keuangan tahun 2017. Sementara laporan tahun 2018 dan 2019 belum disajikan kepada publik.

Ringkasan Laporan Keuangan PT Asabari (Persero)
Akun 2016 2017
Aset Rp   36,51 triliun Rp     44,8 triliun
Liabilitas Rp   36,34 triliun Rp     43,6 triliun
Pendapatan Rp     5,07 triliun Rp     4,52 triliun
Pendapatan Premi Rp    1, 38 triliun Rp     1,39 triliun
Beban Rp     2,92 triliun Rp     2,34 triliun
Beban Klaim Rp     1,15 triliun Rp     1,35 triliun
Laba Rp 116,46 triliun Rp 943,81 triliun
Rasio Solvabilitas 54,73 % 62,35 %

Sumber Data : CNNIndonesia.com

 

 

Kesalahan Investasi

            Meskipun memiliki laporan keuangan yang berbeda, baik perusahaan asuransi PT Jiwasraya (Persero) maupun PT Asabari (Persero) memiliki kecenderungan yang sama terutama dalam pengelolaan investasi yang kini menjadi sorotan belakangan ini. PT Jiwasraya (Persero) dan PT Asabari (Persero) ini disinyalir mengalami kesalahan pengelolaan investasi. Termasuk pada portofolio saham yang dibeli pada harga rendah, sehingga saat ini terpuruk menjadi saham “gocap” alias berharga di kisaran Rp 50 per saham.

PT Asabari (Persero), tercatat memiliki portofolio saham yang sebagian besar nilainya mengalami pertumbuhan negatif. Dilihat melalui Bursa Efek Indonesia, data-data yang tercatat menunjukkan beberapa saham yang dimiliki PT Asabari (Persero) dengan porsi cukup besar mengalami kerontokan, dari 14 emiten yang termasuk ke dalam portofolio, sebagian besar nilainya anjlok hingga 80% dan kepemilikannya di atas 5%.

No. Perusahaan Januari  2019 Januari  2020
1 Bank Yudha Bakti (BBYB) Rp     268 Rp  268
2 Alfa Energi Investama Tbk PT (FIRE) Rp  7.067 Rp  354
3 Hartadinata Abadi Tbk PT (HRTA) Rp     258 Rp  210
4 PT. Island Concepts Indonesia Tbk (ICON) Rp     101 Rp    70
5 Inti Agri Resources Tbk (IIKP) Rp     233 Rp    50
6 Indofarma Tbk (INAF) Rp  5.048 Rp  846
7 Hanson Internasional Tbk (MYRX) Rp     111 Rp    50
8 Pelat Timah Nusantara Tbk (NKL) Rp  3.277 Rp  740
9 Prima Cakrawala Abadi Tbk (PCAR) Rp  4.593 Rp  440
10 Pool Advista Finance Tbk (POLA) Rp  1.707 Rp  262
11 Pool Advista Indonesia Tbk (POOL) Rp  5.119 Rp  156
12 PP Properti Tbk (PPRO) Rp     152 Rp    66
13 Sidomulyo Selaras Tbk (SDMU) Rp       62 Rp    50
14 SMR Utama Tbk (SMRU) Rp     481 Rp    50

Sumber Data : Liputan6.com

Selain PT Asabari (Persero), PT Jiwasraya (Persero) juga memiliki masalah dalam investasi. Limbungnya keuangan PT Jiwasraya (Persero) juga karena kesalahan penempatan investasi yang dilakukan manajemen terdahulu. Berdasar data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), PT Jiwasraya (Persero) memiliki saham PT PP Properti Tbk (PPRO). Pada 1 Januari 2018 bernilai Rp1,03 triliun. Nilai saham itu tinggal Rp556,7 miliar pada 10 Oktober 2018. Artinya nilai saham PPRO milik PT Jiwasraya (Persero) turun sekitar Rp 473,21 miliar. PT Jiwasraya (Persero) juga memiliki saham PT Semen Baturaja Tbk (SMBR). Pada 1 Januari 2018, nilai SMBR milik PT Jiwasraya (Persero) sekitar Rp3,46 triliun. Nilai saham itu menjadi Rp2,09 triliun pada 10 Oktober 2018 atau turun sekitar Rp1,37 triliun.

Dalam laporan keuangan PT Jiwasraya (Persero), aset berupa saham pada Desember 2017 tercatat sebesar Rp 6,63 triliun, menyusut drastis menjadi Rp2,48 triliun pada September 2019. Yang paling parah, terjadi pada aset yang ditempatkan di reksa dana, pada Desember 2017 tercatat sebesar Rp19,17 triliun, nilainya anjlok menjadi Rp 6,64 triliun pada September 2019.

Sementara itu aset lainnya yang ditempatkan di obligasi korporasi dan SUN relatif stabil. Penyebab gagal bayar adalah PT Jiwasraya (Persero) banyak melakukan investasi di aset berisiko tinggi untuk mengejar return tinggi. Selain itu, PT Jiwasraya (Persero) juga diduga melakukan rekayasa harga saham. Modusnya melalui saham overprice yang dibeli oleh PT Jiwasraya (Persero), dan kemudian dijual pada harga negosiasi (di atas harga perolehan) kepada manajer investasi untuk kemudian dibeli kembali oleh PT Jiwasraya (Persero).

Dugaan Korupsi

Jiwasraya sebagai salah satu perusahaan milik pemerintah memperoleh berbagai penghargaan yang semestinya bisa menjadi kebanggaan negeri tercinta. Namun di balik banyaknya penghargaan yang sudah didapatkan, ternyata PT Asuransi milik pemerintah ini justru menuai kontroversi, dikarenakan PT Jiwasraya (Persero) ini mengalami gagal bayar dengan jumlah yang fantastis sehingga menimbulkan kerugian negara. Dugaan korupsi oleh PT Jiwasraya (Persero) bermula dari adanya laporan yang berasal dari mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN)  Rini Soemarno ke Kejakasaan Agung. Kasus ini dilaporkan oleh Rini Soemarno pada tanggal 17 Oktober 2019. Selain itu, Kejagung melakukan pemanggilan terhadap tujuh orang saksi terkait kasus dugaan korupsi di perusahaan BUMN yaitu PT Jiwasraya (Persero). Ketujuh orang tersebut menjalani pemeriksaan pada Senin 13 Januari 2020. Tujuh orang tersebut yakni Kepala Divisi Penilaian Perusahaan 3 Bursa Efek Indonesia Goklas AR Tambunan, Kepala Divisi Penilaian Perusahaan 2 Bursa Efek Indonesia Vera Florida, Kepala Divisi Pengaturan dan Operasional Perdagangan Bursa Efek Indonesia Irvan Susandy. Kepala Unit Pemeriksaan Transaksi Bursa Efek Indonesia Endra Febri Styawan, Mantan Direktur PT OSO Manajemen Investasi Lies Lilia Jamin, Kepala Divisi Perusahaan 1 Bursa Efek Indonesia Adi Pratomo Aryanto dan Syahmirwan.

Kejaksaan Agung (Kejagung) akhirnya menahan lima orang terkait skandal dugaan korupsi di PT Jiwasraya (Persero). Kelimanya adalah Dirut PT Hanson International Tbk (MYRX) Benny Tjokrosaputro, Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM) Heru Hidayat, mantan Direktur Keuangan PT Jiwasraya (Persero) periode Januari 2013-2018 Hary Prasetyo, mantan Direktur Utama PT Jiwasraya (Persero) periode 2008-2018 Hendrisman Rahim dan mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan PT Jiwasraya (Persero) Syahmirwan. Usai menjalani pemeriksaan, kelimanya langsung ditahan pada Selasa, 14 Januari 2020 secara bergiliran.

Kelima tahanan itu juga sudah dinyatakan menjadi tersangka oleh Kejagung. Seluruhnya disangkakan Pasal 2 UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dalam sangkaan primer dan pasal 3 UU Tipikor untuk sangkaan subsidair. Atas perbuatannya tersebut, kelima tersangka diancam mendapat hukuman penjara maksimal 20 tahun dan denda maksimal Rp 1 milliar. Kejaksaan Agung telah memiliki alat bukti yang cukup untuk menetapkan kelimanya sebagai sebagai tersangka sesuai dengan KUHAP pasal 184. Sama halnya dengan PT Jiwasraya (Persero), PT Asabari (Persero)  juga memiliki kasus yang serupa. Dugaan korupsi pada PT Asabari (Persero) ini bermula dari pernyataan Menko Polhukam Mahfud MD yang menyebut adanya dugaan korupsi di atas Rp 10 triliun.

Mahfud MD mengatakan, isu PT Asabari (Persero) yang muncul saat ini adalah adanya dugaan ketidakberesan atau korupsi di perusahaan pelat merah tersebut. Apalagi saat ini sudah ramai diberitakan oleh media bahwa di PT Asabari (Persero) terjadi penurunan nilai aset yang diduga karena salah kelola. Mahfud MD juga mengatakan, uang yang berada di PT Asabari (Persero) merosot tajam atas adanya dugaan kasus korupsi ini. Kendati demikian, uang tersebut masih tersisa sehingga masih bisa menjamin para anggota TNI dan Polri yang memiliki asuransi di sana. Dengan demikian, ia pun meminta agar para anggota TNI-Polri tidak khawatir.

Menteri BUMN Erick Thohir menyebutkan bahwa kondisi keuangan PT Asabari (Persero) stabil. Hal tersebut disampaikan Erick usai dirinya bertemu Mahfud MD di Kantor Kemenko Polhukam, Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis 16 Januari 2020. Pembuktian tersebut memiliki proses tersendiri dan ia mempersilakannya agar berjalan sesuai aturan. Apalagi, Kementerian BUMN tidak bermain pada domain hukum dan lebih memperhatikan kepada korporasinya.

Lemahnya pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

Kasus dugaan korupsi yang dilakukan oleh PT Jiwasraya (Persero) ini tidak lepas dari lemahnya pengawasan oleh pihak Otoritas Jasa Keuangan. Lembaga pengawas jasa keuangan ini dinilai lalai dalam mengawasi perkembangan sistem jasa keuangan, seperti kasus gagal bayar yang terjadi di PT Jiwasraya (Persero). Beberapa faktor mendukung kelengahan OJK, antara lain kelalaian dalam melihat indikasi persoalan PT Jiwasraya (Persero) yang sebenarnya telah berlangsung selama bertahun-tahun, sedangkan OJK memiliki kewenangan untuk mengawasi lembaga keuangan.

OJK dinilai terlambat dalam proses penyidikan kasus gagal bayar yang membelit perusahaan asuransi PT Jiwasraya (Persero). Padahal OJK  sebagai lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, mempunyai wewenang khusus sebagai penyidik. Hal itu tertuang dalam Pasal 1 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK.

Pandangan Pemerintah

Kasus yang menimpa perusahaan BUMN yang bergerak dibidang asuransi yakni PT Jiwasraya (Persero) dan PT Asabari (Persero) telah memasuki babak baru. Keterkaitan berbagai pihak cukup membuat kasus ini tak tercium selama beberapa tahun. Menurut pandangan pemerintah kasus yang dialami oleh Jiwasraya tak akan berdampak secara sistematik, menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani lembaga keuangan yang berpotensi memberi resiko sistematik adalah bank. Apabila dibandingkan dana pemerintah yang dibutuhkan untuk kasus Jiwasraya jauh lebih besar yakni sebesar Rp32, 89 triliun, sedangkan pada kasus Bank Century pemerintah mengeluarkan dana talangan sebesar Rp6,78 triliun. Pada kasus ini pemerintah masih bersikeras bahwa Jiwasraya tak berdampak secara sistematik. Di sisi lain, DPR saat ini tengah bekerja keras dalam pembentukan panja (panitia kerja) yang dinilai lebih efektif dalam melakukan pengawasan terhadap industri jasa keuangan. Langkah ini dinilai tepat mengingat saat kasus Bank Century pada tahun 2008 lalu DPR juga turun tangan terhadap masalah kalah kliring yang berujung pada penetapan bank gagal.

Pandangan Masyarakat

Kemunculan kasus Jiwasraya dan Asabri menjadikan rapot merah terhadap BUMN yang ada di Indonesia terutama di dalam dunia asuransi. Kebijakan yang dilakukan oleh DPR dengan pembuatan pansus ditolak oleh sebagian besar nasabah Jiwasraya, hal ini berkaca pada pengalaman kasus Bank Century yang membuat gaduh dan tidak menemukan titik terang sehingga dana nasabah tersebut tidak dibayar. Jajaran DPR seharusnya berkoordinasi dengan pemerintah maupun Kejaksaan Agung  dalam mengawal kasus Jiwasraya ini tanpa menjadikan kasus ini sebagai komoditas politik sehingga dana nasabah dapat kembali.  Kemunculan kasus Jiwasraya dan Asabri juga berdampak terhadap asuransi swasta, banyak nasabah yang menarik polis dalam jumlah yang besar akibat kasus ini. Penebusan polis dalam jumlah yang besar akan berdampak negatif terutama dalam hal likuiditas perusahaan sehingga berdampak terhadap industri keuangan secara keseluruhan.

Kesimpulan

Berdasarkan fungsinya, perusahaan yang bergerak di bidang asuransi seperti PT Jiwasraya (Persero) dan PT Asabari (Persero) semestinya menjadi perusahaan yang melayani dan mengutamakan kesejahteraan nasabah. Perusahaan – perusahaan asuransi ini seharusnya dapat menjamin keamanan dana nasabah serta menjadi alternatif dalam berinvestasi, tapi pada kenyataannya fungsi tersebut tidak dapat dijalankan dengan baik. Satu persatu rahasia telah terbongkar dan tersebar keseluruh kalangan membuat nasabah serta masyarakat Indonesia secara tidak langsung merasa kecewa. Hal ini dikarenakan pemerintah hanya menampung keluhan para nasabah, tidak ada aksi konkret yang dilakukan oleh pemerintah. Selain itu, lemahnya pengawasan dari pihak OJK juga berpengaruh terhadap kasus perusahaan milik BUMN ini.

Jika asuransi dalam negeri saja dananya tidak dikelola dengan baik, lalu bagaimana nasib rakyat Indonesia. Kong Kalikong, uang rakyat di Bopong. Pat Gulipat uang rakyat di Embat. Hukum bagi para koruptor terlalu rendah padahal sudah jelas, korupsi akan menyengsarakan rakyat. Maka dari itu kami Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana merekomendasikan saran dalam menanggapi kasus PT Jiwasraya (Persero) dan PT Asabari (Persero) ini berupa pengambilan sikap :

  1. Pemerintah sebaiknya meningkatkan pengawasan terhadap asuransi dalam negeri sehingga terhindar dari permasalahan yang berakibat signifikan kepada nasabah. Pemerintah juga sebaiknya merealisasikan solusi secara nyata dalam menyikapi kasus ini.
  2. Masyarakat hendaknya memilih asuransi yang memiliki laporan keuangan yang baik dan memeriksa perkembangan asuransi secara berkala.
  3. Mahasiswa sebagai generasi muda seyogyanya untuk menghimbau serta mengedukasi masyarakat akan pentingnya memperhatikan keamanan dana sebelum memutuskan untuk berasuransi serta turut serta mengawal setiap permasalahan yang ada.

Untuk mengunduh kajian diatas, bisa diakses melalui link dibawah ini :

Asuransi dalam Negeri Kian Bobrok, Dituntut atau Ditutup

 

REFERENSI :

[1] Liputan 6. “Kasus PT Jiwasraya (Persero) dan PT Asabari (Persero)”. (Terdapat pada :  https://www.liputan6.com/news/read/4155702/kasus-PT Jiwasraya (Persero)-dan-PT Asabari (Persero). Diakses pada : 24-01-2020)

[2] Sasmita, Risa., dkk. 2013. Pengaruh Kualitas Layanan Terhadap Nasabah (Studi pada Nasabah PT. Asuransi Jiwasraya (Persero) Malang Regional Office). Vol, 6 No 1. Diakses pada  : 6 Februari 2020
[3] CNBC Indonesia. “Bobrok dari 2004 ini kronologi PT Jiwasraya (Persero) hingga default”. (Terdapat pada : https://www.cnbcindonesia.com/market/20191228185156-17-126264/bobrok-dari-2004-ini-kronologi-PT Jiwasraya (Persero)-hingga-default. Diakses pada : 24-01-2020)

[4]  CNBC Indonesia. “Laporan Keuangan PT Asabari (Persero) 8 tahun empat kali di restatement”. (Terdapat pada : https://www.cnbcindonesia.com/market/20200114180834-17-130006/laporan-keuangan-PT Asabari (Persero)-8-tahun-empat-kali-di-restatement. Diakses pada : 24-01-2020)

[5] CNN Indonesia. “Membaca Kesehatan PT Asabari (Persero) dari laporan keuangan”. (Terdapat pada :
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20200114110443-78-465123/membaca-kesehatan-PT Asabari (Persero)-dari-laporan-keuangan. Diakses pada : 24-01-2020)

 [6] Kumparan. “KSSK Soal kasus PT Jiwasraya (Persero) PT Asabari (Persero) dan saham gocap ekonomi stabil”. (Terdapat pada : https://kumparan.com/kumparanbisnis/kssk-soal-kasus-PT Jiwasraya (Persero)-PT Asabari (Persero)-dan-saham-gocap-ekonomi-stabil-1sgr0Bs0IEI. Diakses pada : 24-01-2020)

[7] Liputan 6. “Simak Kinerja Investasi Saham PT Asabari (Persero) di 14 Emiten”. (Terdapat pada :
https://www.liputan6.com/bisnis/read/4152157/simak-kinerja-investasi-saham-PT Asabari (Persero)-di-14-emiten. Diakses pada : 24-01-2020)

[8]  Kompas. “PT Asabari (Persero) dan PT Jiwasraya (Persero) Senasib Limbung Karena Saham Gorengan”. (Terdapat pada : https://money.kompas.com/read/2020/01/13/151800826/PT Asabari (Persero)-dan-PT Jiwasraya (Persero)-senasib-limbung-karena-saham-gorengan?page=all. Diakses pada : 24-01-2020)

[9] Liputan 6.  “Kejagung Kasus PT Jiwasraya (Persero) Bermula dari Laporan Rini Soemarno”. (Terdapat pada : https://m.liputan6.com/news/read/4154838/kejagung-kasus-PT Jiwasraya (Persero)-bermula-dari-laporan-rini-soemarno. Diakses pada : 25-01-2020)

[10] CNBC Indonesia.Dugaan Korupsi Sistemik Kejagung Tahan 5 Tersangka PT Jiwasraya (Persero). (Terdapat pada : https://www.cnbcindonesia.com/market/20200115083518-17-130063/dugaan-korupsi-sistemik-kejagung-tahan-5-tersangka-PT Jiwasraya (Persero). Diakses pada : 25-01-2020)

[11] Detik. “Polri Buka Penyelidikan Usut Kasus PT Asabari (Persero)”. (Terdapat pada : https://m.detik.com/news/berita/d-4860041/polri-buka-penyelidikan-usut-kasus-PT Asabari (Persero). Diakses pada : 24-01-2020)

[12]   Kompas. “Dugaan Korupsi PT Asabari (Persero) Mahfud MD Tanggapi Dirut Hingga TNI Polri Tak Perlu?”. (Terdapat pada : https://nasional.kompas.com/read/2020/01/17/08503821/dugaan-korupsi-PT Asabari (Persero)-mahfud-md-tanggapi-dirut-hingga-tni-polri-tak-perlu?page=all. Diakses pada : 24-01-2020)

[13] Merdeka. “Lemahnya Pengawasan Disebut Jadi Salah Satu Penyebab Kasus PT Jiwasraya (Persero)”. (Terdapat pada : https://m.merdeka.com/uang/lemahnya-pengawasan-disebut-jadi-salah-satu-penyebab-kasus-PT Jiwasraya (Persero).html. Diakses pada : 25-01-2020)

[14] Anonim. “Kasus PT Jiwasraya (Persero), Penyidikan OJK Kalah Cepat Dengan Kejagung”

(Terdapat pada : http://dpr.go.id/berita/detail/id/27314/t/javascript. Diakses pada : 24-01-2020)

[17]CNNIndonesia “Beda Sikap Pemerintah Tangani Jiwasraya dan Bank Century”. (Terdapat pada : https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20200123103914-78-467927/beda-sikap-pemerintah-tangani-jiwasraya-dan-bank-century. Diakses 9 Februari 2020.

 

 

 

kajian

Gunung Es Perkawinan Usia Anak di Indonesia

Oleh:

Badan Eksekutif Mahasiswa

Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Udayana

Yang muda yang berkarya,

Yang muda berkontribusi nyata.

Namun, bagaimana ada kontribusi,

Bila hak anak banyak dikorupsi.

Pendidikan tidak dipenuhi,

Tanggung jawab terus membebani.

 

Katanya anak penerus masa depan bangsa,

Nyatanya anak masih sebagai pemenuh keinginan yang tua semata.

Berhenti mendiktenya akan masa depan,

Mulailah penuhi akan pendidikan.

 

Jangan karena dalih ekonomi,

Anak dipaksa menikah dini.

Pernikahan dini bukan cintanya yang terlarang,

Tetapi dampaknya yang membawa bumerang.

Pernikahan itu komitmen yang sakral,

Bukan alat melegalkan hubungan seksual.

Jangan jadikan dalih menghindari zina,

Sebagai senjata yang membunuh cita – cita mereka.

 

Mulai saat ini dewasalah dalam mendidik generasi muda titipan tuhan,

Karena kelak merekalah yang menjadi sandaran masa depan.

PENDAHULUAN

Kemiskinan seakan masih menjadi bagian dari cerita pilu bangsa Indonesia. Di antara megahnya proyek – proyek pembangunan yang ditujukan untuk menunjang pertumbuhan dan perbaikan ekonomi, permasalahan ekonomi berupa kemiskinan tetap terdengar dan tak terbendung suaranya. Tercatat jumlah penduduk miskin di Indonesia sampai bulan Maret 2018 menyentuh angka 26 juta jiwa.[1] Kemiskinan menyebabkan terjadinya banyak tindak kriminalitas di Indonesia yang pada akhirnya berdampak buruk tidak hanya bagi masyarakat itu sendiri tetapi juga bagi kelangsungan perekonomian. Banyak permasalahan yang diakibatkan karena adanya kemiskinan di Indonesia, salah satunya adalah perkawinan usia anak. Perkawinan usia anak tanpa adanya persiapan sering kali menjadi jalan yang dipilih untuk melepaskan tanggung jawab moral dan materi orang tua kepada anak. Namun, pernikahan yang dilakukan tanpa adanya persiapan yang matang hanya akan menimbulkan permasalahan baru. Hal ini menjadikan perkawinan usia anak sebagai rantai kemiskinan yang sukar untuk diputuskan. Perkawinan usia anak didefinisikan sebagai perkawinan dimana salah satu atau kedua belah pihak di dalamnya berusia dibawah 18 (delapan belas) tahun. Sejatinya perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa. Berdasarkan Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan batasan usia yang mengatur perkawinan diizinkan apabila pihak pria sudah mencapai 19 (Sembilan belas) tahun, dan pihak wanita sudah mencapai 16 (enam belas tahun) .[2]

 Namun, terdapat perbedaan batasan usia anak berdasarkan peraturan perundang – undangan. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2002 pasal satu (1) ayat satu (1) tentang Perlindungan Anak menyatakan bahwa Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih di dalam kandungan.[3] Dalam undang – undang tersebut juga diatur bahwa orang tua diwajibkan mencegah terjadi perkawinan usia anak. Berdasarkan pemaparan tersebut terdapat ketidakselarasan dalam peraturan perundang – undangan. Inilah yang  menyebabkan tingginya ancaman perkawinan usia anak di Indonesia. Tingginya perkawinan usia anak di Indonesia bukan hanya bualan semata. Hal ini dibuktikan dengan keberadaan Indonesia diperingkat ke – 7 di dunia pada tahun 2018 dan berada di peringkat kedua setelah Negara Kamboja dalam ruang lingkup asia tenggara. Hal ini bukanlah sebuah prestasi yang bisa untuk dibanggakan. Sebab hal inilah yang menunjukkan bahwa Indonesia sedang dalam kondisi yang tidak baik – baik saja. Indonesia mengalami kondisi darurat perkawinan usia anak. Kondisi yang pada akhirnya mengungkung Indonesia tetap berada dalam rantai kemiskinan. Melihat kondisi Indonesia yang seperti ini maka, sudah seharusnya permasalahan mengenai perkawinan usia anak mendapatkan perhatian dari berbagai pihak. Tidak hanya pemerintah tetapi mahasiswa dan masyarakat pada khususnya.

DARURAT PERKAWINAN USIA ANAK

Berdasarkan fakta – fakta yang diungkapkan sebelumnya, Indonesia sudah saatnya memandang perkawinan usia anak sebagai sebuah permasalahan yang darurat. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Tahun 2017, sebaran angka perkawinan anak diatas 10% merata berada di seluruh provinsi di Indonesia sedangkan, sebaran angka perkawinan anak diatas 25% berada di 23 provinsi dari 34 provinsi di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa 67% wilayah di Indonesia darurat perkawinan usia anak.[4]

Picture1

*) Data BPS 2017

Menjadi sebuah negara yang mengalami darurat perkawinan usia anak tentu akan berpengaruh terhadap kondisi sosial dan ekonomi negara tersebut. Perkawinan usia anak sendiri jelas berpengaruh terhadap diri sang anak tersebut. Dari sisi psikologis sang anak berpotensi mengalami trauma. Hal ini dikarenakan sang anak rentan mengalami Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Fakta membuktikan bahwa sebanyak 44% anak perempuan yang melakukan perkawinan usia anak mengalami KDRT dengan tingkat frekuensi yang tinggi. Selain itu apabila sang anak mengalami perkawinan diakibatkan karena kehamilan yang tidak diinginkan, mereka cenderung akan mengurung diri karena diselimuti rasa malu dianggap aib bagi keluarga.

Perkawinan usia anak tidak hanya berpengaruh terhadap psikologis sang anak, tetapi juga berpengaruh terhadap kesehatan. Kesehatan reproduksi anak yang menikah pada usia dibawah 18 tahun rentan mengalami kekerasan seksual, resiko kanker serviks yang tinggi, dan penyakit kelamin lainnya yang dikarenakan belum sempurnanya perkembangan organ reproduksi. Sang anak tidak hanya mendapatkan pengaruh dari sisi psikologis dan kesehatan, tetapi juga dari sisi sosial dan ekonomi. Ditinjau dari sisi sosial, perkawinan usia anak berpotensi terjadinya perceraian dan perselingkuhan dikarenakan sang anak masih memiliki emosi yang masih belum bisa dikatakan stabil, sehingga mudah terjadi pertengkaran dalam hubungan rumah tangga mereka. Lalu, apabila ditinjau dari sisi ekonomi, perkawinan usia anak menimbulkan yang namanya sebuah siklus kemiskinan. Pada umumnya anak yang mengalami perkawinan belum memiliki pekerjaan yang layak dikarenakan mereka hanya memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Belum adanya pekerjaan sehingga mereka tidak dapat menghidupi keluarganya dengan baik dan harus tetap bergantung dengan orang tua, sehingga orang tua memiliki peran ganda selain menghidupi keluarga sendiri, mereka juga harus menghidupi keluarga orang lain. Kondisi ini akan terjadi secara turun-temurun dari generasi ke generasi sehingga terbentuk suatu siklus yang bernama ‘siklus kemiskinan’. Begitu banyak pengaruh yang didapatkan sang anak dari adanya perkawinan usia anak. Namun, perkawinan anak tetap banyak terjadi di Indonesia bahkan mengalami peningkatan setiap tahunnya.

PANDANGAN MASYARAKAT

Perkawinan di bawah umur akhir – akhir ini memang menjadi perhatian dunia, pada tahun 2016 bersama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data yang menunjukkan angka pernikahan anak di Indonesia masih tinggi, yaitu sekitar 23 persen untuk pernikahan pada usia di bawah 18 tahun.[5] Perkawinan anak seringkali terjadi karena dilatarbelakangi oleh kondisi kemiskinan, letak geografis yang sulit, pendidikan yang minim, dan kebijakan yang belum diatur secara jelas.[6] Di Indonesia, perkawinan anak memang masih marak terjadi, banyak faktor yang menjadi dalang tingginya angka perkawinan anak, dan salah satu faktor yang mendorong hal ini adalah pola pikir masyarakat terhadap perkawinan. Perkawinan anak di Indonesia kebanyakan terjadi di daerah yang masyarakatnya memegang teguh suatu kepercayaan yang sudah diyakini secara turun temurun. Kebiasaan masyarakat yang menikahkan anak perempuannya, dengan alasan jika sang anak sudah baligh, dianggap lebih aman dinikahkan daripada terjadi hal – hal yang tidak diinginkan, atau menggunakan dalih “menghindari zina”. Penggunaan dalil agama berupa ‘melegalkan’ kegiatan seksual demi menghindari zina dan menyempurnakan agama masih sering digunakan sebagai alasan untuk menikahkan anak dibawah umur, dan hal tersebut hingga saat ini masih dilakukan oleh beberapa kelompok masyarakat di berbagai daerah. Apabila ditelaah lebih dalam, menikah dalam agama ditujukan untuk menyempurnakan ibadah dengan membangun rumah tangga yang sakinah, mawadah dan warahmah yang kemudian dilanjutkan dengan mempunyai keturunan yang dididik dengan penuh tanggung jawab agar menjadi keturunan yang bernilai. Namun, sulit untuk bisa mewujudkan pernikahan yang demikian apabila anak yang masih perlu dibina yang memilih untuk melakukan pernikahan. Menghindari zina bukan berarti bisa diselesaikan dengan menikahkan anak dibawah umur, pembinaan yang baik dari keluarga terutama orang tua tentunya sangat diperlukan untuk memberi arahan kepada anak.

Jika dilihat dari faktor budaya, perkawinan dianggap sebagai bentuk tanggung jawab moral ketika terjadi kehamilan di luar nikah, padahal kasus kehamilan di luar nikah pada usia anak seringkali terjadi karena kurangnya perhatian dan kepedulian orang tua terhadap anak. Tidak hanya hamil diluar nikah akibat dari pergaulan bebas anak, pernikahan anak yang dilakukan antara korban dan pelaku pemerkosaan yang tidak dikenal ataupun keluarga dekat dilakukan dengan dalih tanggung jawab dan penyelesaian masalah tersebut. Padahal pernikahan tidak mutlak memberikan jaminan bahwa tanggung jawab tersebut yang terbaik untuk anak. Budaya dan adat dalam kelompok masyarakat yang mengharuskan anak menikah dibawah umur agar anak tidak dicap ‘perawan atau perjaka tua’ juga turut menyumbang alasan menikahkan anak dibawah umur. Beberapa daerah di Indonesia seperti Kalimantan Selatan yang menduduki peringkat tertinggi angka pernikahan dini yang terjadi, sebagian besar dikarenakan budaya untuk menikahkan anak yang sudah cukup umur menurut budaya disana, karena disana apabila remaja usia 20 tahun belum menikah dianggap tidak laku.

Banyak orang tua yang ketika memberi keputusan kepada anaknya untuk menikah, tidak memikirkan dampak bagi sang anak di masa yang akan datang. Faktor ekonomi seringkali dijadikan alasan oleh masyarakat saat anaknya dinikahkan sebagai penebus utang atau dengan menikahkan anak dengan orang yang lebih kaya juga diharapkan dapat memperbaiki keadaan ekonomi. Di beberapa tempat, banyak anak perempuan dinikahkan demi mendapatkan mas kawin yang akan digunakan keluarga untuk berbagai keperluan. Hal ini terjadi karena adanya budaya ‘panai’ atau mas kawin yang dibayarkan pihak laki – laki apabila ingin meminang perempuan sesuai dengan permintaan pihak perempuan, sehingga bisa berkembang pernyataan bahwa anak perempuan bisa diibaratkan barang yang nantinya akan bernilai ketika hendak dinikahi orang. Kemudian alasan keadaan ekonomi yang tidak cukup untuk menghidupi sang anak sering disuguhkan oleh orang tua yang menikahkan anaknya dibawah umur, dengan dalih menikahkan anak akan melepas beban ekonomi orang tua. Tanpa disadari bahwa orang tua sudah mengalihkan bebannya kepada anak. Jika hal ini dilakukan secara terus – menerus dapat menimbulkan suatu kebiasaan yang pada akhirnya akan berimplikasi pada pembentukan budaya ‘menikahkan anak’[7] Rendahnya pemahaman orang tua akan hak anak menjadi penyebab pernikahan anak sering terjadi. Rendahnya tingkat pendidikan yang diperoleh orang tua dan anak merupakan salah satu hal yang berpengaruh terhadap terjadinya perkawinan di usia dini, khususnya bagi masyarakat yang berada di daerah dan sulit mendapat edukasi mengenai hal ini. Semua ini bergantung terhadap bagaimana cara pikir dan sikap masyarakat terhadap perkawinan anak. Pernikahan anak dapat dicegah apabila orang tua dari anak mempunyai wawasan yang luas sehingga paham akan resiko dari pernikahan dini.

Perkawinan anak merupakan salah satu penyebab dari tingginya angka perceraian di masyarakat. Hal ini dikarenakan anak – anak cenderung belum matang secara fisik, mental, dan spiritual untuk dapat bertanggung jawab dan mengambil keputusan yang diperlukan dalam mempertahankan hubungan perkawinan. Banyak masyarakat di masa sekarang pun sudah sadar bahwa perkawinan anak juga seringkali memaksa anak putus sekolah dan menjadi pengangguran, sehingga tidak heran bahwa kualitas sumber daya manusia Indonesia mengalami penurunan. Jika dilihat secara fisik, anak perempuan masih sangat riskan untuk berhubungan badan, mengandung, dan melahirkan. Dikatakan demikian karena ketidaksiapan fungsi-fungsi reproduksi ibu secara biologis dan psikologis. Anak perempuan berusia 10 – 14 tahun berisiko lima kali lipat meninggal saat hamil maupun bersalin dibandingkan kelompok usia 20 – 24 tahun.[8] Beberapa masyarakat juga telah memahami betul bahwa menikahkan anak di bawah umur sangat tidak dianjurkan. Saat ini sudah banyak masyarakat yang sadar akan pentingnya pendidikan bagi anak dari sekolah dasar hingga ke jenjang yang lebih tinggi. Peningkatan angka kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan bagi anak diharapkan dapat membantu menurunkan angka perkawinan anak di bawah umur. Banyak dari anggota masyarakat berpendapat bahwa perkawinan memang perlu, tetapi akan dilaksanakan ketika umur dari seorang individu telah dikatakan matang, siap secara psikologis dan emosinya, serta memiliki pekerjaan yang mampu menopang hidupnya.

PANDANGAN PEMERINTAH

Pemerintah telah membuat peraturan mengenai perlindungan anak. Batas minimal bagi seorang perempuan untuk dapat menikah dalam undang-undang perkawinan adalah berumur 16 tahun dan laki-laki berumur 19 tahun. Namun, dalam kacamata DPR, pasal-pasal lain dalam UU yang cukup terkait untuk mencegah perkawinan anak juga perlu untuk dibaca dan diperhatikan yaitu Pasal 6 ayat (2) “Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun harus mendapat izin kedua orang tua.”, Pasal 7 ayat (1) “Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun.” dan ayat (2) “Dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1) pasal ini dapat meminta dispensasi kepada Pengadilan atau Pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun pihak wanita”.[9] Berdasarkan sudut pandang DPR, UU Perkawinan telah cukup memberikan perlindungan kepada anak khususnya anak perempuan yaitu upaya pencegahan perkawianan usia dini atau perkawinan di bawah umur.[10] Pemerintah menganggap Pasal 7 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 yang pada intinya mengatur mengenai batas minimum usia pernikahan, sebagai kesepakatan nasional yang merupakan kebijakan (open legal policy) pembentuk undang-undang. Sebab, dalam hukum agama maupun hukum adat tidak menyebut batas usia minimum seseorang diperbolehkan untuk menikah. Hal tersebut disampaikan oleh Plt Dirjen Peraturan Perundangan-undangan Mualimin Abdi dalam sidang lanjutan pengujian UU Perkawinan. Beliau memaparkan bahwa dalam hukum Islam persyaratan umum yang lazim ialah ketika seseorang sudah aqil baligh. Namun, jika dilihat secara adat terdapat perbedaan antara daerah yang satu dengan daerah lainnya mengenai batas umur seseorang dapat menikah. Misalnya, ketika seorang perempuan yang sudah berusia 14 tahun, telah aqil baligh, dan telah dianggap siap, akan diperbolehkan untuk menikah, hal ini berlaku di Jawa Barat. Sementara di Jawa Tengah, perempuan yang sudah berusia 20 tahun dan apabila belum menikah dapat dianggap “perawan tua”.[11]

Berdasarkan fakta, batas usia yang rendah bagi seorang wanita untuk dapat menikah mengakibatkan tingkat kelahiran yang lebih tinggi, karena secara biologis tingkat kesuburan bagi wanita yang berusia muda dapat dikatakan cukup tinggi. Atas dasar itu, maka dibentuklah UU Perkawinan guna untuk menentukan batas usia seorang pria dan wanita dapat menikah. Pembatasan ini pada hakikatnya untuk mencegah perkawinan pada usia anak dan guna turut menunjang keberhasilan program nasional Keluarga Berencana. Melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA) dan Kementerian Agama, pemerintah berencana untuk menaikkan batas usia minimum seseorang untuk dapat menikah. Hal ini dilakukan dengan cara merevisi Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Rencananya kenaikan batas usia pernikahan berada pada kisaran tiga sampai empat tahun, 20 tahun untuk anak perempuan dan 22 tahun untuk anak laki – laki.[12] Kerja sama yang baik antara Kementerian PPPA dan Kementerian Agama perlu dibina untuk tidak memberikan izin dengan mudah terhadap pernikahan anak dibawah umur. Jika perlu, adanya sanksi yang mendidik bisa diberikan agar tujuan untuk menurunkan angka pernikahan anak dapat tercapai. Dengan rencana tersebut, pemerintah tentu berharap, bahwa kedepannya angka atau tingkat dari pernikahan anak usia dini di Indonesia dapat menurun, sehingga segala program yang dijalankan oleh pemerintah baik itu mengenai penerapan keluarga berencana atau dalam peningkatan mutu kualitas SDM melalui peraturan usia wajib belajar, diharapkan kedepannya dapat meningkatkan kualitas dari SDM di Indonesia, dan apabila program diatas dapat berjalan dengan baik, maka tingkat pengangguran di Indonesia pun dapat ikut menurun.

KESIMPULAN

Perkawinan usia anak di Indonesia ibarat gunung es yang terlihat kecil dipermukaan tetapi pada kenyataannya masih banyak yang tidak terlihat. Kurangnya pemberitaan yang mengekspos fenomena tersebut menjadikan banyak pihak belum benar – benar tahu bagaimana perkawinan anak berdampak pada lingkungan. Tetapi bisa juga karena hal tersebut sudah dianggap wajar sehingga tidak ada masyarakat atau pihak yang mengetahui mempermasalahkan hal tersebut. Tidak akan ada yang menyangka bahwa permasalahan terkait perkawinan usia anak ternyata mengalami peningkatan yang signifikan setiap tahunnya. Hingga akhirnya Indonesia menduduki urutan ke-7 di dunia dan ke-2 di Asia Tenggara dengan tingkat perkawinan usia anak yang tinggi. Sungguh merupakan fakta yang mengejutkan. Namun dibalik fakta – fakta tersebut, sang anak sendiri banyak mendapatkan pengaruh dari adanya perkawinan. Anak banyak mendapatkan pengaruh dari sisi psikologis, kesehatan, sosial, dan ekonomi. Begitu banyaknya hal yang harus di pikirkan oleh sang anak yang seharusnya anak seusia mereka sedang bermain maupun menempuh pendidikan guna mencapai cita-cita yang mereka inginkan. Bagi mereka cita – cita hanyalah sekedar cita – cita, mimpi hanyalah sekedar mimpi. Tidak ada hal lain yang bisa mereka lakukan selain berusaha untuk bekerja demi memenuhi kebutuhan keluarga kecil mereka. Hal itu sebagai akibat yang diperoleh anak yang melakukan pernikahan dini, sehingga perlu adanya pembinaan agar pernikahan yang sudah terjadi dapat berjalan dengan baik, serta perlu adanya edukasi kepada anak – anak yang lain untuk mencegah pernikahan dini dengan menunjukkan gambaran dampak dan resiko apa saja yang akan dihadapi apabila melakukan pernikahan dini. Maka dari itu, sebagai bentuk kepedulian kami Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana merekomendasikan saran dalam menanggapi isu perkawinan usia anak berupa pengambilan sikap:

  1. Diharapkan kepada pemerintah untuk meninjau  ulang Undang-Undang perkawinan mengenai batasan usia minimal wanita yang diizinkan untuk melaksanakan sebuah perkawinan.
  2. Diharapkan masyarakat khususnya orang tua dari sang anak untuk menguatkan peran mereka dalam menjaga anak agar tidak terjerumus dalam pergaulan bebas guna menanggulangi adanya kehamilan anak yang menjurus terhadap perkawinan usia anak.
  3. Mahasiswa selaku generasi penerus bangsa dapat mengedukasi mahasiswa dan masyarakat lainnya mengenai pengaruh buruk dari perkawinan usia anak untuk anak dan juga kelangsungan bangsa Indonesia.

Untuk Mendownload Kajian bisa klik link di bawah ini:

KAJIAN “PERKAWINAN USIA ANAK”

Referensi:

[1] Admin. “4 Tahun Pemerintahan Jokowi-JK: Angka Kemiskinan Turun 1,14%”. (Terdapat pada: https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2018/10/20/4-tahun-pemerintahan-jokowi-jk-angka-kemiskinan-turun-114. Diakses pada: 04-02-2019)

[2] SH, Soedharmono. “Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan”. (Terdapat pada: https://kemenag.go.id/file/dokumen/UUPerkawinan.pdf. Diakses pada: 04-02-2019)

[3] Kesowo, Bambang. “Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak”. (Terdapat pada: https://pih.kemlu.go.id/files/UUNo23tahun2003PERLINDUNGANANAK.pdf. Diakses pada: 04-02-2019)

[4] Anonim. “Perkawinan Anak di Indonesia Tahun 2017”. (Terdapat pada: http://www.koalisiperempuan.or.id/wp-content/uploads/2017/12/Lampiran-I-rilis-perkawinan-anak-18-des-17-2.pdf, Diakses pada: 08-02-2019)

[5]Kumparan. “Pernikahan Anak, Masalah Global yang Perlu Dapat Perhatian Masyarakat”. (Terdapat pada: https://kumparan.com/@kumparanstyle/pernikahan-anak-masalah-global-yang-perlu-dapat-perhatian-masyarakat-1542971662322186779?ref=register, Diakses pada: 19-07-2019)

[6] Yulaika Ramadhani. “Anak-anak di Pedesaan Rentan Menikah pada Usia Dini”. (Terdapat pada: https://tirto.id/anak-anak-di-pedesaan-rentan-menikah-pada-usia-dini-cro3, Diakses pada: 05-02-2019)

[7] Rima Trisnayanti. “Indonesia (Masih) Darurat Perkawinan Anak”. (Terdapat pada: https://news.detik.com/kolom/4044812/indonesia-masih-darurat-perkawinan-anak, Diakses pada: 05-02-2019)

[8] Rizkina Aliya. “5 alasan mengapa perkawinan anak harus dilarang”. (Terdapat pada: http://theconversation.com/5-alasan-mengapa-perkawinan-anak-harus-dilarang-107817, Diakses pada: 05-02-2019)

[9] Undang-undang. “UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN”. (Terdapat pada: http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_1_74.htm, Diakses pada: 05-02-2019)

[10] Andi Saputra. “DPR: UU Perkawinan Sudah Cukup Cegah Pernikahan Anak”. (Terdapat pada: https://news.detik.com/berita/3973467/dpr-uu-perkawinan-sudah-cukup-cegah-pernikahan-anak, Diakses pada: 05-02-2019)

[11]  ASH. “Batas Usia Kawin Cegah Pernikahan Dini”. (Terdapat pada: https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt536ced2eafaf5/batas-usia-kawin-cegah-pernikahan-dini, Diakses pada: 05-02-2019)

[12] Andylala Waluyo. “Pemerintah Lakukan Sosialisasi dan Edukasi Bahaya Perkawinan Dini”. (Terdapat pada: https://www.voaindonesia.com/a/pemerintah-lakukan-sosialisasi-dan-edukasi-bahaya-perkawinan-dini/4414461.html, Diakses pada: 05-02-2019)

cover koperqsi

MUNDURNYA KOPERASI INDONESIA, SALAH SISTEM ATAU SALAH ORGANISASI?

Oleh

Badan Eksekutif Mahasiswa

Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Udayana

PENDAHULUAN

Dewasa ini banyak terdapat lembaga perekonomian yang bergerak diberbagai sektor kehidupan. Namun, sangat sedikit lembaga perekonomian yang mampu bergerak dengan asas kebersamaan dan kekeluargaan, betapa beruntungnya Indonesia yang memiliki sebuah lembaga perekonomian resmi yang bertujuan untuk kepentingan bersama yaitu Koperasi. Pengertian dari koperasi sendiri berasal dari bahasa Inggris yaitu “co” artinya bersama, dan “operation” artinya bekerja. Jadi, koperasi adalah kumpulan orang yang bekerja sama untuk mencapai tujuan yaitu kesejahteraan bersama dengan asas kekeluargaan. Koperasi di Indonesia sudah terjamin keberadaannya dengan adanya Pasal 33 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan”[1] Selain tercantum dalam UUD 1945, koperasi juga memiliki peraturan  khusus di dalam penyelenggaraannya yaitu UU No. 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian dan sudah diperbaharui menjadi UU No. 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian.

Terbentuknya koperasi di Indonesia diawali oleh keinginan rakyat untuk bebas dari kemiskinan pada masa penjajahan Belanda. Berbagai upaya telah dilakukan yaitu diawali dari tahun 1908, rakyat Indonesia membuat gerakan-gerakan untuk mengupayakan perluasan pergerakan koperasi demi kesejahteraan rakyat. Terlepas dari usaha rakyat Indonesia, para penjajah tidak ada hentinya melakukan pergolakan dengan mengeluarkan peraturan yang mempersulit rakyat Indonesia dalam menjalankan perkoperasian. Namun, para pemuda dan tokoh bangsa Indonesia mengajukan keberatan atas peraturan tersebut dan membentuk komisi yang membuat Belanda mengeluarkan peraturan – peraturan yang lebih mempermudah rakyat Indonesia dalam menjalankan perkoperasian. Kemudian terbitlah Peraturan UU No. 25 tahun 1992 yang isinya adalah lebih membantu perkembangan koperasi untuk tumbuh dengan sangat pesat.[2] Setelah Indonesia merdeka, para penggerak koperasi di Indonesia mengadakan Kongres I Koperasi pada tanggal 12 Juli 1947 di Tasikmalaya, Jawa Barat. Berselang cukup lama dari kongres yang pertama pada 15 – 17 Juli tahun 1953 dilaksanakan Kongres 2 Koperasi. Pada kongres tersebut terdapat beberapa butir yang dihasilkan, seperti: tanggal 12 Juli ditetapkan sebagai Hari Koperasi, asas koperasi adalah kekeluargaan, dan ditetapkannya bapak koperasi Indonesia yaitu Bung Hatta.[3]

Seiring dengan perkembangan zaman terdapat berbagai jenis koperasi yang membantu perekonomian Indonesia diantaranya koperasi yang berdasarkan atas fungsinya, tingkat dan luas daerah kerja, dan status keanggotaannya. Pada tahun 2017 tercatat Indonesia memiliki 152.282 unit koperasi.[4] Jenis koperasi berdasarkan jenis usahanya yang paling banyak di Indonesia yaitu koperasi konsumsi sebanyak 97.931 unit.[5] Namun, dibalik jumlahnya yang melimpah, kontribusi koperasi untuk pembangunan, khususnya produk domestik bruto (PDB) masih dikatakan kecil yaitu sebesar 4%.[6] Seperti yang diketahui, koperasi merupakan soko guru (penyangga utama) perekonomian Indonesia, dimana keberadaannya diharapkan mampu membantu kesejahteraan rakyat. Namun, kenyataannya koperasi mengalami penurunan performa akibat berbagai permasalahan yang terjadi, beberapa permasalahan itu terdapat pada: kualitas sumber daya manusia, modal, manajerial, dan rendahnya kesadaran anggota koperasi. Dilihat dari peran koperasi yang sangat penting yaitu dapat membantu perekonomian masyarakat dan pembangunan khususnya produk domestik bruto (PDB), maka diperlukan adanya perhatian khusus demi perekonomian Indonesia yang sejahtera.

 

PERAN KOPERASI DALAM PEREKONOMIAN

Pembangunan koperasi di Indonesia cukup mengalami kemajuan yang signifikan, jika diukur dengan jumlah unit usaha koperasi, jumlah anggota, aktiva dan volume usaha. Menurut data dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) pertumbuhan jumlah koperasi meningkat, dengan angka pertumbuhan koperasi aktif rata-rata sebesar 2,5% pada periode 2012 hingga 2016.[7] Indonesia memiliki 26,8 juta anggota koperasi dan 152.282 unit koperasi.[8] Sementara itu jumlah koperasi yang telah melaksanakan rapat anggota tahunan (RAT) mengalami peningkatan seiring dengan pertumbuhan jumlah koperasi.

Dilihat dari dasar hukum dalam Undang-Undang 1945, Koperasi memperoleh hak untuk hidup dan berkembang di Indonesia. Pembangunan koperasi adalah suatu proses yang harus berkelanjutan dan tersistem dimana dalam mempraktikkannya menggunakan  prinsip -prinsip koperasi, yaitu garis-garis  penuntun yang digunakan oleh anggota koperasi untuk melaksanakan nilai-nilai dalam praktiknya seperti: keanggotaan sukarela dan terbuka, pengendalian oleh anggota secara demokratis, partisipasi ekonomi anggota,  pendidikan, pelatihan dan informasi, kerjasama diantara koperasi, dan kepedulian terhadap komunitas. Koperasi yang sudah dibangun jumlahnya sudah cukup besar. Jumlah ini merupakan aset yang harus dipelihara dan diberdayakan agar dapat berkembang membantu pemerintah untuk memerangi kemiskinan dan menyediakan lapangan kerja.

Pemberdayaan koperasi secara terstruktur dan berkelanjutan juga diharapkan akan mampu menyelaraskan struktur perekonomian nasional, mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional, mengurangi tingkat pengangguran terbuka, menurunkan tingkat kemiskinan, mendominasi sektor riil, dan memperbaiki pemerataan pendapatan masyarakat, karena jika masyarakat hidup dalam kemiskinan dan tingkat pengangguran yang tinggi, sulit mewujudkan reformasi yang sesungguhnya, serta sulit mewujudkan keadilan hukum jika ketimpangan penguasaan sumber daya produktif masih sangat nyata.

Bila sekarang masih banyak koperasi yang tumbuh belum  mampu mencapai tujuan bersama anggotanya, mereka harus diberdayakan melalui pendidikan, pelatihan-pelatihan serta adanya pemberian insentif dalam upaya untuk meningkatkan kemampuan memahami  jati diri dan menerapkannya. Di sinilah peranan pihak ketiga termasuk pemerintah untuk dapat membangun  mereka mencapai tujuannya baik  sebagai mediator, fasilitator maupun sebagai koordinator. Dengan demikian pembangunan koperasi perlu diteruskan, karena pembangunan adalah proses, memerlukan waktu dan ketekunan serta konsistensi dalam pelaksanaan, berkesinambungan untuk mengatasi semua masalah yang muncul seperti masalah kemiskinan, dan jumlah pengangguran yang  semakin banyak.

Perkembangan koperasi secara nasional dimasa mendatang diperkirakan menunjukkan peningkatan yang lebih signifikan dari segi kuantitas, tetapi masih lemah dari segi kualitas. Untuk itu diperlukan komitmen yang kuat untuk membangun koperasi yang mampu menolong dirinya sendiri sesuai dengan jati diri koperasi yang mandiri. Hanya koperasi yang melaksanakan garis-garis penuntun koperasi yang akan mampu bertahan dan mampu memberikan manfaat bagi anggotanya. Prospek koperasi pada masa yang akan datang dapat dilihat dari banyaknya  jumlah koperasi, jumlah anggota, jumlah manajer, jumlah modal, volume usaha, dan besarnya sisa hasil usaha (SHU) yang telah dihimpun koperasi, sangat prospektif untuk dikembangkan. Pemberdayaan koperasi itu perlu didukung dengan adanya sistem pendidikan yang  terorganisir dan harus dilaksanakan secara konsisten untuk mengembangkan organisasi, usaha, dan mampu bersaing dengan pelaku usaha lainnya. Dengan adanya berbagai permberdayaan di atas dan didukung oleh kelebihan yang dimiliki oleh koperasi sendiri, hal ini sangat meyakinkan bahwa koperasi akan mampu berkembang dan menunjukkan peningkatan dimasa mendatang.

Adapun beberapa kelebihan yang dimiliki koperasi meliputi:

  1. Prinsip pengelolaan bertujuan memupuk laba untuk kepentingan anggota. Misalnya koperasi pertanian mendirikan pabrik penggilingan padi, jadi laba/sisa hasil usaha yang dihasilkan oleh koperasi akan dibagi kepada anggota.
  2. Anggota koperasi berperan sebagai konsumen dan produsen.Anggota koperasi harus berperan ganda yaitu aktif dalam menyimpan dana koperasi dan melakukan pinjaman kepada koperasi. 
  3. Dasar sukarela, orang terhimpun dalam koperasi atau masuk menjadi anggota dengan dasar sukarela.Maksudnya adalah seseorang yang akan menjadi anggota koperasi atau yang sudah menjadi anggota, bukan karena terpaksa melainkan keinginanya sendiri untuk memperbaiki perekonomiannya
  4. Mengutamakan kepentingan anggota.Koperasi menitikberatkan untuk kepentingan anggota bukan individu, karena koperasi memiliki asas kekeluargaan untuk kesejahteraan bersama.

Keberadaan koperasi tidak hanya ada di Indonesia, tetapi di negara lain juga mengembangkannya, seperti: koperasi konsumen di Singapura, Jepang, Kanada, dan Finlandia mampu menjadi pesaing terkuat perusahaan raksasa ritel asing yang mencoba masuk ke negara tersebut. Koperasi kredit di Amerika Serikat memiliki peran yang sangat penting yaitu untuk memantau kepemilikan saham maupun menyalurkan gaji karyawan.[9]

Melihat kemajuan koperasi di negara lain, kemajuan koperasi di Indonesia juga sudah banyak yang berhasil, seperti: GKBI yang bergerak dibidang usaha batik, Kopti yang bergerak dibidang usaha tahu dan tempe, serta KOSUDGAMA koperasi yang berbasis di perguruan tinggi dan KUD pada era pemerintahan Orde Baru mampu menjaga kestabilan komoditi beras.[10] Nilai lebih yang dimiliki oleh koperasi itulah yang membuat koperasi mampu dijadikan solusi dalam membantu perekonomian masyarakat, sehingga pengembangan koperasi menjadi lebih baik lagi perlu dilakukan untuk bisa mendapatan manfaat lebih. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa peran koperasi antara lain: membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosial, berperan aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan masyarakat, memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional, serta berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.

 

PENYEBAB REDUPNYA KOPERASI 

Dalam upaya untuk mengembangkan koperasi, koperasi dihadapkan pada keadaan dimana masih memiliki berbagai kendala untuk pengembangannya sebagai badan usaha, beberapa kendala ini menjadi kekurangan koperasi diantaranya yaitu:

  1. Keterbatasan dibidang permodalan.Bagi koperasi yang baru saja berdiri mungkin akan mengalami sedikit kesulitan modal untuk dapat berkembang. Hal itu disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya : kurangnya dalam pembentukkan modal sendiri, kurangnya dalam menarik sumber modal dari luar organisasi, dan kurangnya inisiatif serta upaya sendiri dalam meningkatkan permodalan.
  2. Daya saing lemah.Jika dibandingkan dengan badan usaha besar lainnya koperasi bisa dikatakan kalah bersaing dengan badan usaha tersebut.
  3. Rendahnya kesadaran berkoperasi pada anggota.Tidak semua anggota koperasi memiliki kesadaran penuh dalam berkoperasi, tindakan tersebut dapat seperti tidak menyetorkan iuran wajib terhadap koperasi.
  4. Kemampuan tenaga profesional dalam pengelolaan koperasi. Sumber daya manusia yang tersedia terkadang kurang memiliki keahlian sehingga menyebabkan kurangnya kerja sama antara pengurus, pengawas, dan anggotanya.Rendahnya kualitas SDM dipengaruhi oleh kurangnya pendidikan koperasi yang mengakibatkan koperasi tidak berjalan lancar. Mereka yang dipilih untuk menjadi pengurus koperasi seringkali hanya mereka yang mempunyai kedudukan sosial yang tinggi dalam masyarakat, tanpa melihat kemampuannya.
  5. Pengenaan pajak terhadap koperasi tidak memenuhi rasa keadilan. Terdapat banyak keluhan mengenai pengenaan pajak terhadap koperasi, diantaranya: pengenaan PPh (Pajak Penghasilan) final sebesar 1% bagi koperasi yang memiliki omzet diatas Rp 4,8 miliar/ tahun yang harus dibayarkan setiap bulan dalam PP No.46 Tahun 2013, kebijakan pengenaan pajak 10% bagi penerimaan bunga simpanan anggota lebih dari Rp 240.000 juga memberatkan anggota koperasi, dimana mayoritas anggota koperasi merupakan masyarakat menengah ke bawah, tidak adanya penjaminan simpanan di koperasi, sedangkan bank yang sama-sama sebagai lembaga keuangan mendapat jaminan berupa LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) sampai Rp 2 miliar.[11]

Kekurangan yang dimiliki oleh koperasi di atas memperlihatkan koperasi kurang mendapat perhatian karena kurangnya memperlihatkan  kinerja dan citra yang lebih baik dari masa sebelumnya. Keadaan ini merupakan salah satu bukti bahwa komitmen pemerintah masih kurang dalam pembangunan koperasi. Campur tangan pemerintah sangat diharapkan untuk mengatasi kendala-kendala ataupun hambatan yang menjadi permasalahan utama dalam tatanan perkoperasian di Indonesia.

 

PANDANGAN MASYARAKAT

Koperasi merupakan salah satu lembaga keuangan yang bertujuan untuk membantu masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraan. Sebagai akar perekonomian negara, perkembangan koperasi selama ini masih mengalami pasang surut. Perhatian dan komitmen pemerintah kepada koperasi masih dirasa belum maksimal. Namun, bukan berarti hal tersebut menyurutkan minat masyarakat pada koperasi. Koperasi mampu berkembang sangat pesat di masyarakat karena memberikan berbagai kemudahan salah satunya yaitu kredit dengan bunga rendah pada masyarakat yang membutuhkan dana. Pesatnya perkembangan koperasi yang terjadi di Indonesia telah membawa berbagai dampak positif bagi masyarakat, salah satu contohnya yaitu pengembangan usaha dengan pinjaman dana dari koperasi. Koperasi menjadi salah satu lembaga non-perbankan yang memberikan berbagai kemudahan bagi masyarakat khususnya Bali, hal ini dapat dilihat dari perkembangan keberadaan koperasi pada kabupaten di Bali hingga saat ini cukup tinggi yang dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 1. Jumlah Koperasi, KUD dan Non-KUD Menurut Jenis Usahanya di Provinsi Bali

Kabupaten/

Kota

KUD Koperasi

Simpan pinjam

Koperasi

Serba Usaha

Koperasi Fungsional
Jembrana 8 32 77 135
Tabanan 14 126 336 21
Badung 11 86 371 95
Gianyar 12 121 830 150
Klungkung 7 34 32 16
Bangli 5 51 86 20
Karangasem 10 59 143 22
Buleleng 13 79 119 32
Denpasar 4 250 374 199

Sumber : www.Bali.bps.go.id

Seperti data yang ditunjukan oleh BPS dapat diketahui bahwa koperasi serba usaha keberadaannya mendominasi pada sebagian besar kabupaten di Bali, kemudian diikuti oleh koperasi simpan pinjam, koperasi fungsional dan koperasi unit desa.[12] Perkembangan koperasi dinilai sebagai sarana yang potensial dalam membangun ekonomi Indonesia yang mandiri dan mapan karena asas kekeluargaan dalam koperasi tidak akan membelit anggotanya dengan peraturan-peraturan perbankan yang menyulitkan.

Dalam berkoperasi kita perlu menerapkan tiga aspek penting yaitu ekonomi, moral, dan bisnis. Penerapan tiga aspek tersebut secara tidak langsung dapat mendorong peningkatan kegiatan koperasi di masyarakat. Namun, ketiga aspek tersebut juga dapat digunakan untuk menilai permasalahan yang muncul pada koperasi.[13] Pengaruh kondisi perekonomian menjadi salah satu faktor dominan yang mempengaruhi munculnya suatu permasalahan selain kemauan, itikad baik, dan moral kesadaran dari nasabah atau debitur.[14]

Setiap tahunnya pertumbuhan koperasi semakin meningkat tetapi tingkat koperasi yang berstatus tidak aktif juga cukup tinggi. Permasalahan pada koperasi khususnya yang berada di provinsi Bali umumnya banyak disebabkan oleh kredit macet ataupun permasalahan internal. Berdasarkan data yang dihimpun Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Bali, jumlah koperasi yang tidak aktif paling banyak  terdapat di  Gianyar 288 unit dari  total 1.113 unit. Posisi kedua yakni  Tabanan 107 unit,  Buleleng 51 unit,  Badung 42 unit,  Karangasem 31 unit,  Bangli 22 unit, Klungkung 20 unit,  Jembarana 8 unit  serta Denpasar 2 unit.[15] Seperti yang kita ketahui, kelangsungan hidup koperasi sangat bergantung pada dana dan anggotanya, sebagian besar masyarakat belum tahu esensi dari koperasi itu sendiri, baik dari sistem permodalan maupun sistem kepemilikanya. Mereka belum tahu betul bahwa dalam koperasi, konsumen juga berarti pemilik, dan mereka berhak berpartisipasi menyumbang saran demi kemajuan koperasi dan masyarakat berhak mengawasi kinerja pengurus. Hal tersebut tentu bertujuan untuk mencegah penyelewengan dana oleh pengurus. Apabila dana dalam koperasi mengalami masalah maka sangat rentan koperasi tersebut mengalami kebangkrutan. Hal ini dapat kita antisipasi dengan selalu melaksanakan kewajiban kita terhadap koperasi.

 

PANDANGAN PEMERINTAH

Koperasi merupakan suatu badan usaha yang ada sejak lama di Indonesia. Dengan berasaskan kekeluargaan, koperasi memberikan manfaat dan membantu masyarakat Indonesia pada tingkat menengah. Koperasi sendiri terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam perekonomian di Indonesia. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, perlajanan koperasi tidak berjalan mulus sesuai dengan keinginan pemerintah. Melihat hal tersebut, pemerintah Indonesia mengambil tindakan yang dapat dikatakan cukup besar.

Langkah yang sudah diambil oleh pemerintah dalam meningkatkan kontribusi PDB Koperasi terhadap PDB Nasional dari 1,71% pada tahun 2014 meningkat tajam menjadi 4,48% pada tahun 2017 adalah dengan Reformasi Total Koperasi. Langkah ini berhasil meningkatkan kontribusi koperasi pada PDB, sehingga memberikan dampak peningkatan kesejahteraan anggota dan masyarakat serta pemerataan pembangunan perekonomian nasional. Program Reformasi Total Koperasi mempunyai 3 tahapan dalam pelaksanaannya, yaitu:

  1. Reorientasi

Yaitu mengubah paradigma pemberdayaan koperasi menekankan pada kualitas daripada kuantitas. Pembangunan koperasi yang berkualitas dimulai dari aspek kelembagaan, aspek usaha, dan aspek keuangan. Para pembina koperasi di pusat, provinsi, dan kabupaten/kota serta yang memangku kepentingan pemberdayaan koperasi yang menggerakkan untuk adanya pembangunan tersebut.

  1. Rehabilitasi

yaitu Pembuatan database koperasi berbasis Online Data System (ODS) di seluruh Indonesia sebagai dasar penyusunan program untuk pembenahan koperasi. Pada tahun 2014 jumlah koperasi mencapai 212.570 unit. Dalam perkembangannya sampai dengan tahun 2017 telah dibubarkan  sebanyak 40.013 unit koperasi dan sebanyak 19.843 unit koperasi sedang dalam tahap kurasi dan rekonsiliasi data. Saat ini jumlah koperasi aktif sebanyak 152.714 unit dan yang  telah melaksanakan Rapat Anggota Tahunan (RAT) sebanyak 80.008 unit.

  1. Pengembangan

yaitu meningkatkan kapasitas koperasi sebagai badan usaha berbasis anggota yang sehat, kuat, mandiri, dan tangguh serta setara dengan badan usaha lainnya melalui regulasi yang kondusif, perkuatan Sumber Daya Manusia (SDM), kelembagaan, pembiayaan, pemasaran dan kemajuan teknologi. Saat ini sudah ada koperasi yang masuk bursa efek, koperasi penyalur KUR, dan koperasi yang mendirikan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) kompetensi SDM perkoperasian.[16]

 

Langkah selanjutnya yang diambil oleh pemerintah adalah kaderisasi. Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah menilai bahwa Indonesia perlu mengadakan kaderisasi koperasi untuk mengatasi permasalahan popularitas koperasi di Indonesia.[17] Hal ini juga dikarenakan Indonesia kini dinilai mulai mengalami krisis generasi penerus khususnya dalam bidang koperasi. Pemerintah sendiri mulai khawatir akan pemikiran masyarakat dimana koperasi identik dengan golongan tua. Koperasi berbasis pelajar atau generasi muda merupakan salah satu cara untuk menanggulangi permasalahan mengenai kinerja atau eksistensi koperasi yang menurun. Namun, perkembangan teknologi yang secara terus menerus juga memberikan pengaruh terhadap sikap dan karakter generasi muda, hal ini merupakan salah satu solusi yang dapat membendung arus modernisasi dan transformasi budaya luar yang cenderung cepat masuk ke Indonesia, diperjelas oleh Catur Sasonto selaku Kepala Bagian Data Kemenkop UKM.[18] Permasalahan untuk meningkatkan popularitas dari koperasi dapat juga diatasi dengan cara rebranding yang mempunyai sasaran yang sama yaitu membidik segmen generasi millenial. Salah satunya Koperasi Pegawai Kementerian Sekretariat Negara yang kini tengah memasang strategi rebranding, yang diproyeksi mampu menarik minat lebih tinggi generasi millennial untuk bergabung dengan koperasi.[19]

Berdasarkan keterangan dari Manajer Bidang Simpan Pinjam Koperasi Pegawai Kementerian Sekretariat Negara Andi Nugroho, upaya menggaet generasi millennial dimulai dari adanya perubahan dalam anggaran dasar koperasi. Dalam anggaran dasar yang terbaru, keanggotaan koperasi justru tidak lagi diwajibkan. Menjadi anggota koperasi bagi PNS Sekretariat Negara pun kini sebagai pilihan, sehingga dianggap lebih fleksibel bagi pegawai. Hal tersebut tentunya jadi tantangan sekaligus peluang. Tantangannya adalah koperasi perlu menerapkan standar pelayanan dan produk yang tinggi, serta bersaing untuk mendatangkan kepuasan anggota, sehingga pegawai tetap tertarik menjadi anggota koperasi. Sebaliknya, peluangnya adalah tingginya loyalitas anggota karena telah merasakan ”customer experience” bergabung menjadi anggota koperasi.

Beberapa strategi untuk meningkatkan “costumer experience”, misalnya dengan membangun sistem yang menghubungkan koperasi dengan transaksi di kantin karyawan. Kerja sama teknologi dengan pihak perbankan tersebut akan memberikan keuntungan bagi para anggota koperasi: secara tidak langsung menyisihkan dananya untuk ditabung di koperasi setiap melakukan transaksi jual beli di kantin. Nantinya transaksi di kantin dapat menggunakan kartu identitas pegawai yang juga memiliki manfaat sebagai uang elektronik. Inovasi pelayanan pada Koperasi Pegawai Kementerian Sekretariat Negara juga berupa pengembangan sistem koperasi (Simkop) berbasis online yang nantinya ditingkatkan dan disempurnakan menjadi kanal belanja online bagi para anggota koperasi. Transaksi belanja online pun akan masuk dalam SHU. Dari segi inovasi produk, ada simpanan sukarela yang berperan sejenis produk investasi deposito yang menghasilkan jasa atau bagi hasil. Sebagaimana tren millennial yang saat ini makin sadar melakukan investasi di usia muda, diharapkan, jenis simpanan ini dapat menggenjot likuiditas koperasi.[20]

Beberapa langkah tersebut ditempuh untuk membuat koperasi tetap eksis dikalangan masyarakat dan keberadaanya tetap mampu memberikan suatu kontribusi yang membantu masyarakat dengan berdasarkan asas kekeluargaan. Langkah – langkah tersebut masih bisa dikembangkan dengan inovasi – inovasi lain yang bisa membuat koperasi menjadi lebih baik dan meningkatkan usahanya bahkan dapat membawa koperasi memenuhi syarat untuk layak bertaraf internasional.

KESIMPULAN

Pada dasarnya koperasi adalah lembaga ekonomi yang mandiri dan tumbuhkembangnya didukung oleh Undang-Undang Dasar 1945, sehingga mampu bersaing dengan lembaga perekonomian lainnya. Apabila koperasi mampu berbenah menjadi lebih baik dan mengimplementasikan jati dirinya sebagai lembaga perekonomian yang bertujuan menyejahterakan anggotanya, koperasi mampu tumbuh menjadi lembaga perekonomian yang kuat dan dipercaya masyarakat. Pada saat ini jenis usaha koperasi yang paling banyak terdapat di Indonesia adalah koperasi konsumsi, mengingat koperasi ini berfungsi untuk memenuhi kebutuhan anggota akan barang konsumsi yang tidak ada batasnya, sehingga mempunyai peluang yang baik kedepannya. Perkembangan dari koperasi dimasa depan diperkirakan akan mengalami peningkatan yang signifikan. Namun, hal tersebut tidak didukung dalam segi kualitas yang mumpuni. Terdapat empat kendala mendasar yang menghambat bagi perkembangan kualitas koperasi yaitu, yang pertama sumber daya manusia yang terlibat dalam koperasi yang kurang profesional dan kurang bisa diandalkan. Selanjutnya adanya kekurangan modal juga menjadi hambatan bagi perkembangan koperasi dalam menjalankan kegiatannya. Ketiga ada sistem manajerial koperasi, sumber daya manusia dengan sistem manajerial koperasi sangat berkaitan erat, karena sistem manajerial koperasi yang bagus dibentuk oleh sumber daya manusia yang bagus pula. Terakhir yaitu kurangnya kesadaran berkoperasi para anggota yang berdampak pada kurangnya rasa saling memiliki, sehingga para anggota kurang minatnya untuk berkontribusi lebih pada koperasi. Melihat kendala yang dihadapi koperasi saat ini, pemberdayaan  koperasi dari segi kualitas seperti pelatihan keterampilan pelayanan dan pengelolaan keuangan bagi para pegawai koperasi, sehingga koperasi-koperasi mampu menyelesaikan permasalahan yang dihadapi dan menyejahterakan anggotanya. Salah satu upaya nyata dari pemberdayaan koperasi yang diperlukan saat ini adalah pendidikan. Pendidikan disini dimaksudkan sebagai upaya sadar untuk membuat koperasi agar lebih baik kedepannya, selain itu pemberdayaan koperasi dapat juga dilakukan dengan peningkatan fasilitas dan pelayanan yang dimiliki. Adanya perkembangan teknologi juga dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan pelayanan koperasi kepada para anggota dan masyarakat. Perkembangan segala bentuk transaksi dengan menggunakan teknologi online bisa jadi inovasi yang mampu membuat koperasi terlepas dari kesan jadul dan terlihat kurang menarik bagi generasi muda. Upaya-upaya tersebut tentunya perlu adanya dukungan pihak ketiga yang termasuk pemerintah didalamnya. Koperasi sendiri mempunyai banyak potensi yang dapat menjadi sumbangsih bagi kebaikan dan kemajuan negeri ini. Maka dari itu kami Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana yang peduli akan keberadaan koperasi merekomendasikan saran dalam menanggapi tentang bagaimana koperasi dapat berperan dengan baik berupa pengambilan sikap sebagai berikut:

  1. Pemerintah sebaiknya dapat lebih memperhatikan keberadaan koperasi dengan cara memberikan pendidikan-pendidikan dengan pokok bahasan yang sesuai dengan kondisi koperasi saat ini dan mampu menyasar pada permasalahan yang dihadapi oleh koperasi dan para anggotanya, sehingga koperasi dapat menjalankan perannya sebagai sokoguru (penyangga utama)perekonomian Indonesia. Kemudian perlu adanya inovasi-inovasi yang baik dan menarik seperti penggunaan teknologi untuk transaksi secara online yang dilengkapi dengan fitur-fitur yang membantu memudahkan anggota memenuhi kebutuhannya.
  2. Masyarakat sebaiknya bergabung dan menjadi anggota dari koperasi. Koperasi didirikan dengan maksud menyejahterakan anggotanya, oleh karena itu masyarakat sebaiknya memanfaatkan dengan baik keberadaan dan peran koperasi. Selain untuk memanfaatkan peran koperasi dengan sebaik mungkin, masyarakat dapat juga ikut memberikan inovasi-inovasi yang membawa kemajuan bagi koperasi.
  3. Mahasiswa sebagai generasi penerus bangsa seharusnya mampu menjadi pelopor untuk peduli dengan koperasi, sehingga mampu menjadi penggerak agar masyarakat peduli dan mau menjadi anggota koperasi.

(MP/IP/AP/AF/BD)

Untuk Mendownload Kajian bisa klik link di bawah ini:

Kajian Koperasi

 

Referensi:

[1] Undang-Undang Dasar  Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Diakses melalui: http://jdih.pom.go.id/uud1945.pdf  (pada tanggal 22  Juli 2018).

[2]Tirto. 2019. Sejarah Hari Koperasi Indonesia alasan diperingati setiap 12 Juli Diakses melalui: https://tirto.id/sejarah-hari-koperasi-indonesia-alasan-diperingati-setiap-12-juli-ed9x  (pada tanggal 11 Juli 2019).

[3]Tirto. 2019. Sejarah Hari Koperasi Indonesia alasan diperingati setiap 12 Juli Diakses melalui: https://tirto.id/sejarah-hari-koperasi-indonesia-alasan-diperingati-setiap-12-juli-ed9x  (pada tanggal 11 Juli 2019).

[4]Kumparan News. 2017. Koperasi di RI Mampu Raup Total Nilai Penjualan Rp 176,3 Triliun/Tahun. Diakses melalui: https://kumparan.com/@kumparannews/koperasi-di-ri-mampu-raup-total-nilai-penjualan-rp-176-3-triliun-tahun (pada tanggal 4 Juli 2018).

[5]Kumparan News. 2017. Koperasi di RI Mampu Raup Total Nilai Penjualan Rp 176,3 Triliun/Tahun. Diakses melalui: https://kumparan.com/@kumparannews/koperasi-di-ri-mampu-raup-total-nilai-penjualan-rp-176-3-triliun-tahun (pada tanggal 4 Juli 2018).

[6]Kumparan News. 2017. Koperasi di RI Mampu Raup Total Nilai Penjualan Rp 176,3 Triliun/Tahun. Diakses melalui: https://kumparan.com/@kumparannews/koperasi-di-ri-mampu-raup-total-nilai-penjualan-rp-176-3-triliun-tahun (pada tanggal 4 Juli 2018).

[7]Julianto, Pramdia Arhando.  2017. Bappenas Dorong Kontribusi Koperasi Terhadap Perekonomian. Diakses melalui: https://ekonomi.kompas.com/read/2017/07/31/223548226/bappenas-dorong-kontribusi-koperasi-terhadap-perekonomian (pada tanggal 23 Juli 2018).

[8]Julianto, Pramdia Arhando.  2017. Bappenas Dorong Kontribusi Koperasi Terhadap Perekonomian. Diakses melalui: https://ekonomi.kompas.com/read/2017/07/31/223548226/bappenas-dorong-kontribusi-koperasi-terhadap-perekonomian (pada tanggal 23 Juli 2018).

[9]Sukidjo. 2008. Membangun Citra Koperasi Indonesia. Diakses melalui: https://media.neliti.com/media/publications/17224-ID-membangun-citra-koperasi-indonesia.pdf (pada tanggal 25 Juli 2018).

[10]Sukidjo. 2008. Membangun Citra Koperasi Indonesia. Diakses melalui: https://media.neliti.com/media/publications/17224-ID-membangun-citra-koperasi-indonesia.pdf (pada tanggal 25 Juli 2018).

[11]LEGALERA.ID. 2017. Perlu Keadilan Pajak untuk Koperasi. Diakses melalui: https://legaleraindonesia.com/perlu-keadilan-pajak-untuk-koperasi/ (pada tanggal 25 Juli 2018).

[12]Dinas Koperasi, Usaha Kecil, dan Menengah Provinsi Bali. “Banyaknya Koperasi KUD dan Non-KUD Menurut Jenis Usaha Kabupaten/kota di Bali”. https://Bali.bps.go.id/statictable/2018/04/13/104/banyaknya-koperasi-kud-dan-non-kud-menurut-jenis-usaha-menurut-kabupaten-kota-dan-jenis-koperasi-2016-.html (pada tanggal 5 Juli 2018).

[13]Kadir, Hainim. Yusbar Yusuf. 2012.”Optimalisasi Pengaruh dan Eksistensi kaoperasi Sebagai Soko Guru Perekonomian Daerah”. Vol.2. Hal.2. Fakultas Ekonomi Universitas Riau.

[14]Mewoh, Fransisca Claudya. Harry J Sumampaouw. Lucky F Tamengkel. “Analisis Kredit Macet”. https://media.neliti.com/media/publications/71800-ID-none.pdf (pada tanggal 5 Juli 2018).

[15]Mahayani, Ida Ayu Frischa. 2018. “579 Koperasi di Bali dinyatakan Tidak Aktif”. http://www.rri.co.id/denpasar/post/berita/506910/daerah/579_koperasi_di_Bali_dinyatakan_tidak_aktif.html. (pada tanggal 22 juli 2018).

[16]Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia. Mewujudkan Koperasi Berkualitas Melalui Reformasi Total Koperasi”. http://www.depkop.go.id/read/mewujudkan-koperasi-berkualitas-melalui-reformasi-total-koperasi (pada tanggal 11 Juli 2019)

[17]Nababan, Christien Novita. 2018. Indonesia Rawan Krisis Kader Koperasi. Diakses melalui: https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20180426162016-532-293817/indonesia-rawan-krisis-kader-koperasi (pada tanggal : 27 Juni 2018).

[18]Nababan, Christien Novita. 2018. Indonesia Rawan Krisis Kader Koperasi. Diakses melalui: https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20180426162016-532-293817/indonesia-rawan-krisis-kader-koperasi (pada tanggal : 27 Juni 2018).

[19]Humas Sekretariat Kabinet. 2018. Rebranding Koperasi Era Millenial: Pelayanan, Produk, hingga Teknologi. Diakses melalui: https://setkab.go.id/rebranding-koperasi-era-millenial-pelayanan-produk-hingga-teknologi/ (pada tanggal : 11 Juli 2018).

[20] Humas Sekretariat Kabinet. 2018. Rebranding Koperasi Era Millenial: Pelayanan, Produk, hingga Teknologi. Diakses melalui: https://setkab.go.id/rebranding-koperasi-era-millenial-pelayanan-produk-hingga-teknologi/ (pada tanggal : 11 Juli 2018).