KASTRAT RILIS cpy

ADU STRATEGI UNTUK MEMBANGUN NEGERI

kastrat rilis 2 cpy

Oleh:

BEM PM dan BEM FEB

Universitas Udayana

Debat calon presiden dan wakil presiden sudah sampai pada debat yang ke-5 dan menjadi akhir dari rangkaian deba capres dan cawapres yang disiapkan oleh KPU. Debat yang ke-5 ini akan dilaksanakan pada tanggal 13 April 2019 dengan tema yang dibahas adalah Ekonomi, Kesejahteraan Sosial, Keuangan, Investasi, Perdagangan serta Industri.

Menurut data BPS, Pertumbuhan ekonomi Indonesia bergerak di angka 5,27% pada Kuartal II Tahun 2018 (kompas.com,2018). Pergerakan ekonomi ini tidak terlalu jauh berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, sehingga diperlukan program-program nyata yang mampu ditawarkan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut oleh masing-masing capres-cawapres yang akan berdebat nanti. Selain itu, pemanfaatan ekonomi di Indonesia bagian Timur nampaknya masih belum maksimal. Potensi yang dimiliki oleh Indonesia bagian Timur sangatlah besar, namun sumbangsih terhadap perekonomian masih sangat minim.  Perkembangan ekonomi memiliki dampak terhadap nilai tukar rupiah, pada tanggal 12 April 2019 rupiah berada pada Rp 14.135 per 1 dolar AS. Angka tersebut menunjukkan bahwa nilai tukar rupiah melemah dibandingkan dengan beberapa tahun belakangan.

Investasi dalam perkembangannya menjadi salah satu isu sentral yang patut untuk dibahas dalam perdebatan ini. Sulitnya perizinan untuk investor-investor melakukan investasi di Indonesia merupakan salah satu permasalahan yang dapat dipertanyakan kepada capres-cawapres nanti. Perdagangan dan industri di Indonesia dipegaruhi pula oleh komoditas ekspor yang relatif sedikit. Embargo kelapa sawit Uni Eropa yang terjadi beberapa tahun belakangan ini berpengaruh juga pada sistem perekonomian, perdagangan dan industri di Indonesia.

Pada kesempatan kali ini, BEM PM Universitas Udayana bekerja sama dengan BEM Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana  menyusun kajian pengantar ini agar dapat membantu masyarakat mengetahui permasalahan apa saja yang ada di tiap sektor pembahasan. Berikut beberapa permasalahan yang sekiranya perlu dibahas oleh kedua calon dalam debat nanti.

  1. Isu Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial

1.1 Ketimpangan Sosial Indonesia Bagian Timur

Wilayah Indonesia bagian timur mempunyai kekayaan alam melimpah, terlebih potensi kekayaan maritimnya. Namun, dengan potensi dan kekayaan alamnya yang melimpah di Indonesia bagian timur ternyata belum mampu membuat masyarakatnya sejahtera, masih banyak anak – anak yang mengalami gizi buruk dan tidak mengenyam pendidikan. Berdasarkan data BPS, 5 (lima) provinsi termiskin di Indonesia pada 2018 didominasi dari Indonesia bagian timur. Posisi pertama diduduki oleh Papua, diikuti Papua Barat, NTT, Maluku dan terakhir ada Gorontalo (katadata.co.id,2018). Provinsi Maluku misalnya adalah daerah dengan potensi bahari dan kekayaan alam yang besar, tetapi hal tersebut tidak bisa menyelamatkan provinsi Maluku dari kategori daerah dengan banyaknya masyarakat miskin.

1.2 Perkembangan Ekonomi yang Stagnan

Badan Pusat Statistik (BPS) merilis angka pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2018 yang merupakan akumulatif dari 4 (empat) kuartal menduduki angka 5,17% (detik.com,2019)  dan IMF memprediksikan bahwa pada tahun 2019 akan mencapai 5,2%. Meskipun diprediksi mengalami peningkatan pertumbuhan ekonomi, tetapi Indonesia memiliki resiko yang akan memengaruhi stabilitas ekonomi yaitu resiko defisit transaksi berjalan. Defisit tersebut terjadi dikarenakan adanya prediksi bahwa impor migas Indonesia beresiko melonjak akibat kenaikan harga minyak mentah dunia. Melihat rekam jejak pertumbuhan ekonomi beberapa tahun belakangan, pertumbuhan angka tersebut tidak terlalu signifikan sehingga diperlukan program ataupun terobosan baru agar dapat mendongkrak angka pertumbuhan ekonomi tersebut.

  1. Isu Keuangan dan Investasi

2.1 Hutang negara

Posisi utang luar negeri Indonesia berdasarkan laporan Bank Indonesia, Utang Luar Negeri Indonesa pada bulan November 2018 adalah tercatat US$ 372,864 milliar (Bank Indonesia,2019). Mengalami peningkatan US$ 12,321 milliar dari posisi pada bulan sebelumnya yaitu Oktober 2018. Berdasarkan keterangan resmi Bank Indonesia peningkatan pertumbuhan ULN tersebut utamanya terjadi karena kenaikan arus masuk dana investor asing di pasar SBN (Surat Berharga Negara). Namun, kenaikan utang Indonesia ini masih aman mengingat rasio antara ULN Indonesia terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) pada akhir Desember 2018 adalah 36%. Permasalahan dalam hal utang negara ini adalah struktur ULN Indonesia dalam bentuk mata uang asing sebesar 42%. Melihat hal tersebut perlu adanya strategi yang tepat untuk mengatur dan mengawasi hal tersebut karena utang dalam bentuk mata uang asing rentan akan resiko arus pembalikan modal dan pelemahan rupiah ketika terjadi guncangan ekonomi global. Apalagi saat ini alarm krisis telah terjadi dibeberapa negara seperti Argentina, Turki, dan Venezuela sehingga Indonesia harus tetap waspada. Oleh karena itu, tentunya sebagai calon Presiden dan Wakil Presiden Indonesia diperlukannya pemahaman yang baik terkait kondisi makro Indonesia untuk bisa membuat strategi yang sesuai dan tepat untuk Indonesia yang lebih baik kedepannya.

2.2 Melambatnya Pertumbuhan Penerimaan pajak

Hingga saat ini penerimaan pajak menjadi analisis tren penerimaan negara. Pada APBN 2019 penerimaan pajak ditargetkan mencapai Rp. 1.789 trilliun (kemenkeu.go.id,2019), tetapi hingga pada Februari 2019 ini pertumbuhan penerimaan pajak negara mengalami perlambatan dibandingkan tahun lalu. Meskipun kinerja penerimaan pajak hingga saat ini belum bisa dijadikan dasar analisis proyeksi penerimaan tahun 2019, tetapi perlambatan pertumbuhan pajak ini perlu diwaspadai, hal ini perlu dijadikan peringatan dini dan kewaspadaan. Perlambatan pertumbuhan penerimaan pajak ini dikarenakan adanya penurunan penerimaan pajak pada beberapa sektor. Sektor yang mengalami penurunan penerimaan adalah sektor industri pengelolaan, konstruksi, dan real estate. Padahal pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini mengalami pertumbuhan yang baik, maka seharusnya penerimaan pajak Indonesia juga mengalami pertumbuhan yang baik pula. Oleh karena itu perlu adanya pembahasan terkait strategi yang tepat, terukur dan efektif untuk meningkatkan pertumbuhan penerimaan pajak Indonesia, meningkatkan penerimaan pajak dari sektor yang mengalami penurunan dan mempertahankan yang sudah meningkat.

2.3 Era Revolusi Industri 4.0

Era revolusi indusutri 4.0 yang saat ini sedang dihadapi oleh dunia industri manufakturing diseluruh dunia, termasuk Indonesia. Menurut data PWC, Indonesia diprediksi akan menduduki peringkat 5 dalam ekonomi terbesar di dunia pada 2030 (wartaekonomi.co.id,2018). Revolusi industri 4.0 sendiri secara garis besar adalah integrasi antara dunia internet atau online dengan dunia usaha atau industri. Dalam industri 4.0 yang berbasis digital maka diperlukan juga peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) untuk mampu menjalankan teknologi terbaru. Pengurangan tenaga kerja pastinya terjadi dan lebih diperlukan tenaga kerja ahli yang berpendidikan. Namun, sumber daya manusia di Indonesia cenderung berpendidikan rendah, apalagi Indonesia saat ini sedang memasuki tahap bonus demografi dimana usia produktif lebih banyak dibandingkan non produktif. Apabila sumber daya manusia usia produktif ini tidak mampu mengikuti perkembangan revolusi industri 4.0  maka tidak adanya manfaat dari adanya bonus demografi ini, sehingga hanya akan berujung pada peningkatan angka pengangguran di Indonesia. Keberadaan revolusi industri 4.0 yang mampu dimanfaatkan dengan baik akan menjadi batu lompatan terhadap industri di dunia saat ini. Agar mampu bersaing, Indonesia harus mampu mengadopsi Industri 4.0 ini dan mempersiapkan strategi yang tepat di semua sektor. Penting untuk dibahas mengenai apa strategi dari para capres dan cawapres terhadap penerapan revolusi 4.0 yang juga memperhatikan dampak negatifnya terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

2.4 Surat Izin yang Menyulitkan Investasi.

Daya tarik Indonesia sebagai wilayah yang memiliki masa depan untuk investasi sangatlah tinggi. Hal ini didorong dengan keadaan geografis dan demografis yang ada di Indonesia. Namun, keadaan tersebut tidak didukung dengan baik dengan keadaan perizinan investasi yang ada saat ini. Dalam contoh kasus investasi adalah dalam pembangunan tenaga listrik, perizinan yang diperlukan sebanyak 22 perizinan dan membutuhkan waktu 220 hari (Setkab.go.id,2016). Permasalahan perizinan investasi ini diperlukan solusi yang tepat untuk segera diperbaiki agar mampu menarik para investor dan bersaing dengan negara lainnya.

  1. Isu Perdagangan dan Industri

3.1 Gejolak Permasalahan BUMN

Indonesia mempunyai banyak badan usaha yang turut menyumbang penerimaan bagi negara, tetapi saat ini beberapa BUMN Indonesia mengalami permasalahan yang cukup besar. Tiga BUMN dengan skala besar yang mengalami permasalahan yaitu Garuda Indonesia, PLN, dan Pertamina. Garuda Indonesia yang masih merugi dimana pada kuartal III tahun 2018 total kerugian US$ 114,08 juta (cnnindonesia.com, 2018). PLN yang juga merugi dimana pada kuartal III tahun 2018 mengalami kerugian sebesar Rp. 18,48 triliun (detik.com,2018), padahal pada tahun 2017 berhasil mengantongi laba bersih Rp. 3,05 triliun. Anjloknya laba Pertamina dimana pada kuartal ke III tahun 2018  laba Pertamina yaitu Rp. 5 triliun sangat jauh dari laba tahun 2017 yaitu Rp. 35 triliun (cnbcindonesia.com,2018). Tentunya kondisi tersebut sangat memprihatinkan, dikhawatirkan kondisi dari tiga BUMN besar ini akan menular pada BUMN lain, Hal ini berpotensi karena adanya pembludakan utang oleh BUMN tetapi tidak diiringi dengan penerimaan yang sesuai dengan harapan. Maka dari itu, penting untuk dibahas mengenai BUMN Indonesia pada saat debat nanti untuk melihat program, strategi, dan kebijakan apakah yang akan dilakukan oleh calon Presiden dan Wakil Presiden untuk menyelamatkan BUMN Indonesia yang sakit dan menghidupkannya menjadi lebih baik lagi.

3.2 Ancaman Kendala Komoditas Besar Ekspor Indonesia

Indonesia masuk ke dalam 10 besar negara penghasil batu bara di dunia dan berada pada urutan ke-5. Ekspor batu bara indonesia mencapai angka 341,38 juta ton (katadata.co.id,2018). Cadangan batu bara Indonesia saat ini diperkirakan 5,5 milliar ton. Namun, seiring dengan adanya kampanye untuk mengurangi penggunaan bahan bakar fosil untuk menjaga kelestarian lingkungan, maka banyak negara-negara yang tidak lagi menggunakan batu bara sebagai sumber pembangkit listrik. Penurunan produksi, permintaan, dan fluktuasi harga batu bara akibat tren perubahan sumber energinya tentunya berpengaruh terhadap penerimaan negara dari sektor ekspor batu bara. Sektor batu bara hanya berkontribusi 4 – 6% terhadap PDB Indonesia tetapi, batu bara sektor utama penyumbang PDB daerah sebesar 19 – 35% untuk empat provinsi di Indonesia yaitu Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Sumantra Selatan. Oleh karena itu, perlu adanya perencanaan terhadap kemungkinan penurunan industri batu bara untuk kedepannya. Selain Batu bara, komoditas ekspor besar Indonesia adalah kelapa sawit. Industri kelapa sawit juga mendapatkan ancaman yang serius setelah bermunculannya kajian mengenai industri kelapa sawit yang tidak ramah lingkungan. Pembatasan dan bahkan penyetopan penggunaan kelapa sawit pun mulai bermunculan di berbagai negara.

April 2017 Parlemen Eropa mengeluarkan Resolusi Sawit yang mengancam embargo sawit ke Eropa. Minyak sawit selalu mendapat sorotan dengan berbagai tudingan dari Uni Eropa. Mulai dari isu deforestasi, kebakaran hutan, emisi GHG, gambut dan lainnya. Diskriminasi sawit oleh Uni Eropa mengancam penurunan pendapatan ekspor dari sawit. Pada tahun 2030 nanti minyak sawit dilarang sepenuhnya memasuki Eropa. Awalnya pelarangan minyak sawit ke Eropa adalah 2021, tetapi setelah adanya protes atas kesepakatan dari Parlemen, Dewan dan Komisi Eropa akan hal tersebut maka dimundurkan menjadi 2030. Bahkan jika penggunaan minyak sawit sebagai sumber energi diatur dalam Uni Eropa, produk yang diimpor hanya boleh berasal dari perkebunan yang telah bersertifikat. Dilarangnya minyak sawit masuk ke dalam pasar Eropa tentunya menjadi ancaman terhadap penurunan ekspor sawit Indonesia. Sebagai salah satu pemasok pendapatan yang tinggi, produksi kelapa sawit di Indonesia harus diregulasikan dengan tegas agar tetap dapat memasuki pasar di dunia terutama di Uni Eropa.

3.3 Ekspor yang Rendah

Kegiatan ekspor Indonesia pada Februari 2019, menjadi tingkat ekspor terendah sejak Juni 2017. Angka ekspor Indonesia menyentuh US$ 12,53 miliar (cnbcindonesia.com,2019). Dengan lesunya kegiatan ekspor ini mengakibatkan pada perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Melemahnya angka ekspor juga diindikasikan karena akibat terjadinya embargo ataupun penolakan terhadap ekspor produk asal Indonesia di luar negeri. Permasalahan seperti ini harus mendapatkan perhatian yang cukup, karena berdampak pada pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Untuk Mendownload Kajian bisa klik link di bawah ini:

Adu Strategi untuk Membangun NegeriAdu Strategi untuk Membangun Negeri

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *